Sabtu, 20 April 2024 | 07:03
NEWS

Wawancara Kursi Kosong, Terobosan Baru Atau Kemunduran?

Wawancara Kursi Kosong, Terobosan Baru Atau Kemunduran?
(Net)

ASKARA - Najwa Shihab mewawancarai kursi kosong untuk menyindir Menteri Kesehatan Letnan Jenderal TNI (Purn) Terawan Agus Putranto. Monolog host kondang itu viral di media sosial. 

Najwa sukses membangun pro kontra dari "satire" yang dibuatnya, terutama di media sosial. Di balik riuh fansnya, tetap saja ada suara kritis yang menyayangkan monolog Najwa. Kritik itu datang dari internal profesi kewartawanan dan dari publik luas.

"Tidak hadirnya seorang narasumber bukanlah hal aneh dalam acara talk show media. Yang aneh jika wawancara dilakukan tanpa narasumber dan dijadikan parodi," kata salah satu pendiri dan juga penasihat BRD (Beranda Ruang Diskusi), Dar Edi Yoga, dalam pernyataan tertulis kepada media massa, Kamis (1/10).

Menurut Dar Edi, narasumber di belahan bumi mana pun punya hak untuk tidak menghadiri talk show yang digelar media massa. Narasumber juga berhak menolak diwawancara atau memberikan pernyataan untuk media. Seharusnya, Najwa sebagai wartawan muda paham dan menghormati hak itu.

Menurut Dar Edi, monolog Najwa yang cenderung mem-bully Menteri Terawan itu dapat menjadi preseden buruk bagi pihak-pihak penyelengggara acara serupa "Mata Najwa". Penyelenggara talk show berpotensi meniru aksi Najwa mem-bully tokoh publik yang menolak menghadiri acaranya karena urusan lebih urgen.

"Agenda kegiatan seorang Menkes tentu sangat padat, dan beliau pasti memiliki skala prioritas mana yang sangat penting, penting, kurang penting dan tidak penting untuk dihadiri," ungkap Dar Edi.

Menurutnya, pemirsa televisi Indonesia bisa menilai sendiri apakah Najwa terlihat berusaha untuk memahami kesibukan seorang Menteri Kesehatan atau malah sebaliknya; cuma ingin dimengerti karena rasa jemawa. 

Dar Edi Yoga sendiri menilai Menteri Terawan sebagai pejabat publik yang tidak haus pemberitaan. Bagi Terawan, kerja dalam diam sambil menyelesaikan berbagai persoalan adalah hal utama.

"Ketika dia berseteru dengan IDI terkait metode cuci otak, tidak pernah Terawan berupaya membela diri dengan membuat jumpa pers atau hadir di acara televisi untuk klarifikasi," ujar Dar Edi.

Di sisi lain, Dar Edi mengetahui Terawan adalah tokoh kesehatan yang telah mendapatkan berbagai penghargaan internasional atas penemuan-penemuannya. Ia menyebut, puluhan ribu orang telah tertolong dengan metode penyembuhan yang digagas Terawan.

"Walaupun Terawan dibully seperti apapun, dia tidak akan pernah mau menanggapi. Ibarat jika ada yang menampar pipi kanannya maka dia akan memberi pipi kirinya," ujar Dar Edi Yoga.

Sementara itu, dosen hukum media Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, C. Chelsia Chan, SH.LL.M, mengingatkan bahwa Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang disusun bersama oleh stakeholder penyiaran dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat tahun 2012, secara khusus Pasal 30 ayat (1), mengatur bahwa lembaga penyiaran harus menghormati hak seseorang yang menolak berpartisipasi dalam sebuah program siaran. 

"Di sisi lain Pasal 35 mengatur bagaimana pewawancara suatu program siaran wajib mengikuti ketentuan untuk tidak memprovokasi narasumber dan/atau menghasut penonton dan pendengar. Terlepas bahwa program siaran tersebut mengangkat masalah yang erat hubungannya dengan kepentingan publik," jelas Chelsia Chan.

Komentar