Rabu, 15 Januari 2025 | 06:34
OPINI

Program Makan Bergizi Gratis dan Impor Susu Kena Pajak 0 Persen dari Australia dan Selandia Baru

Program Makan Bergizi Gratis dan Impor Susu Kena Pajak 0 Persen dari Australia dan Selandia Baru
Ilustrasi makan siang gratis (Dok Suara Surabaya)
Oleh: Nugraha Wira
 
ASKARA - Program makan bergizi gratis merupakan salah satu program unggulan yang dijanjikan oleh presiden Prabowo Subianto. Program ini akan mulai diselenggarakan pada Januari 2025. Pemerintah menargetkan 3 Juta anak di seluruh Indonesia dalam implementasinya di tahun 2025. Antara lain menu makan siang bergizi adalah lauk, sayur, nasi, dan susu.
 
Kebijakan makan bergizi gratis berpotensi membuka keran impor susu dari Australia dan Selandia Baru. Pasalnya, Australia dan Selandia Baru merupakan salah dua negara produsen susu dengan kualitas terbaik bersamaan dengan kuantitas produksi yang tinggi. Disinyalir harga pasaran impor susu dari Australia dan Selandia Baru lebih murah 5% dari harga impor susu dari negara lain, ditambah dengan kebijakan AANZFTA (Asean Australia new Zealand Free Trade Area) yaitu bea masuk 0% untuk komoditas susu, menyebabkan persaingan komoditas susu dalam negeri semakin berat sebelah.
 
Daftar Tarif Bea Masuk AANZFTA
 
Kebijakan AANZFTA ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia di tahun 2009 dan berlaku hingga sekarang. Siapa sangka kebijakan ini baru dapat dirasakan dampak signifikannya belakangan ini dengan melihat fenomena banyaknya aksi protes petani susu yang membuang ribuan liter susu dikarenakan tidak terserapnya produksi susu mentah lokal oleh industri dalam negeri.
 
Data BPS mengenai Impor susu Januari-Oktober 2024 menunjukkan terjadi lonjakan impor susu sebesar 7,07% dengan jumlah impor total sebesar 257,3 Ribu Ton Susu. Dari jumlah 257,3 ribu ton tersebut, 49,3% berasal dari selandia baru dan 14,84% berasal dari Australia. Tidak heran hal ini menuai banyak protes dari petani susu.
 
Pemerintah harus segera turun tangan, jika tidak, pasar susu segar di Indonesia pelan-pelan dapat dikuasai oleh produk impor. Bahkan menurut pernyataan Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, impor susu kita berada di angka 80% dari konsumsi masyarakat. Angka ini merupakan angka yang sangat besar, mengingat produksi lokal hanya berada di kisaran 20% dari konsumsi masyarakat Indonesia.
 
Pemerintah harus memanfaatkan momentum program Makan Bergizi Gratis ini untuk membantu usaha lokal dan UMKM. Kebijakan ini direncanakan akan dilakukan di tahun 2025, masih ada waktu yang cukup untuk pemerintah mengkaji ulang program ini. Seperti makanan dan minuman yang harus terstandar secara gizi, kualitas, dan sumber produksinya apakah produk Indonesia atau produk ekspor. Dengan begitu, tidak hanya program ini dapat memperbaiki gizi anak sekolah, namun juga dapat meningkatkan perekonomian dan daya saing produsen lokal.
 
Lantas, bagaimana nantinya implementasi kebijakan Makan Bergizi gratis? Kita sebagai masyarakat perlu mengawasi kebijakan ini dengan seksama, sebab anggaran yang dikeluarkan untuk pemerintah dalam program ini direncanakan hingga ratusan triliun. Jangan sampai angka ratusan triliun tersebut lari ke luar negeri dalam bentuk impor bahan makanan, hanya karena bahan makanan tersebut murah dan mendapatkan fasilitas 0% dari pemerintah. Membeli produk-produk impor hanya akan mendatangkan manfaat jangka pendek jika konteksnya produk tersebut adalah ditujukan untuk konsumsi. Pada akhirnya, produk impor konsumsi akan bersaing dengan produk konsumsi dalam negeri, ditambah dengan pajak 0%, produk impor akan jauh menggiurkan dan memperkecil ruang gerak produk dalam negeri.
 
Jika perlu, pemerintah dapat meninjau kebijakan AANZFTA yang ditandatangani lebih dari satu dekade lalu, jika memang terbukti memberikan dampak yang buruk bagi masyarakat. Maka kebijakan ini perlu diubah atau bahkan dihapuskan.
 
 

Komentar