Jumat, 17 Mei 2024 | 17:55
NEWS

Ketika Ubi Kayu Mempererat Ikatan Silaturahmi

Ketika Ubi Kayu Mempererat Ikatan Silaturahmi
Pengasuh Pondok Pesantren Sabilulhuda, Pakem Sleman, menerima tokoh Katolik Yogyakarta (Istimewa)

ASKARA - Selain makanan pokok ternyata ketela pohon (ubi kayu) mampu menjadi sarana memperkuat tali silaturahmi. Hal itu terlihat saat warga dan pengasuh Pondok Pesantren Sabilulhuda, Pakem Sleman, menerima tokoh Katolik Yogyakarta, Minggu (17/5). 

Dalam pertemuan tersebut diserahkan 1.500 bibit ubi kayu kepada Pengasuh Pondok Pesantren Sabilulhuda, KH Sigit Hidayat Nuri. 

Tamu tersebut yakni Romo Ferdinandus Effendi Kusuma Sunur SJ yang kesehariannya berkarya sebagai Romo Mahasiswa dan di Kevikepan DIY, Romo Antonius Banu Kurnianto Pr selaku Romo Paroki Santa Maria Asumpta, Pakem, Sleman dan Benedictus Belariantata sebagai Ketua Ikatan Sarjana Katolik Indonesia Sleman.  Hadir pula dalam pertemuan tersebut Makruf Wahyu yang dikenal dengan sebutan Gus Makruf.

"Ternyata Corona tak hanya membawa duka tapi juga membawa suka cita. Satu refleksi bahwa memang kita berasal dari roh yang sama yang membuat kita terhimpun satu sama lain," ungkap Romo Ferdinandus Effendi Kusuma Sunur.

Gus Makruf yang mewakili Pondok Pesantren menegaskan, pandemi Covid-19 itu menyerang siapa saja, tidak membedakan agama, suku, ras atau penduduk mana.  Dampaknya, semua sendi kehidupan manusia luluh lantak tanpa kecuali. Termasuk, hubungan kekerabatan, kemasyarakatan dan lainnya. 

“Justru di sinilah sebenarnya kita semua tanpa dipandang latar belakang, asal usul seseorang menghadapi musuh bersama dan harus dicarikan jalan keluar bersama. Ini memberi pelajaran bagi kita semua, apapun agamamu, apapun sukumu, apapun kebangsaanmu, penderitaan kita sama. Dan justru di sinilah, tali silaturahmi harus diperkuat untuk menghadapi penderitaan,” tegas Gus Makruf.

Makna dari bibit ketela pohon ini, lanjut Gus Makruf, bukan sekedar bibit tetapi justru kehidupan. Ketela pohoh relatif tanaman yang cepat menghasilkan dibandingkan tanaman-tanaman pangan lainnya. Ini artinya, kata Gus Makruf, kehidupan manusia, hubungan kemasyarakatan tanpa sekat harus segera dipulihkan dengan cara yang sederhana dan bukan dengan cara yang sulit.

“Ini menjadi media kita untuk mengenal satu sama lain secara lebih baik. Sekaligus, dari tanaman itu nanti bisa menarik mata air sekaligus orang mendapatkan manfaat. Ketela ini juga bagian dari konsep kita karena ketela ini ketahanan pangan karena ke depannya ini ada potensi ke depan ini kita akan kesulitan. Maka salah satu yang paling mudah untuk ditanam dan untuk bisa memberikan sumber pangan adalah ketela pohon. Inti gotong royong ada di sini, dan gotong royong untuk kehidupan,” tandas Gus Makruf.

Pihak Romo Paroki Gereja Santa Maria Asumpta yang bertetangga dengan pondok pesantren berharap agar ke depannya kerja sama kedua belah pihak terjalin terus. Agar nantinya bisa memberikan manfaat bagi banyak orang.

"Semoga ini akan bermanfaat bagi kita. Nanti ke depannya akan diperbanyak untuk dibagikan kepada masyarakat. Bagian memberi pemanfaat yang optimal kepada masyarakat," ungkap Antonius Banu Kurnianto Pr. 

Sementara itu, Benedictus Bela Rian berharap, tali silaturahmi seperti ini dijalin terus dan dikembangkan secara luas tidak hanya untuk Pakem, Sleman.  Menurutnya, masyarakat Yogya banyak yang telah meninggalkan budaya silaturahmi berdasarkan budaya dan adat. Begitu banyak nilai budaya lokal yang memberikan arah kepada masyarakatnya dalam kehidupan bersama.

“Pakem, Sleman adalah rumah bersama. Semua penghuni rumah harus makan dan dipastikan tidak ada yang menderita. Itulah substansinya dari silaturahmi dengan menanyakan, Apa kabar? Kabar baik atau kabar buruk itu tergantung pada tetangga atau sesama penghuni. Hari ini saya mendapatkan pelajaran silaturahmi yang luar biasa,” tutur Benedictus Belariantata.

Komentar