Rabu, 21 Mei 2025 | 04:33
NEWS

Mutasi Pejabat Tanpa SK Bupati, Pemkab Maybrat Dituding Langgar Aturan

Mutasi Pejabat Tanpa SK Bupati, Pemkab Maybrat Dituding Langgar Aturan
Kantor Pemkab Maybrat (Dok Panca)

ASKARA – Polemik mutasi dan rotasi pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat Daya, menuai sorotan tajam dari publik. Kebijakan tersebut dinilai janggal dan tidak sesuai prosedur hukum administrasi.

Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafy, menyebut mutasi itu cacat hukum karena tidak disertai Surat Keputusan (SK) Bupati Maybrat, Karel Murafer, melainkan hanya berlandaskan Surat Perintah dan Nota Dinas.

“Kami menerima laporan bahwa sejumlah pejabat digeser dari jabatannya hanya berdasarkan Nota Dinas dan Surat Perintah, tanpa SK Bupati. Ini sangat janggal dan tidak sah secara administrasi,” kata Uchok kepada JurnalPatroliNews di Jakarta, Minggu (20/4/2025).

Pernyataan itu menanggapi penjelasan Bupati Maybrat yang dilansir pbdnews.com pada Kamis (19/3/2025). Dalam keterangannya, Bupati Karel Murafer menyebut pengangkatan pelaksana harian (Plh) Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Plh Kepala BPKAD sebagai bagian dari hak prerogatif kepala daerah, dengan persetujuan Gubernur Papua Barat Daya dan Menteri Dalam Negeri.

Namun menurut Uchok, tidak adanya SK Bupati dalam proses mutasi tetap merupakan pelanggaran. Ia menegaskan bahwa hanya SK Bupati yang memiliki kekuatan hukum dalam pengangkatan maupun pemberhentian pejabat struktural.

“Nota dinas tidak bisa menggantikan SK. Nota hanya bersifat internal dan tidak memiliki daya hukum untuk menetapkan jabatan struktural, apalagi untuk posisi strategis seperti kepala dinas,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa tindakan itu melanggar sejumlah regulasi penting, mulai dari UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, PP Nomor 11 Tahun 2017 juncto PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS, hingga Permendagri Nomor 73 Tahun 2016.

“Dalam Permendagri disebutkan, kepala daerah tidak boleh mengganti pejabat dalam enam bulan pertama masa jabatan, kecuali dengan persetujuan Mendagri. Anehnya, mutasi ini justru menggantikan pejabat aktif dengan SK sah sejak 2022,” ujarnya.

Uchok juga menyampaikan bahwa keresahan di kalangan ASN Pemkab Maybrat semakin meluas. Banyak yang menilai proses mutasi ini dilakukan secara mendadak, tertutup, dan tidak transparan.

Untuk itu, Uchok mendesak pemerintah pusat mengambil langkah tegas. Ia meminta BKN, Kementerian PAN-RB, Kemendagri, hingga Ombudsman RI mengaudit proses mutasi tersebut.

“Ini bukan sekadar pelanggaran prosedur. Ini soal kredibilitas pemerintahan daerah dan perlindungan terhadap ASN yang wajib bekerja dalam kepastian hukum,” tegasnya.

Uchok pun berharap Bupati Maybrat bersikap terbuka kepada publik agar polemik ini tidak semakin berlarut.

“Pemerintah yang kuat adalah yang berani bertanggung jawab dan terbuka atas kebijakan, terutama jika menyangkut jabatan publik,” pungkasnya.

 

Komentar