Minggu, 09 Februari 2025 | 22:48
NEWS

Klaim JRN Soal Pagar Laut Pemecahan Ombak Memalukan, Ditertawakan Ilmuwan Oceonografi Dunia

Klaim JRN Soal Pagar Laut Pemecahan Ombak Memalukan, Ditertawakan  Ilmuwan Oceonografi Dunia
Pagar laut misterius di perairan Tangerang (ist)

ASKARA – Pengakuan sekelompok orang yang menamakan diri Jaringan Rakyat Nasional (JRN) sebagai pemilik sekaligus donatur pembangunan pagar laut sepanjang 30 km dianggap janggal oleh Pembina Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Mulyanto. 

Mulyanto tidak percaya kebenaran pengakuan tersebut karena secara tujuan dan pendanaan sangat kontradiktif dengan kondisi di lapangan. 

Begitu pun, lanjut Mulyanto, klaim pembangunan pagar laut itu bertujuan sebagai pemecah ombak untuk menghindari abrasi pantai sangat memalukan. 

"Penjelasan pagar laut itu dibangun untuk memecah ombak sangat irasional. Sekiranya publik mempercayai keterangan ini maka kita akan ditertawakan ilmuwan-ilmuwan oceonografi dunia," sindir Mulyanto. 

Mulyanto melihat ada beberapa kejanggalan atau kontradiksi atas pernyataan JRN itu. 

"Soal pagar laut itu bertujuan agar memudahkan nelayan sangat jauh dari kenyataan. Faktanya pagar laut itu justru membuat rute melaut para nelayan makin jauh. Akibatnya biaya operasional meningkat. Sementara pendapatan nelayan tidak mengalami peningkatan," jelas Mulyanto.

"Pernyataan nelayan pada umumnya, keberadaan pagar laut ini justru merugikan mereka. Membuat mereka harus memutar jauh saat melaut," sambung Mulyanto.

Secara resmi, lanjut Mulyanto, para nelayan sampaikan kepada Ombudsman RI juga kepada media, bahkan Ombudsman sudah menghitung kerugian nelayan akibat pagar ini, yakni tidak kurang dari Rp8 miliar. 

Menurut Mulyanto, klaim pagar laut itu dibangun menggunakan dana swadaya nelayan juga sangat aneh, karena secara hitungan kasar bahan dan jasa membuat pagar laut sangat mahal yakni sekitar Rp500 ribu per meter.  

Kalau dikalikan dengan 30 km (30.000 m), maka total paling sedikit harus dikeluarkan dana sebesar Rp15 miliar untuk membangun pagar laut sepanjang 30 kilometer.

"Mengeluarkan uang sebanyak Ini untuk keperluan publik (tugas negara), yang bukan merupakan kewajiban mereka, adalah hal yang juga sangat kontradiktif dengan kondisi ekonomi nelayan yang sangat memprihatinkan sekarang ini," jelas Mulyanto. 

"Apalagi kalau dikatakan, bahwa pagar laut dari bambu itu bertujuan untuk pemecah ombak, maka logika ini makin kontradiktif alias tidak rasional lagi," tambah Mulyanto. 

Selama ini, tutur Mulyanto, pemecah ombak untuk mencegah aberasi dibuat dari blok-blok beton tetrapot kokoh yang ada di pantai yang tersusun seperti puzzle. 

Mulyanto menyebut pagar bambu itu lebih tepat sebagai patok atau batas proyek reklamasi. 

Karena itu, Mulyanto meminta pemerintah sebaiknya berterus terang kepada publik. 

"Bukan malah ikut-ikutan bersandiwara seolah tidak tahu tujuan sebenarnya pembangunan pagar bambu di sepanjang utara Laut Jawa tersebut," tandas Mulyanto.

Komentar