Sabtu, 20 April 2024 | 08:49
NEWS

Presiden dan DPR Wajib Tunda Pengesahan RKUHP

Presiden dan DPR Wajib Tunda Pengesahan RKUHP
Unjuk rasa besar-besaran menolak RUU KUHP pada 2019 lalu. (Kompas)

ASKARA - Rencana pemerintah dan DPR yang akan segera mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai kurang tepat lantaran tengah terjadi pandemi virus corona (Covid-19). 

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam menyebut, dari sisi waktu, rencana pengesahan tidak tidak tepat karena sumber daya bangsa sedang berjuang mengatasi pandemi Covid-19. 

"Dari sisi proses diperlukan kajian mendalam dan partisipasi publik memberikan respons atas RKUHP tersebut. Sehingga presiden dan DPR agar memberikan waktu memadai agar hak masyarakat untuk berpartisipasi terpenuhi," jelasnya kepada media, Selasa (7/4).

Sementara dari sisi substansi, Komnas HAM telah menyampaikan Surat Rekomendasi Nomor
062/TUA/IX/2019 kepada presiden dan ketua DPR. 

Isi surat mengingatkan adanya pasal-pasal yang bermasalah, di antaranya terkait dengan berlakunya hukum kebiasaan di masyarakat yang rawan untuk ditafsirkan secara salah. 

"Pidana mati dan tindak pidana khusus khususnya kejahatan yang dianggap kejahatan yang luar biasa seperti pelanggaran HAM yang berat," tutur Choirul Anam. 

Komnas HAM meminta Presiden Joko Widodo dan DPR agar memperhatikan beberapa catatan itu dan membuka kepada publik draf RKUHP yang terakhir sebagai bagian dari hak publik mengetahui dan memenuhi asas transparansi dan akuntabilitas.

"Komnas HAM meminta kepada presiden dan DPR supaya rencana pengesahan RKUHP ditunda. Supaya pembahasan dan pengesahan RKUHP membawa perubahan yang signifikan bagi perlindungan dan penegakan HAM," ujar Choirul Anam.  

Rencana pengesahan RKUHP disampaikan dalam rapat virtual yang dipimpin Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan Rahmat Gobel pada Kamis lalu (2/4).

Azis Syamsuddin mengatakan, persetujuan terhadap tindak lanjut pembahasan RUU Pemasyarakatan dan dalam hal ini RKUHP telah menerima dan koordinasi dengan pimpinan Komisi III.

"Kami menunggu tindak lanjut dari pimpinan Komisi III yang meminta waktu satu pekan dalam rangka pengesahan untuk dibawa ke tingkat dua. Karena pembentukan UU dan tatib, ASN dan MK telah kami sepakati dan setujui," ujarnya. 

Komentar