PGI Desak Industri dan Pemerintah Tak Rusak Alam Demi Investasi

ASKARA — Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyatakan keprihatinan mendalam atas makin masifnya eksploitasi alam di Indonesia atas nama investasi. Dalam pernyataan sikap resminya, PGI menegaskan bahwa pembangunan yang mengorbankan keberlanjutan ekologis, keadilan sosial, dan martabat kemanusiaan adalah bentuk keserakahan yang harus dihentikan.
PGI menilai Indonesia sedang menghadapi krisis ekologis yang serius. Hutan tropis dan pulau-pulau kecil dibuka untuk pertambangan, sungai-sungai tercemar limbah industri, dan masyarakat adat terus kehilangan ruang hidup mereka. “Ini bukan hanya krisis lingkungan, tetapi juga krisis keadilan dan kemanusiaan,” kata Pdt. Darwin Darmawan, Sekretaris Umum PGI, Rabu (11/6).
Isu ini menjadi sorotan dalam Sidang Raya XVIII PGI di Rantepao, Toraja, tahun 2024 lalu, yang menekankan pentingnya hidup sebagai terang yang membuahkan kebaikan, keadilan, dan kebenaran. PGI menilai praktik-praktik industri ekstraktif saat ini banyak yang tidak ramah lingkungan dan melanggar prinsip keberlanjutan.
Contoh nyata disebutkan terjadi di Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia dan kawasan wisata internasional. Ekspansi tambang nikel dinilai mengancam kawasan konservasi laut dan situs budaya adat. PGI juga mencatat kerusakan serupa terjadi di Morowali, Halmahera, Pulau Kei, Pulau Buru, Sangihe, hingga Sumatera Utara.
Tiga Seruan PGI
PGI menyampaikan tiga poin seruan penting:
1. Kepada Industri Pertambangan: Didesak untuk menerapkan prinsip responsible mining dan menghormati hak masyarakat lokal melalui prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC). Pelaku industri harus menjadikan reklamasi dan restorasi ekologis sebagai bagian integral dari aktivitas pertambangan, bukan beban pascatambang.
2. Kepada Pemerintah: Didorong lebih selektif dalam menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Kawasan Peruntukan Industri (KPI), khususnya di wilayah konservasi, adat, dan pesisir. PGI juga meminta moratorium penerbitan izin baru di wilayah rawan ekologis, serta audit menyeluruh terhadap AMDAL dan AMDAS, terutama di Raja Ampat dan wilayah-wilayah terdampak lainnya.
3. Kepada Pimpinan Gereja: Ditekankan untuk menjadi teladan dalam pertobatan ekologis dan menyuarakan perlawanan terhadap eksploitasi alam yang merusak. Gereja harus konsisten membela keutuhan ciptaan dan hak-hak masyarakat terdampak.
PGI menilai perlindungan lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab spiritual. "Alam adalah ciptaan Allah yang sakral, dan manusia dipanggil untuk merawatnya, bukan mengeksploitasinya," tegas Darwin Darmawan.
Sebagai penutup, PGI menyerukan spiritualitas keugaharian untuk melawan keserakahan dan menegaskan bahwa masa depan bumi hanya bisa terjaga jika relasi manusia dengan alam dibangun dalam kerendahan hati dan tanggung jawab. “Tuhan memanggil umat-Nya bukan menjadi pelaku kehancuran, tetapi penatalayan kehidupan,” tutup Darwin.
Komentar