Kamis, 17 Juli 2025 | 03:00
COMMUNITY

Generasi Muda Khonghucu Kecam Keras Fadli Zon yang Sesat Pikir

Generasi Muda Khonghucu Kecam Keras Fadli Zon yang Sesat Pikir
Kerusuhan Mei 98 dan Js Kristan (Dok Askara)

ASKARA - Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut pemerkosaan massal dalam tragedi Mei 1998 hanyalah "cerita tanpa bukti" menuai kecaman keras. Generasi Muda Khonghucu Indonesia (GEMAKU) menilai pernyataan tersebut tidak hanya sesat pikir, tapi juga mencabik kembali luka lama korban dan keluarga.

“Semua bukti kekerasan seksual 1998 sudah terang benderang. Pernyataan Fadli Zon itu sangat memilukan dan tidak berperasaan,” tegas Ketua Presidium GEMAKU, Js Kristan, dalam pernyataan resminya, Sabtu (14/6).

Kristan merujuk Laporan Akhir Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Komnas HAM tertanggal 23 Oktober 1998 yang mendokumentasikan kekerasan seksual terjadi di Jakarta, Medan, dan Surabaya. “Dokumennya lengkap dan tegas. Apa yang disampaikan Fadli justru menunjukkan upaya pembelokan sejarah yang sangat berbahaya,” ujarnya.

Menurutnya, sangat ironis seorang Menteri Kebudayaan justru menunjukkan sikap yang tidak berbudaya dan tak berpihak pada korban. “Apakah Fadli tidak punya hati? Dia menebar ilusi dan mengabaikan fakta menyakitkan yang telah diakui lembaga resmi negara,” cetus Kristan.

Kristan menilai, Fadli telah gagal memahami esensi sejarah sebagai pembelajaran. “Menulis ulang sejarah bukan berarti menghapus bagian kelamnya. Justru dari luka sejarah itulah bangsa bisa belajar dan tidak mengulanginya,” katanya.

GEMAKU mendesak Fadli Zon mencabut ucapannya dan meminta maaf secara terbuka kepada publik, terutama para korban dan keluarga. “Jika dia masih punya nurani, segeralah minta maaf. Jika tidak, kami harap orang-orang di sekelilingnya masih punya akal sehat untuk memberinya pemahaman,” tegasnya.

Lebih jauh, Kristan menyerukan agar Fadli Zon mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Kebudayaan karena dinilai sudah membuat gaduh, mencederai korban, dan menyakiti ingatan kolektif bangsa. “Pernyataannya adalah bentuk penyangkalan terhadap sejarah dan pelanggaran etika jabatan publik,” ujarnya.

GEMAKU juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu mengawal narasi sejarah bangsa agar tidak ditulis ulang secara sewenang-wenang oleh penguasa. “Jangan biarkan sejarah bangsa ini menjadi versi penguasa. Fakta tetaplah fakta, bukan ilusi politik,” tandas Kristan.

GEMAKU mendesak Presiden Republik Indonesia untuk mengevaluasi ulang arah penulisan sejarah nasional yang dinilai mulai mengaburkan kenyataan masa lalu. “Kita butuh sejarah yang jujur, bukan yang menyenangkan penguasa,” pungkasnya.


---

Latar Belakang Kontroversi

Polemik ini mencuat setelah Fadli Zon dalam wawancara dengan IDN Times menyatakan tidak ada bukti pemerkosaan massal dalam peristiwa Mei 1998. Ia menyebut narasi kekerasan seksual saat itu hanyalah “cerita” yang tidak memiliki “proof” atau bukti kuat. Fadli bahkan mengklaim bahwa ia pernah membantah laporan Tim Pencari Fakta dan menuding mereka tidak mampu membuktikannya.

“Saya sendiri pernah membantah itu dan mereka tidak bisa buktikan,” ujar Fadli. Ia juga mengatakan bahwa sejarah Indonesia harus disusun dengan nada yang mempersatukan bangsa.

Pernyataan ini langsung memicu reaksi keras dari berbagai kelompok masyarakat sipil, termasuk GEMAKU, yang menilai Fadli sedang menyusun narasi sejarah palsu atas nama rekonsiliasi nasional.

 

 

Komentar