Hari Kartini 2025: Antara Perayaan dan Kontroversi Libur Nasional yang Belum Diakui

ASKARA - Tanggal 21 April kembali diperingati sebagai Hari Kartini, kembali menjadi momen penting untuk mengenang perjuangan R.A. Kartini dalam memperjuangkan hak-hak perempuan di Indonesia. Tahun ini, perayaan berlangsung semarak di berbagai daerah, ditandai dengan lomba busana tradisional, seminar emansipasi wanita, hingga pertunjukan budaya yang mengangkat semangat perjuangan Kartini.
Namun di tengah kemeriahan, perdebatan soal status Hari Kartini sebagai hari libur nasional kembali mencuat di media sosial. Banyak warganet berpendapat bahwa Hari Kartini layak dijadikan hari libur untuk menghormati jasa besar Kartini dalam menciptakan kesetaraan gender di Indonesia. Warganet mempertanyakan mengapa hari bersejarah ini belum ditetapkan sebagai hari libur, meski telah diakui sebagai hari nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 1964.
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2025, Hari Kartini tidak masuk dalam daftar hari libur nasional. Artinya, meskipun telah ditetapkan sebagai hari nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 1964, tanggal 21 April tetap menjadi hari aktif kerja dan sekolah seperti biasa.
Makna Hari Kartini di Tengah Polemik
Meski bukan hari libur, Hari Kartini tetap menjadi simbol penting dalam memperjuangkan kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan. Perayaan ini mengingatkan masyarakat akan pentingnya pendidikan, kebebasan berpikir, dan pemberdayaan perempuan, sebagaimana yang diperjuangkan oleh Kartini melalui gagasan-gagasannya yang tertuang dalam buku "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Diskusi mengenai status Hari Kartini sebagai hari libur nasional mencerminkan apresiasi masyarakat terhadap perjuangan Kartini. Banyak yang berharap, ke depan pemerintah bisa mempertimbangkan untuk menjadikan Hari Kartini sebagai hari libur nasional sebagai bentuk penghormatan yang lebih nyata terhadap tokoh emansipasi wanita ini.
Komentar