Jumat, 19 April 2024 | 14:45
NEWS

Banyak Orang Indonesia Berobat ke Luar Negeri, Pemerintah Bakal Lakukan Langkah Ini

Banyak Orang Indonesia Berobat ke Luar Negeri, Pemerintah Bakal Lakukan Langkah Ini
Webinar Kesehatan

ASKARA - Warga Indonesia kerap memilih berobat ke luar negeri lantaran menganggap pelayanan kesehatannya lengkap dan berkualitas. Fenomena itu dibuktikan sejumlah data yang dihimpun oleh berbagai instansi.

Indonesia Services Dialog (ISD) mencatat, pada 2016 jumlah orang Indonesia melakukan pengobatan ke luar negeri meningkat hampir 100 persen selama 10 tahun terakhir. 

Diketahui pada tahun 2006 terdapat 350 ribu pasien asal Indonesia yang berobat ke luar negeri, dan jumlahnya bertambah hingga 600 ribu pada 2015.

Mengetahui kondisi tersebut, pemerintah terus berupaya untuk membangun kawasan kesehatan terintegrasi untuk menunjang perbaikan sistem kesehatan nasional. Kebijakan tersebut tentu mengundang manfaat bagi masyarakat. 

"Kekuatan kedokteran kita akan mencapai suatu titik, di mana kebutuhan akan kesehatan itu harus berpangku pada kekuatan kita sendiri," kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam talkshow ILUMINATE Dies Natalis FKUI ke-71 seri ke-4: Entrepreneurship dan Industri Kesehatan, pada Hari Rabu tanggal 14 April 2021 di FKUI Salemba, Jakarta Pusat.

Maka itu pentingnya membangun kepercayan publik dan membangun sistem pelayanan yang satu sisi efektif dan inovatif. Hal tersebut menjadi aspek utama dalam perawatan medis. 

"Trust itu juga penting. Kepercayaan tumbuh dari pengobatan yang dihasilkan," tutur dokter Saksono. 

Menurutnya ada beberapa hal yang membuat banyak kalangan menengah atas yang kerap lari ke rumah sakit di luar negeri untuk mendapatkan fasilitas kesehatan. Lantaran Indonesia masih menghadapi persoalan kesehatan dasar.

"Industri kesehatan kita masih berjalan konvensional. Belum masuk ke model pasien service. Kenapa bisa begitu? Karena hubungan dokter dengan pasien,  seolah-olah dokter di atas pasien," nilainya.

Saat ini lebih sering digunakan pola partnership antara dokter dan pasien dalam pelayanan medis, sehingga melahirkan sinergi hubungan dokter pasien. 

"Sekarang hubungan pasien dan dokter itu partnership, di mana dokter memeperlukan pasien dan pasien memerlukan dokter," jelas Saksono.

Dalam hubungan partnership itu, maka diperlukan dokter dan institusi atau fasilitas kesehatan bisa menangkap keinginan dari pasien. 

"Ini di atas service pasien. Apa yang diinginkan pasien itu harus terekam dengan baik," paparnya.

"Bagaimana pasien itu dijemput, diantar ke rumah sakit, dipertemukan dengan dokternya," tambah Dokter Spesialis Penyakit Dalam itu.

Melalui pola hubungan tersebut akan terbangun secara otomatis rasa kepercayaan masyarakat terhadap sektor kesehatan. "Bagaimana mereka mendapatkan trust itu membuat mereka rela mengeluarkan uangnya tersebut karena merasa sangat diservis," imbuhnya.

Persoalan kedua, yang menyebabkan masyarakat berobat ke luar negeri ialah harga obat di Indonesia cenderung lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara lain. Penyebab mahalnya harga obat-obatan di Indonesia ialah pengadaan bahan baku.

"Harga obat di tempat kita masih lebih tinggi dari Malaysia misalnya. Itu karena kandungan obat kita 90 persen masih dari luar negeri," keluh Saksono.

Maka pemerintah fokus mewujudkan industri farmasi dan alat kesehatan agar bisa menjadi sektor yang mandiri di dalam negeri. "Kia sedang menggerakkan industri obat ini mempunyai kandungan yang 50 persen produksi dalam negeri. Sehingga harga obat bisa ditekan lebih murah," ujarnya.

Kemampuan industri farmasi di Indonesia saat ini ditopang oleh 220 perusahaan. Sebanyak 90 persen dari perusahaan farmasi tersebut fokus di sektor hilir dalam memproduksi obat-obatan.

"Kalau harga obat lebih murah maka mau tidak mau pasien itu akan tetap dan loyal berobat di Indonesia. Kita juga akan dorong investasi dalam tanda kutip untuk orang-orang Indonesia sendiri," tandasnya.

Komentar