Dua Kapal Perang China Melintas di Selat Sunda: Isyarat Strategis atau Rutinitas Militer?

ASKARA - Pada Minggu, 9 Maret 2025, dua kapal perang Angkatan Laut China, yaitu Destroyer Type 055 PLANS Zunyi (107) dan kapal pengisian ulang Type 903 PLANS Weisanshu (887), melintas di Selat Sunda. Kehadiran kapal-kapal ini mengejutkan penumpang kapal feri rute Merak-Bakauheni yang sempat mengabadikan momen tersebut. Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi mengenai tujuan dan aktivitas kapal perang tersebut di perairan Indonesia.
Melintasnya kapal perang asing di Selat Sunda bukanlah kejadian pertama. Pada April 2021, dua kapal riset China, termasuk Yuan Wang 6, terdeteksi melintas di Selat Sunda dalam kondisi langit gelap gulita. Kapal Yuan Wang 6 dikenal sebagai kapal pelacak satelit dan rudal balistik dengan panjang 222 meter dan bobot mati mencapai 22.686 ton.
Selain itu, aktivitas kapal China juga terpantau di wilayah perairan Indonesia lainnya. Pada Januari 2023, kapal penjaga pantai China aktif di Laut Natuna Utara, yang mendorong militer Indonesia mengirim kapal perang, pesawat patroli, dan drone untuk memantau aktivitas tersebut. Pada Oktober 2024, Badan Keamanan Laut (Bakamla) mengusir kapal penjaga pantai China dari perairan Natuna Utara, menandai ketiga kalinya kapal China diusir dari wilayah yurisdiksi Indonesia dalam sepekan.
Melintasnya kapal perang China di Selat Sunda dan aktivitas kapal China di perairan Indonesia menimbulkan pertanyaan mengenai tujuan dan implikasinya terhadap keamanan maritim Indonesia. Meskipun melintasnya kapal asing di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) diperbolehkan sesuai dengan hukum internasional, frekuensi dan jenis kapal yang melintas, terutama kapal militer canggih, memerlukan perhatian khusus dari otoritas terkait untuk memastikan tidak ada pelanggaran terhadap kedaulatan dan keamanan nasional.
Dalam menghadapi situasi ini, Indonesia perlu memperkuat pengawasan dan patroli di wilayah perairannya, serta meningkatkan kerja sama dengan negara-negara tetangga untuk menjaga stabilitas dan keamanan regional. Transparansi dan komunikasi yang baik antara negara-negara yang terlibat juga penting untuk mencegah miskomunikasi dan potensi eskalasi ketegangan di wilayah perairan strategis seperti Selat Sunda dan Laut Natuna Utara. (Dwi Taufan Hidayat)
Komentar