Jumat, 10 Mei 2024 | 20:12
COMMUNITY

Menuntaskan Misi Pendakian Seven Summit dalam Dua Bulan

Menuntaskan Misi Pendakian Seven Summit dalam Dua Bulan
Sofyan Arief Fesa (kaus biru), Ketua Tim Pendakian Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (ISSEMU) 2009 Berbagi pengalaman mendaki seven summits. (Dok: Youtube Elpala)

ASKARA - Ketangguhan fisik dan mental menjadi hal paling penting menaklukkan 7 Puncak tertinggi di 7 benua atau lebih dikenal Seven Summit. Itulah yang dilakukan Tim Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (ISSEMU) 2009. 

Ada empat pendaki yang tergabung dalam tim tersebut, yaitu Sofyan Arief Fesa ditunjuk sebagai ketua tim pendakian, Xaverius Frans, Janatan Ginting, dan Broery Andrew Sihombing. Mereka sukses menjadi seven summiters dunia pertama dari Indonesia. 

Cartensz Pyramid menjadi gunung pertama yang didaki Tim ISSEMU. Tim ini sukses menggapai puncak Cartensz Pyramid bersama dengan tujuh pendaki Mahitala Unpar lainnya pada 23 dan 26 Februari 2009. 

"Di Papua 2009 bulan Januari setelah itu buat buku, buat laporan bikin buku setahun sampai Februari 2010. Setelah mengeluarkan buku sebenarnya mancing sponsor," kata Sofyan Arief Fesa dalam dialog Youtube Elpala, Rabu (10/6).

Ian sapaan akrabnya menuturkan, bahwa pihak sponsor yang pertama menawarkan kebetulan mereka juga bersedia. Akhirnya terlaksana untuk menyelesaikan misi mendaki seven summits. 

"Setelah sponsornya nawarin, kita juga harus disiapin dulu benar tidak kita siap. Dari segi orangnya, latihan fisiknya, peralatannya dan dari segi biayanya itu kita presentasikan ke sponsor," ucap Ian. 

Kesepakatan dengan sponsor bulan Mei 2010, kemudian Tim ISSEMU melanjutkan pendakian enam gunung tertinggi lainnya setelah Cartensz Pyramid menjadi yang pertama ditaklukkannya. 
 
"Waktu itu mulai sekitar Mei-Juni akhirnya sponsornya mau. Juli itu kita mulai berangkat mulai start. Untuk 6 gunung dari Juli 2010 sampai Juni 2011 satu tahun," tutur Ian. 

Pendakian kedua ke Puncak Kilimanjaro (5.895 mdpl) di Afrika dan ke Puncak Elbrus (5.642 mdpl) di Rusia. Beberapa bulan kemudian, lanjut lagi ke Vinson Massif (4.892 mdpl) di Antartika. 

Selanjutnya ke Aconcagua (6.961) di Argentina. Lalu, lanjut ke Everest (8.848 mdpl) dan ditutup di Denali (6.194 mdpl) di Alaska. Proses seleksi misi mendaki 7 puncak tertinggi itu tentu berbeda proses seleksi pada umumnya. 

"Kalau seven summits ini beda sistemnya. Karena dari yang pernah ke Papua tahun 2009, hanya disaring jadi yang pernah ke Cartensz waktu itu ada 7 orang. Itu hanya ditawarin aja," ungkapnya. 

Namun tidak sembarang menawarkan ikut pendakian. Tentu dipaparkan risikonya. Antara lain kuliah menjadi terhambat bahkan sampai kehilangan nyawa. 

"Risikonya sudah pasti kuliah kemungkinan bisa di-drop out, celaka yang parahnya bisa meninggal. Jadi dari 7 orang itu yang siap 4 orang," imbuhnya.

Kendati demikian sejumlah teman lainnya tetap membantu mereka. Untuk persiapan yang dilakukan tidak terlalu lama namun tetap yakin dengan kemampuannya. 

"Prosesnya cepat kita hanya punya sebentar sekitar 2 bulan jadi siapin strateginya itu, bagaimana memilih orangnya terus strateginya. Jadi kita tidak punya waktu banyak ikutin prosedur seleksi yang biasa," tandas pria kelahiran Bandung itu. 

Komentar