Prof Rokhmin Dahuri Optimis Indonesia Tidak Impor Garam Lewat Dua Cara

ASKARA - Bagaimana komitmen pemerintah untuk meningkatkan produk garam, agar bisa mengurangi impor garam? Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri. MS mengatakan, harusnya sebagai insan kelautan perikanan bersyukur.
“Karena saya ingat sebelum tahun 2004 masalah garam sepenuhnya berada di berada di kewenangan Kemenperin (Kementerian Perindustrian,” ujar Prof Rokhmin lewat akun instagramnya, @rokhmindahuri.id, Rabu (20/7)
Tapi, lanjut Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Kelautan dan Perikanan itu, dengan upaya usaha yang cerdas kita meyakinkan akhirnya sejak 2004 garam itu untuk aspek produksinya bukan pengolahannya ada di bawah tanggung jawab Kementerian Kelautan Perikanan.
“Tahun 2010 saya ingat datanya bahwa kalau untuk garam konsumsi sesungguhnya kita sudah swasembada dalam pengertian produksi nasional garam konsumsi itu sudah lebih besar “demand” atau konsumsinya,” tutur Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara itu.
Namun, lanjutnya,yang masih defisit sangat besar adalah untuk garam industri. Negara Indonesia impor sekitar 2 juta ton. “Nah hanya saja ada catatan kadang kala pengusahga importir mengimpor juga garam konsumsi. Nah itu yang merugikan produsen garam nasional,” kata Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (Aspeksindo) itu.
Dari sisi Kelautan dan Perikanan, menurut Prof Rokhmin, seharusnya untuk meningkatkan dari kualitas garam konsumsi menjadi garam industry itu tidak susah.
Hanya persoalan kadar NaCl saja, kata Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi), definisi garam industri kita kalau kandungan NaCl nya itulebih besar dari 97%.
“Dan itu caranya gampang sekali hanya tinggal meningkatkan atau memperpanjang masa penguapan dan seterusnya,” sebut Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat itu.
Dari situlah kalau dilihat data-data potensi lahan tambak garam yang masih belum dikembangkan itu masih ada. Kemudian produktivitas bisa ditingkatkan dengan teknik Geomembran dengan teknik Ulir dan segala macam.
“Jadi harusnya ke depan saya punya keyakinan harusnya soal garam pun tidak impor lagi dengan melakukan dua cara tadi. Meningkatkan produktivitas persatuan luas dengan teknologinya banyak sekali,” kata Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020-2021 itu.
Prof Rokhmin mengaku pernah tahun 2012 diundang ke China. Disana sudah ada teknik “mining” bukan lagi bukan penguapan lagi.
“Mungkin para ahli geologi dari UGM, ITB dan LIPI bisa mengguide kami mana yang secara geologi lahan-lahan tanah pesisir di Tanah Air ini yang cocok untuk tambak garam,” imbuh Wakil Ketua Dewan Pakar MN-KAHMI itu.
Prof Rokhmin berkeyakinan bahwa dari luas potensi yang ada kemudian dari teknologi pembuatan garam yang tersedia harusnya. “Bukan hanya garam konsumsi yang kita bisa swasembada tetapi juga garam industri,” tutup Ketua umum Dulur Cirebonan (CIAYUMAJAKUNING) itu.
Komentar