Rabu, 08 Mei 2024 | 19:39
NEWS

Harga Murah Picu Peningkatan Perokok Anak

Harga Murah Picu Peningkatan Perokok Anak
Ilustrasi. (Pixabay)

ASKARA - Terjangkaunya harga rokok yang dijual dinilai menjadi salah satu pemicu terjadinya peningkatan perokok anak di Indonesia. 

Hal ini berdasarkan hasil survei perokok anak yang dilakukan sejumlah pegiat perlindungan anak bersama Yayasan ALIT Indonesia. 

"Kami melihat dari beberapa wilayah dampingan ALIT, banyak sekali anak-anak yang sudah merokok di saat tubuhnya belum mampu menerima paparan zat atau kandungan berbahaya dari rokok," ujar Lisa Febriyanti, Tim Baseline Survey Yayasan ALIT Indonesia, dalam paparannya, Senin (28/9). 

Dia kemudian melanjutkan paparan temuan di lapangan tentang perokok anak pada 506 responden dari lima wilayah cluster yang disurvei di Jawa Timur. Adapun, hasil survei menunjukkan bahwa dari seluruh responden yang diwawancarai, sebanyak 87 persen perokok anak memiliki anggota keluarga dewasa yang juga merokok. Selain itu, sebanyak 85 persen anak tersebut pernah diminta atau disuruh orang dewasa untuk membeli rokok. 

"Yang memprihatinkan adalah 87 persen dari anak mengaku sebagai perokok aktif atau merokok sudah menjadi keseharian mereka, dan sebagian besar dari mereka sudah mulai merokok di usia 13-14 tahun," kata Lisa.

Tim Survei juga menemukan bahwa ada anak berusia lebih muda yang sudah mulai merokok yakni di usia lima tahun. 

"Sebanyak 79 persen perokok anak membeli sendiri rokoknya, dan ternyata sebanyak 72 persen penjual rokok membiarkan anak-anak membeli rokok," terang Lisa.

Dalam survei juga ditemukan bahwa rata-rata perokok anak menggunakan sebagian uang sakunya untuk membeli rokok. 

"Harga rokok yang dibeli anak bervariasi, dari pernyataan responden dan dibandingkan dengan harga pada pita cukai, terdapat beberapa merek yang didapatkan anak-anak secara lebih murah. Temuan kami, ada anak-anak yang mendapatkan rokok lebih murah dibandingkan harga yang dibanderol," jelas Lisa. 

Direktur Eksekutif Yayasan ALIT Indonesia Yuliati Umrah berharap agar pemerintah mencabut segala aturan yang masih memungkinkan rokok dijual lebih murah lagi. 

"Saya setuju kalau ketentuan tersebut dihapus saja. Harga rokok sudah terlalu murah kalau diperbolehkan dijual di bawah 85 persen. Anak pasti bisa beli dengan uang sakunya," ujarnya. 

Yuliati mengatakan bahwa Yayasan ALIT Indonesia mengusulkan kepada pemerintah untuk mencabut ketentuan tersebut demi melindungi anak-anak dari ancaman rokok. 

Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Politik Masalah Pemerintahan dari Universitas Airlangga (Unair) Kris Nugroho menduga masih terdapat celah dari penegakan regulasi. 

"Perusahaan rokok bisa bermain untuk memanfaatkan kelemahan produk hukum. Yang bisa kami cermati di sini adalah aturan itu sudah termasuk keputusan ekonomi politik yang merupakan titik temu berbagai kepentingan bisnis rokok dengan kementerian," jelasnya. (jpnn)

Komentar