Jumat, 26 April 2024 | 20:37
NEWS

Tak Diundang dalam Pengarahan Kader PDIP, Karier Politik Ganjar Pranowo di Ujung Tanduk?

Tak Diundang dalam Pengarahan Kader PDIP, Karier Politik Ganjar Pranowo di Ujung Tanduk?
Ganjar Pranowo (Dok Instagram)

ASKARA - Pengarahan kepada para kader PDI Perjuangan yang disampaikan Puan Maharani menjadi perbincangan publik. Pasalnya, dalam pengarahan itu tak ada nama Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. 

Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) Jakarta, Nyarwi Ahmad memandang fenomena itu ditambah berbagai pernyataan Puan dan Ketua DPD PDIP Jateng Bambang Wuryanto, memiliki empat makna apabila dikaji dari perspektif marketing politik.

Pertama, kata dia, dinamika di internal PDIP terkait dengan bursa capres dan cawapres 2024 mendatang tampaknya kian memanas. 

Menurutnya, DPP PDIP tampak makin terbuka mengingatkan kadernya, khususnya yang menjadi publik figur populer dan memiliki potensi elektabilitas tinggi agar tidak ‘offside’. 

"Kritik yang disampaikan oleh Bambang Wuryanto ke Ganjar Pranowo mengindikasikan hal tersebut," kata Nyarwi dalam keterangan tertulisnya, Senin (24/5).

Kedua, dalam Pilpres 2024 mendatang PDIP tampaknya memiliki orientasi yang berbeda dengan parpol lainnya. 

Selain itu, berbeda pula dengan yang pernah dilakukan dalam Pilpres 2014 dan 2019 lalu, dengan mencalonkan sosok yang lebih populer dan memiliki elektabilitas tinggi seperti Jokowi.

"Arah PDIP untuk Pilpres 2024 mendatang tampaknya makin jelas dengan menjagokan figur tertentu di luar sosok populer seperti Ganjar Pranowo," ungkapnya.

Ketiga, kata pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM Yogyakarta itu, dukungan pasar politik internal di PDIP terhadap Ganjar Pranowo tampak masih belum aman. 

Dia menyatakan bukan tidak mungkin nasib Ganjar Pranowo untuk dapat memaksimalkan karier politiknya melalui PDIP sudah di ujung tanduk. 

“Meski memiliki tingkat elektabilitas yang cukup tinggi, Ganjar berpotensi kehilangan peluang mendapatkan tiket dari PDIP agar bisa masuk dalam bursa Pilpres 2024 mendatang,” katanya.

Dia menambahkan berdasar yang dipotret oleh sejumlah lembaga survei termasuk IPS, Ganjar selama beberapa bulan terakhir tampak makin populer. 

Menurut Nyarwi, tingkat elektabilitasnya juga cukup tinggi melampaui deretan sejumlah publik figur dan para tokoh pimpinan partai termasuk Puan Maharani. 
Berdasar data survei IPS awal April 2021 untuk 30 nama capres menunjukkan bahwa elektabilitas Ganjar sebesar 14,4 persen. Berada di urutan nomor dua setelah Prabowo, 25,4 persen. 

Dalam bursa cawapres untuk 30 nama, Ganjar juga berada di ketiga yaitu 8,3 persen setelah Anies Baswedan, 12,8 persen.

Nyarwi menambahkan, tingkat elektabilitas ini juga tidak banyak mengalami perubahan untuk survei dengan 18 dan 10 nama capres dan cawapres. 

"Kendati demikian, potensi elektabilitas Ganjar ini tidak akan bermakna, apabila Ganjar gagal mendapatkan dukungan internal dari pimpinan PDIP," jelas Nyarwi. 

Keempat, apa yang disampaikan Puan menunjukkan bahwa PDIP mengedepankan model pemasaran politik tradisional yang berbasis pada ideologi parpol. Di sini, kata dia, parpol ditempatkan sebagai elemen terpenting. 

Menurut dia, parpol yang menganut model pemasaran ini biasanya lebih mengedepankan kinerja kolektif organisasi partai sebagai produk politik utamanya, dibandingkan citra dan kinerja para publik figur yang dimiliki oleh atau menjadi kader parpol yang selama ini menduduki jabatan publik, termasuk kepala daerah atau gubernur. 

Menurut Nyarwi, model pemasaran politik seperti ini bisa saja efektif jika didukung dengan berbagai syarat. Dia menyebut syarat pertama, parpol memiliki tingkat party ID yang kuat. 

Menurut dia, dibandingkan partai lainnya, party ID pemilih PDIP secara umum lebih besar atau kuat, tetapi belum merata di seluruh Indonesia melainkan masih ada di Jawa, khususnya di Jateng. 

“Meski demikian, untuk syarat yang pertama ini, PDIP secara umum memiliki modal yang cukup baik,” katanya. 

Syarat kedua, kata dia, PDIP mampu menata struktur organisasi kepartaiannya tidak hanya sebagai organisasi parpol, namun juga menjadi mesin pemasaran politik yang efektif dan penetrative.

Mesin ini juga harus gesit di berbagai jenis lapangan atau arena politik, bukan hanya di media sosial saja. Untuk mencapai ini, para elite PDIP dituntut mampu melakukan penetrasi pasar politik secara intens ke kalangan masyarakat luas melalui berbagai jenis interaksi langsung. 

Namun, di tengah menguatnya penggunaan berbagai jenis platform sosial media dan dalam situasi pandemi saat ini, penggunaan sosial media kian tak terelakkan. 

Selain itu, tanpa memaksimalkan penggunaan media sosial, penetrasi pasar PDIP di kalangan anak-anak muda kian terbatas.

“PDIP bisa saja mampu mendapatkan dukungan besar dari para pemilih tua, namun bisa kurang populer di kalangan anak muda,” kata Nyarwi. 

Syarat ketiga, para elite PDIP khususnya yang menjadi publik figur atau menjabat di lembaga negara atau pemerintahan mampu lebih memasarkan partainya, dibandingkan dengan dirinya. 

Dalam hal ini, mereka dituntut memiliki semangat kolektif lebih mengedepankan visibilitas kinerja PDIP sebagai sebuah parpol dalam panggung politik lokal dan nasional dibandingkan kinerja dirinya sebagai personal. 

Menurut dia, kritik yang disampaikan oleh Bambang Wuryanto ke Ganjar Pranowo agar tidak terlalu ambisius masuk dalam bursa Capres 2024, sepertinya dapat dibaca sebagai warning bagi semua kader PDIP yang saat ini menjadi pejabat publik. 

Khususnya yang memiliki popularitas dan elektabilitas yang tinggi agar lebih mampu ‘memasarkan’ parpolnya, bukan sekadar ‘memasarkan’ dirinya saja.

“Namun, hal tersebut sepertinya tidak mudah, karena dalam panggung politik lokal dan nasional saat ini, visibilitas profil dan kinerja elite-elite parpol khususnya yang menjadi pejabat publik di lembaga eksekutif, lebih menonjol, dibandingkan visibilitas kinerja organisasi parpolnya," pungkas Nyarwi Ahmad. (jpnn)

Komentar