Pembatasan BBM Bersubsidi Lemahkan Daya Beli Masyarakat
ASKARA – Rencana pemerintah membatasi pendistribusian BBM bersubsidi diperkirakan akan memperlemah daya beli masyarakat kelas menengah.
Karena itu, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta kebijakan itu ditunda.
"Apalagi sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut kebijakan tersebut lebih tepat dilaksanakan awal tahun 2025," kata Mulyanto kepada para wartawan, Senin (9/9/2024).
Mulyanto khawatir penerapan kebijakan ini akan memperparah kondisi ekonomi nasional yang sedang tertekan.
Apabila hal tersebut dipaksakan, ujar Wakil Ketua F-PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan ini, bukan tidak mungkin akan menimbulkan gejolak sosial.
"Menurut saya memang sebaiknya pemerintah menunda rencana pembatasan BBM bersubsidi 1 Oktober 2024. Karena kalau ini dilakukan akan semakin memukul kelas menengah. Dan kalau masyarakat kelas menengah bermasalah akan berdampak pada aktivitas ekonomi secara luas," tutur Mulyanto.
Mulyanto menyebut, data mutakhir menunjukan terjadi penurunan jumlah kelas menengah yang ditandai dengan anjloknya jumlah pekerja formal dan meningkatnya jumlah pekerja informal.
"Perbandingan data tahun 2014-2019 dengan 2019-2024 menunjukan grafik terbalik. Periode 2014-2019 angkatan kerja Indonesia lebih banyak diserap sektor formal," ungkap Anggota Baleg DPR RI ini.
Sementara di periode 2019-2024, lanjut Mulyanto, jumlahnya berbalik, angkatan kerja lebih banyak diserap sektor informal daripada formal.
"Hal ini diperparah dengan banyaknya PHK terhadap buruh industri tekstil dan turunannya. Kondisi yang memprihatinkan ini jangan diperburuk dengan pembatasan BBM bersubsidi karena secara langsung akan memperlemah daya beli mereka yang sudah lemah," tegas Mulyanto.
Legislator asal Dapil Banten 3 ini menyarankan sebaiknya kebijakan penting itu diputuskan oleh pemerintahan baru yang akan dilantik pertengan Oktober 2024.
"Dalam masa transisi kepemimpinan nasional seperti sekarang sebaiknya Pemerintahan Joko Widodo fokus menuntaskan sisa program yang sudah berjalan tanpa membuat kebijakan baru yang berpotensi menimbulkan masalah," tandas Mulyanto.
Komentar