Sabtu, 11 Mei 2024 | 14:32
NEWS

Emrus Sihombing: Rocky Gerung Menafikkan Prinsip Demokrasi Komunikasi

Emrus Sihombing: Rocky Gerung Menafikkan Prinsip Demokrasi Komunikasi
Emrus Sihombing (Dok Pribadi)

ASKARA – Prinsip dasar demokrasi, kesetaraan di semua kehidupan sosial, tentu tak terkecuali bidang komunikasi. Karena itu, kesetaraan penggunaan simbol dan atau diksi yang dilontarkan ke ruang publik mutlak harus diindahkan oleh siapapun kepada siapapun.

Jika disimak ucapan Rocky Gerung yang dimuat pada link https://youtu.be/clkiGydUNm0, sebagai salah satu contoh dari banyak sekali yang ia kemukakan di ruang publik, sangat jauh dari prinsip kesetaraan sebagai prinsip dasar demokrasi komunikasi. Disadari atau tidak olehnya, Rocky Gerung telah menapikkan prinsip demokrasi komunikasi itu sendiri.

Demikian dikatakan Komunikolog Indonesia Emrus Sihombing kepada para wartawan, Jumat (18/8/2023).

Untuk menyembunyikan pilihan diksi dan makna yang tidak demokratis itu, menurut Emrus, Rocky Gerung acapkali menggunakan pemikiran kuantitatif (mekanistis) dan kualitatif (prosessual) silih berganti sebagai tindakan pembenaran kepentinganya di ruang publik. 

"Tentu, tujuannya membentuk opini publik yang menguntungkan dirinya, kelompoknya dan kepentingan di belakangnya," kata Emrus.

Jika kepentingannya dapat terwujud dengan pemikiran mekanistis, ujar Emrus, Rocky menggunakannya secara maksimal. 

"Sebaliknya, pemikiran prosessual ia optimalkan bila menguntungkan agendanya. Dua pemikiran tersebut dimanfaatkan secara manipulatif sebagai tindakan membenarkan pandangan dan atau kritiknya," tutur Emrus.

Emrus menilai, Rocky Gerung lebih cenderung sebagai sosok pembenaran daripada menggali kebenaran untuk melahirkan solusi. 

"Rocky menggunakan akal sehat yang belum tentu benar dan juga belum tentu diproduksi dengan sehat akal. Oleh karena itu, khalayak yang belum familier dengan dua pemikiran tersebut akan mudah tergiring atau termanipulasi dari struktur narasi dan argumentasi yang dikemukakan oleh Rocky Gerung," terang Emrus.

Misalnya, sebut Emrus, kedaulatan itu ada di tangan rakyat bukan pada presiden demikian Ricky Gerung. 

Emrus menjelaskan, berbasis pada pemikiran mekanistis sebagaimana tertuang pada konstitusi Indonesia. 

"Selain benar secara normatif, kutipan Rocky Gerung ini salah satu didorong oleh karena menguntungkan dirinya. Sebab, hak-hak perogratif presiden yang ada dikonstitusi, seperti membuat UU bersama legislatif tentang komunikasi, misalnya larangan penyampaian/penyebaran hoax dan ujaran kebencian untuk membangun komunikasi adab di ruang publik tidak dikemukan oleh Roky Gerung," papar Emrus.

Dari aspek aksiologi komunikasi, imbuh Emrus, contoh diksi ujaran kebencian dari seseorang kepada seseorang apapun status sosialnya dan atau kepada program, seperti tolol, dungu dan bajingan.

"Di sisi lain ia menggunakan 
pemikiran kualitatif yang prosessual dengan mengatakan, presiden pememinta-minta suara rakyat. Dalam hal ini Rocky Gerung ingin membangun makna bahwa presiden setara dengan "peminta-minta"," ulas Dosen Fikom UPH, Tangerang ini.

Emrus berpendapat, Rocky sedang mengkonstruksi realitas sosial tertentu di tengah masyarakat sosok presiden yang dia maksud lebih rendah daripada dirinya. 

"Rocky membangun makna dirinya orang superior daripada orang lain. Dengan kata lain, ia sedang merendahkan keberadaan seseorang apapun status sosialnya yang ia kritik dan atau yang dia tidak sukai," ucap Emrus.

Padahal, tambah Enrus nilai dasar demokrasi adalah egeliter atau kesetaraan di semua aspek sosial, temasuk dalam bidang komunikasi, seperti menggunakan pilihan diksi atau label (sebutan) kepada peran sosial seseorang dalam suatu komunitas (negara).

"Karena itu, saya mengajak masyarakat agar hati-hati terhadap pemikiran Rocky Gerung," pungkas Emrus Sihombing.

Komentar