Belajar dari Sejarah, Memetik Rahmat Allah: KH. Mohamad Hidayat Kupas Tragedi Uhud dan Ujian Iman!

ASKARA – Dalam kajian tafsir Al-Qur’an yang diselenggarakan di Masjid Jami’ At Taubah, Jl. Kebon Nanas Selatan III No. 3, Jakarta Timur, Ahad malam, 18 Mei 2025, KH. Dr. Mohamad Hidayat, MBA, MH mengupas makna mendalam dari Surah Ali Imran ayat 137-141 melalui kitab Shofwatut Tafsir. Kajian yang bertema "Mengambil Pelajaran dari Sejarah & Perputaran Nasib" ini disampaikan dengan gaya yang menggugah dan penuh makna menjelang akhir tahun Hijriah di bulan Dzulqaidah.
Kajian ini bertepatan dengan bulan Dzulqaidah, salah satu dari empat bulan haram dalam Islam, di mana umat disunnahkan menjauhi konflik dan peperangan. Ini juga merupakan bulan yang mendahului pelaksanaan ibadah haji, mengingatkan umat agar memperbanyak amal dan introspeksi diri
"Sejarah umat terdahulu bukan sekadar cerita, melainkan pelajaran berharga tentang kehidupan, sunnatullah, dan ujian bagi manusia," jelasnya.
Kiai Mohamad Hidayat mengingatkan jamaah bahwa bulan Dzulqaidah termasuk salah satu dari empat bulan haram yang dimuliakan Allah. Di bulan ini, umat Islam dianjurkan menjauhi konflik, menahan amarah, dan memperbanyak amal saleh. “Berbuat zalim pada diri sendiri, artinya kita mengkhianati amanah hidup yang Allah berikan. Dosa itu bukan hanya kepada orang lain, tapi juga pada diri sendiri,” tegas pengasuh PP Tahfizh Al Washiyyah itu.
Beliau menyoroti empat golongan yang mendapat rahmat Allah menurut tafsir ayat:
1. Mereka yang cepat memohon ampun dan tidak menunda taubat.
2. Mereka yang ringan tangan dalam berinfak, baik dalam keadaan lapang maupun sempit.
3. Mereka yang mampu menahan amarah.
4. Mereka yang lapang hati memaafkan kesalahan orang lain.
"Sunatullah itu nyata. Apa pun yang terjadi dalam hidup ini—rezeki, musibah, kemenangan, hingga kejatuhan—semua berada dalam hukum dan ketetapan Allah," lanjut Kiai Mohamad Hidayat. Ia juga membedakan dua jenis Sunatullah: Kauniyyah (hukum alam) dan Ijtimaiyyah (hukum sosial), yang tak terhindarkan dalam kehidupan manusia.
Ia menekankan bahwa kisah-kisah dalam Al-Qur’an, termasuk kehancuran umat-umat durhaka seperti kaum Nabi Nuh, kaum ‘Ad, dan Tsamud, hingga kisah perjuangan Nabi Musa dan Isa, bukanlah fiksi melainkan fakta sejarah yang dihadirkan sebagai pelajaran.
Sejarah kehancuran kaum terdahulu adalah peringatan nyata. menekankan bahwa sunatullah berlaku universal: kejayaan dan kekalahan akan terus bergilir.
Namun dalam setiap musibah, ada dua hasil, penyaringan orang munafik dan pengangkatan syuhada. “Musibah itu bukan akhir, tapi bagian dari proses menuju kemenangan sejati,” ujarnya.
Ujian sebagai Pembuktian Iman
KH. Mohamad Hidayat mengisahkan bagaimana umat Islam awalnya unggul dalam pertempuran melawan Quraisy. Namun godaan dunia, yakni harta rampasan perang, membutakan sebagian pemanah yang meninggalkan pos strategis di Bukit Uhud. “Ketika amanah diabaikan dan arahan Nabi SAW dilanggar, kekalahan pun datang. Inilah sunnatullah: bahwa kemenangan bukan milik yang kuat, tapi milik yang taat,” tegasnya.
Ujian di Perang Uhud, lanjutnya, menjadi sarana untuk membedakan mukmin sejati dari yang munafik dan membersihkan barisan dari kesombongan. Kekalahan itu menjadi titik balik yang menyadarkan umat akan pentingnya disiplin, loyalitas, dan kesabaran dalam perjuangan.
“Jangan ulangi kesalahan Uhud di kehidupan kita. Jangan biarkan godaan dunia menjatuhkan prinsip dan keimanan kita,” tutup Kiai Hidayat penuh makna.
Pada tahun 3 H/625 M, pasukan Islam awalnya unggul melawan Quraisy. Tapi godaan dunia dalam bentuk harta rampasan menggoyahkan pasukan pemanah yang melanggar instruksi Rasulullah SAW. “Inilah titik kejatuhan umat, ketika disiplin digantikan oleh tamak,” ungkapnya.
Kiai Mohamad Hidayat menyebutkan, pasukan Muslim awalnya mengungguli pasukan Quraisy*, tetapi kesalahan fatal terjadi ketika pasukan pemanah meninggalkan pos mereka untuk mengambil harta rampasan perang, mengabaikan perintah Rasulullah SAW. Hal ini menjadi celah bagi pasukan Quraisy untuk menyerang dari belakang, menyebabkan pasukan Muslim kehilangan formasi dan terdesak.
“Ini adalah sunnatullah! Ujian untuk membersihkan dosa, membedakan yang benar-benar beriman dari yang hanya berpura-pura. Dan siapa pun yang tamak, akan merusak kemenangan umat!” tegasnya.
Pelajaran utama dari peristiwa ini adalah pentingnya strategi, keteguhan iman, dan ketaatan terhadap pemimpin dalam menghadapi ujian hidup.
"Kemenangan bukan hanya soal jumlah atau kekuatan, tetapi kesabaran, kedisiplinan, dan kesetiaan terhadap prinsip," kata Kiai Mohamad Hidayat..
Selanjutnya, KH Mohamad Hidayat membedah Tafsir Surah Ali Imran ayat 137–141 dari kitab Shofwatut Tafsir. “Allah tegaskan bahwa sejarah umat terdahulu bukan dongeng. Itu fakta, dan setiap umat yang mendustakan kebenaran, kehancurannya nyata!” tegas Kiai Hidayat.
Ayat-ayat tersebut menyoroti bahwa umat Islam harus mengambil pelajaran dari sejarah umat-umat terdahulu yang mendustakan rasul-rasul. Dalam perang Uhud, kekalahan kaum Muslim menjadi pelajaran keras: bahwa iman bukan sekadar klaim, tapi diuji dengan luka dan kehilangan.
Allah juga menguji orang-orang beriman dengan musibah untuk membedakan mereka dari orang-orang munafik dan untuk mengurangi serta menghancurkan orang-orang kafir.“Allah menguji bukan untuk menghancurkan kita, tapi untuk menyaring yang sungguh-sungguh dari yang munafik,” ujarnya.
Ayat-ayat Surah Ali Imran 137-141 mengingatkan bahwa setiap peristiwa yang terjadi dalam sejarah umat Islam adalah bagian dari hukum Allah (sunnatullah).
Ayat 137
Allah mengingatkan bahwa banyak umat terdahulu yang dihancurkan karena mendustakan para rasul. Ayat ini mengingatkan bahwa telah ada sunnatullah (hukum-hukum Allah) sebelum umat Islam, dan umat Islam seharusnya memperhatikan akibat dari orang-orang yang mendustakan rasul-rasul.
Allah berfirman: "Sungguh, telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah (Allah), karena itu berjalanlah kamu ke (segenap penjuru) bumi dan perhatikanlah bagai-mana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul)."
Ayat 138-139
Umat Islam harus tetap tegar dalam menghadapi ujian dan tidak boleh merasa lemah atau putus asa. Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman akan diuji dengan berbagai musibah, baik itu berupa kekalahan dalam perang, kesusahan, atau ujian lainnya.
Ujian ini bertujuan untuk membedakan orang-orang yang benar-benar beriman dengan orang-orang yang munafik. "Inilah (Al-Qur'an) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa."
KH Mohamad Hidayat menekankan bahwa musibah yang menimpa orang beriman adalah pembersih dosa, sedangkan untuk orang zalim dan kafir, musibah adalah awal kehancuran. “"Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman."
Ayat 140-141
Allah memberikan ujian untuk membersihkan dosa orang beriman dan membinasakan orang-orang zalim. Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa ujian yang menimpa umat Islam adalah untuk memperbersih dosa-dosa mereka dan membinasakan orang-orang kafir. Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim dan akan membinasakan mereka karena perbuatan mereka yang salah.
"Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim."
"Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang kafir."
KH. Mohamad Hidayat menegaskan bahwa peristiwa itu sarat pesan bagi umat akhir zaman. “Perang Uhud bukan sekadar kekalahan militer, tapi ujian akidah dan ketaatan yang menyingkap siapa mukmin sejati dan siapa yang sekadar ikut arus,” ujarnya.
Ujian dan musibah bukan tanda kebinasaan umat Islam, melainkan mekanisme Allah untuk menyaring, membersihkan, dan mengangkat derajat orang beriman “Jangan lemah, jangan bersedih, karena kalianlah yang paling tinggi derajatnya jika beriman,” tegasnya
Komentar