Minggu, 19 Mei 2024 | 06:25
OPINI

Mafia Alkes Merampok Uang Rakyat

Mafia Alkes Merampok Uang Rakyat
Ilustrasi Tes PCR (Dok Arif Firmansyah-CNNIndonesia)

Pertama-tama yang dimaksudkan dengan Mafia Alkes (Alat Kesehatan di sini adalah sebagian/oknum pengusaha Laboratorium (Lab) Test Swab PCR.

Sejak awal pandemi pada bulan Februari/Maret 2021 biaya yang harus dibayarkan oleh seseorang yang ingin melakukan test Swab PCR berkisar antara Rp1,5 juta hingga Rp1,8 juta (dengan hasil 1 hari atau 24 jam), sedangkan jika hasilnya 2 hari biayanya Rp950 ribu hingga Rp1,2 juta.

Belum berapa lama yang lalu, Presiden Jokowi memerintahkan agar biaya test Swab PCR dangan hasil 1 hari diturunkan menjadi Rp500 ribu. Itupun menurut beberapa pengamat kesehatan harga tersebut masih terlalu mahal, karena di negara lain ada yang biayanya hanya Rp180 ribu menurut kurs rupiah.

Kenyataannya sejak perintah Presiden Jokowi di atas, Lab Test Swab PCR memasang tarif antara Rp450 ribu hingga Rp550 ribu. Ini membuktikan dengan harga itu Lab Test swab PCR sebenarnya masih memperoleh keuntungan, karena jika rugi tentunya mereka akan menghentikan kegiatan Test Swab PCR.

Dengan demikian, maka harga Test Swab PCR yang berlaku selama kurang lebih 18 bulan (sejak awal masa pandemi) adalah sangat jauh lebih mahal atau dapat dikatakan overprice antara Rp950 ribu hingga Rp1,3 juta (untuk hasil test 1 hari) atau antara Rp450 ribu hingga Rp700 ribu (untuk hasil test 2 hari).

Overprice yang dinikmati pengusaha Lab Test Swab PCR di atas merupakan juga keuntungan yang diperolehnya selama ini. Bisa dibayangkan berapa jumlah keuntungan yang diperoleh selama 18 bulan masa pandemi, dimana jutaan orang melakukan test swab PCR, apakah itu dengan membayar sendiri, dibayarkan oleh perusahaan (swasta/BUMN/BUMD) atau dibayarkan oleh instansi pemerintah dari dana APBN. 

Keuntungan yang diperoleh bisa mencapai triliunan rupiah. Keuntungan itu sangat tidak wajar karena bisa mencapai ribuan persen dibandingkan harga pokok/modalnya. Sementara di lain pihak kondisi warga masyarakat, perusahaan dan negara sedang mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi. 

Namun mereka terpaksa harus menjalani Test Swab PCR dengan harga yang selangit itu. Tidak jarang seseorang yang pada awalnya bergejala ringan tidak mampu membayar test swab PCR (karena baru di-PHK) kondisinya semakin buruk, dan ketika dibawa ke rumah sakit sudah terlambat sehingga akhirnya wafat.

Harga test swab PCR yang overprice ini disamping sangat tidak wajar bahkan dapat dikatakan sebagai perampokan uang rakyat atau perusahaan dan uang negara, juga sangat tidak berperikemanusiaan karena dilakukan di tengah kehidupan perekonomian bangsa dan negara yang sangat sulit akibat pandemi.

Pertanyaan, apakah pengusaha lab test swab PCR yang mengeruk seuntungan bagaikan merampok uang rakyat dan uang negara itu akan dibiarkan saja menikmati keuntungan yang diperolehnya secara tidak wajar?

Menurut hemat saya, keuntungan yang sangat tidak wajar itu harus dikembalikan karena merugikan negara, untuk itu BPK harus turun tangan melakukan audit terhadap perusahaan lab test swab PCR yang tentunya terdaftar di Kemenkes, dimana keuntungan yang diperoleh tersebut harus dikembalikan ke negara.

Jika mereka menolak maka KPK dapat turun tangan karena keuntungan mereka yang sangat tidak wajar dan tidak berperikemanusiaan itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan negara.

Orang yang tega menarik keuntungan di tengah kesusahan rakyat akibat pandemi ini seyogyanya tidak patut hidup bebas di negeri yang menjunjung Sila Perikemanusiaan.

Akhirnya disarankan kepada KPK untuk mengusut pejabat publik yang membiarkan harga test swab PCR menjadi sangat mahal di luar kewajaran.

 

Jakarta, 25 Agustus 2021.
Muchyar Yara
Pengamat Hukum

Komentar