Minggu, 09 Februari 2025 | 18:09
OPINI

Teori Hans Kelsen vs. Teori Sosiologi dalam Kasus Shin Tae-yong vs. Patrick Kluivert

Teori Hans Kelsen vs. Teori Sosiologi dalam Kasus Shin Tae-yong vs. Patrick Kluivert
Wina Armada (Dok Wina)

Oleh: Wina Armada Sukardi
Analis Sepak Bola

ASKARA - Kedatangan pelatih baru Timnas Indonesia, Patrick Kluivert, pada Sabtu malam (11/1) di Bandara Soekarno-Hatta, tidak serta-merta menghapus kontroversi terkait penggantian Shin Tae-yong. Meski Ketua Umum PSSI Erick Thohir telah memberikan penjelasan, banyak pihak masih mempertanyakan alasan di balik keputusan ini.

Padahal, jika melihat rekam jejaknya, prestasi Shin Tae-yong cukup baik. Ia telah membangun fondasi penting bagi sepak bola Indonesia, seperti disiplin dan profesionalisme. Prestasinya termasuk membawa Indonesia ke Piala Asia 2023, semifinal Piala Asia U-23, dan babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026. Sayangnya, harapan membawa Indonesia ke Piala Dunia 2026 kandas setelah ia diberhentikan.

Alasan Pemecatan Shin Tae-yong
Sejumlah alasan pemecatan Shin Tae-yong telah disebutkan:

1. Masalah komunikasi internal
Erick Thohir menyebut ada ketegangan antara Shin Tae-yong dan beberapa pemain yang menimbulkan ketidakpuasan di tim.

2. Kekalahan melawan China
Shin Tae-yong dinilai tidak memainkan komposisi terbaik, diduga karena sentimen pribadi terhadap beberapa pemain. Kekalahan ini meruntuhkan harapan besar publik.

3. Hasil buruk di Piala AFF
Kegagalan di Piala AFF menjadi puncak kekecewaan, terutama saat Indonesia dikalahkan Filipina di kandang sendiri, sebuah hasil yang mencoreng nama besar Indonesia di Asia Tenggara.

Perspektif Teori Hukum Hans Kelsen

Hans Kelsen, melalui The Pure Theory of Law, menegaskan bahwa penegakan hukum harus murni didasarkan pada norma hukum tanpa dipengaruhi faktor eksternal. Hukum bekerja secara hierarkis, dengan setiap norma tunduk pada norma yang lebih tinggi, hingga mencapai konstitusi sebagai puncaknya.

Jika pendekatan ini diterapkan pada kasus Shin Tae-yong, evaluasi hanya didasarkan pada prestasi di lapangan. Masalah komunikasi internal atau protes pemain tidak relevan selama hasil yang diraih di lapangan baik. Dengan pendekatan ini, Shin Tae-yong tidak memiliki alasan untuk diberhentikan karena kontribusinya yang signifikan terhadap sepak bola Indonesia.

Perspektif Teori Sosiologis

Berbeda dengan teori Kelsen, teori sosiologi hukum menganggap bahwa hukum tidak bisa dilepaskan dari realitas sosial. Penegakan hukum harus mempertimbangkan faktor-faktor sosial, budaya, dan lingkungan yang memengaruhi masyarakat.

Dalam konteks Shin Tae-yong, pendekatan ini menilai bahwa meskipun ia meraih hasil positif, masalah komunikasi, harmoni tim, dan kepemimpinan tetap menjadi pertimbangan. Sepak bola bukan hanya soal hasil, tetapi juga soal dinamika sosial dalam tim. Oleh karena itu, pergantiannya dianggap wajar jika diperlukan untuk menjaga stabilitas jangka panjang.

Tantangan Patrick Kluivert

PSSI tampaknya berupaya menggabungkan kedua teori tersebut: prestasi di lapangan dan harmoni tim. Patrick Kluivert dipilih karena visi kepemimpinannya yang diyakini mampu membawa harmoni antara pemain, pelatih, dan organisasi.

Namun, Kluivert menghadapi tantangan berat. Target terdekatnya adalah membawa Indonesia ke Piala Dunia 2026. Jika gagal, tidak ada ruang untuk pembenaran lebih lanjut, dan masa jabatannya kemungkinan akan singkat. Sebaliknya, jika berhasil, ia akan dianggap sebagai pelatih yang mampu menyatukan dua kepingan penting: prestasi Shin Tae-yong dan harmoni yang selama ini dirasa kurang.

Keberhasilan atau kegagalan Patrick Kluivert akan segera terlihat dalam dua bulan ke depan, ketika ia harus membuktikan diri menghadapi laga-laga penting. Apakah ia mampu membawa Indonesia ke babak final Piala Dunia atau justru menjadi pilihan yang keliru, waktu yang akan menjawab.

 

 

Komentar