Selasa, 23 April 2024 | 14:03
NEWS

Kapolri Idham Azis Didesak Seret Anggotanya yang Aniaya Jurnalis

Kapolri Idham Azis Didesak Seret Anggotanya yang Aniaya Jurnalis
Ilustrasi wartawan (shutterstock).

ASKARA - Kekerasan demi kekerasan terjadi saat jurnalis meliput aksi unjuk rasa penolakan Omnimbus Law Undang-undang Cipta Kerja di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta. Berbagai media dari Jakarta dan beberapa daerah mengalami kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian. 

Seorang fotografer suara.com bernama Peter Rotti dirampas kamera dan kartu memorinya serta mengalami penganiayaan oleh aparat polisi. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 18.00 WIB, saat Peter merekam video aksi sejumlah aparat kepolisian mengeroyok seorang peserta aksi di sekitar halte Transjakarta Bank Indonesia.

Saat itu, Peter berdua dengan rekannya, yang juga videografer, yakni Adit Rianto S, melakukan live report via akun YouTube peristiwa aksi unjuk rasa penolakan Omnimbus Law.

Melihat Peter merekam aksi para polisi menganiaya peserta aksi dari kalangan mahasiswa, tiba-tiba seorang aparat berpakaian sipil serba hitam menghampirinya.

Kemudian disusul enam orang polisi yang belakangan diketahui anggota Brimob. Para polisi itu meminta kamera Peter, namun ia menolak sambil menjelaskan bahwa dirinya jurnalis yang sedang meliput.

Namun, para polisi memaksa dan merampas kamera Peter. Seorang dari polisi itu sempat meminta memori kamera. Peter menolak dan menawarkan akan menghapus video aksi kekerasan aparat polisi terhadap seorang peserta aksi.

Para polisi bersikukuh dan merampas kamera jurnalis video Suara.com tersebut. Peter pun diseret sambil dipukul dan ditendang oleh segerombolan polisi tersebut.

"Saya sudah jelaskan kalau saya wartawan, tetapi mereka (polisi) tetap merampas dan menyeret saya. Tadi saya sempat diseret dan digebukin, tangan dan pelipis saya memar," kata Peter.

Setelah merampas kamera, memori yang berisi rekaman video liputan aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di sekitar patung kuda, kawasan Monas, Jakarta itu diambil polisi. Namun kameranya dikembalikan kepada Peter.

Hal yang sama dialami tiga jurnalis di Palu, Sulawesi Tengah. Mereka dipukul oknum polisi saat sedang meliput demo penolakan omnibus law UU Cipta Kerja. Dua dari tiga korban kekerasan terhadap wartawan tersebut adalah perempuan.

Ketiga wartawan yang dipukul itu mengaku sudah memperlihatkan ID card pers. Namun, oknum tidak menghiraukannya dan memukul ketiganya. Salah satu korban, Alsih, dipukul tepat di arah wajah.

Adhy, salah seorang jurnalis mendapatkan pukulan di bahu bagian belakang dan Windy terkena lemparan batu dari arah kerumunan polisi.

Selain kekerasan yang terjadi, Poros Wartawan Jakarta (PWJ) juga mendapat laporan soal hilangnya beberapa jurnalis saat meliput aksi penolakan UU Cipta Kerja. 

Salah satunya adalah jurnalis Merahputih.com atas nama Ponco Sulaksono yang bertugas meliput aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja di kawasan Monas, Gambir, Jakarta Pusat. Hingga Kamis (8/10) malam pukul 23.30 WIB masih belum diketahui keberadaannya. Terakhir Ponco Sulaksono mengirim berita melaporkan situasi demo di kawasan Gambir ke redaksi 15.14 WIB.

Atas berbagai kekerasan yang terjadi terhadap jurnalis, Poros Wartawan Jakarta (PWJ) mengecam keras aksi penganiayaan terhadap jurnalis saat meliput aksi penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Hal ini merupakan ancaman atas kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers yang dilindungi undang-undang, dalam hal ini Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan, bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers, dipidana paling lama dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta rupiah. Setiap orang" dalam pasal itu termasuk polisi atau aparat negara lainnya.

Terkait hal itu PWJ menyatakan sikapnya. Pertama, mendesak Kapolri Jenderal Idham Aziz mengusut tuntas hal ini. "Memproses hukum pelaku kekerasan dari unsur Polri tidak hanya di tingkat kepolisian tetapi juga di pidana umum," tegas Ketua Poros Wartawan Jakarta, Tri Wibowo Santoso, melalui pesan tertulis, Jumat (9/10).

Kedua, mendesak Kapolri mengeluarkan Keputusan Kapolri yang khusus mengatur seputar instruksi kepada seluruh jajajran Polri agar menghormati profesi kerja jurnalis.

Dan ketiga, meminta kepada semua kalangan semua pihak baik institusi negara maupun kelompok masyarakat agar juga menghormati profesi jurnalis dalam melakukan peliputan.

Komentar