Kisah Juru Selamat dari Alor Saat Bencana Alam Melanda NTT
ASKARA - Kesiapan dan kesiagaan diperlukan sebagai upaya pengurangan risiko bencana alam, yang bertujuan untuk meminimalisir dampak diakibatkan bencana itu sendiri.
Seperti halnya yang dilakukan Soleman Kamenglet (43) warga Desa Waisika, Kecamatan Alor Timur Laut, Kabupaten Alor. Dia sigap membangunkan warganya yang masih tidur, agar bisa siaga dan mengungsi ketika banjir bandang melanda NTT.
Ada firasat buruk yang menyergap perasaan Ketua RT itu. Kejadian bencana bertepatan dengan hari besar umat Kristiani, Paskah, Minggu (4/4). Kala itu, air sudah menggenang di sebagian Desa Waisika, Kecamatan Alor Timur Laut, Kabupaten Alor, NTT.
Rasa tanggung jawabnya sebagai Ketua RT, mendorongnya berlari menggedor satu pintu rumah ke pintu rumah yang lain. Soleman berteriak keras membangunkan tetangganya.
Dia mengajak warga segera bergegas lari ke arah pegunungan. Menghindari banjir yang naik dengan cepat, hingga dalam waktu singkat sudah setinggi paha orang dewasa. Kurang lebih hampir 1 meter.
Masih di bawah guyuran hujan, puluhan warga menghambur ke arah bukit. Lokasi desa ini memang dijepit oleh lereng pegunungan di belakang, dan hamparan Laut Banda di depan.
Sebanyak 45 KK yang terdiri atas 85 warga, berhasil selamat dari gelombang banjir kedua yang melanda sekitar 2,5 jam setelahnya, atau sekitar pukul 07.00 WITA.
“Saat arus banjir datang lagi jam tujuh pagi, kami semua sudah berada di lokasi aman, dan semua selamat,” ujar Soleman sang juru selamat bagi warganya dalam keterangannya, Kamis (8/4).
Meski hujan tidak juga berhenti, Soleman tetap meminta warganya bertahan di lokasi aman. Dia melarang warganya yang hendak pulang ke rumah, meski sekadar menengok.
Siklus 2,5 jam ketiga kembali datang. Gelombang banjir bah yang datang dari arah atas turun dengan sangat deras, membawa material apa saja yang menghalanginya. Pepohonan, bebatuan, tersapu banjir bah besar yang datang sekitar pukul 09.00 – 10.00 WITA.
“Jam persisnya kurang tahu, tapi kurang lebih antara jam sembilan dan jam sepuluh. Langit gelap tertutup awan dan hujan,” tutur Soleman.
Gelombang banjir ketiga itulah yang menghancurkan hampir semua rumah warga. Tak kurang 41 rumah mengalami rusak berat dan rusak sedang. Bahkan tidak sedikit yang tercerabut dari pondasinya.
Rumah seisinya bersih tersapu banjir yang kemudian terhempas ke Laut Banda. Namun tak ada warga yang menjadi korban jiwa berkat kesigapannya.
Komentar