Sabtu, 11 Mei 2024 | 01:14
NEWS

Soal Pendapatan Ekspor Nikel, Mulyanto Sebut Presiden Jokowi Blunder

Soal Pendapatan Ekspor Nikel, Mulyanto Sebut Presiden Jokowi Blunder
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto

ASKARA – Bantahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap pernyataan Pengamat Ekonomi Faisal Basri yang mengatakan hilirisasi nikel hanya menguntungkan Tiongkok merupakan blunder yang menunjukan Presiden tidak mendapat info yang valid.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyebut seharusnya dalam menanggapi pernyataan itu Presiden bicara berdasarkan data, karena data mengenai devisa dan pendapatan negara dari hilirisasi nikel ini tersedia pada kementerian terkait.

"Harusnya menteri terkait membekali data-data yang akurat kepada Presiden Jokowi, sehingga apa yang disampaikan Presiden tepat dan akurat," kata Mulyanto, Senin (14/8).

"Apalagi terkait jawaban Presiden terhadap kritik dari seorang ekonom senior. Inikan kritikan ilmiah dari ekonom yang sarat data. Jadi jawabannya harus matang. Menurut saya, Presiden blunder," lanjut Wakil Ketua F-PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.

Mulyanto prihatin berdasarkan jawaban yang disampaikan ternyata Presiden tidak dapat membedakan antara pendapatan devisa dari ekspor nikel yang sebesar Rp510 triliun dengan penerimaan negara dari komoditas nikel.

"Ini kan dua hal yang berbeda. Devisa masuk kepada investor, sementara penerimaan negara masuk dari pajak baik pph badan, ppn maupun bea ekspor, dan lain-lain," jelas Mulyanto.

Mulyanto menilai data yang disampaikan Faisal Basri lebih masuk akal dibandingkan dengan pernyataan Jokowi, sebab industri smelter menikmati tax holiday dan bebas bea ekspor, sehingga kecil nilai penerimaan negara dari pajak sektor ini.

"Selain itu juga soal penerimaan negara bukan pajak (PNBP), Presiden menjelaskan, industri smelter membayar PNBP. Padahal sama sekali tidak," tegas Anggota Baleg DPR RI ini.

"Negara mendapat PNBP dari pertambangan nikel, bukan dari industri smelter, sehingga tidak ada kontribusi PNBP dari industri smelter," sambung Mulyanto.

Di sisi lain, lanjut Mulyanto, saat dibolehkannya ekspor bijih nikel, pemerintah malah memungut bea ekspor, sehingga sebelumnya ada penerimaan negara dari bea ekspor bijih nikel.

"Soal-soal ini yang harusnya disiapkan dan dijelaskan kepada publik oleh menteri terkait. Bukan membiarkan Presiden menjawab awak media tanpa data yang cukup," imbuh Mulyanto.

"Saya sendiri tidak yakin, dalam skema yang ada sekarang ini, negara benar-benar diuntungkan dari program hilirisasi nikel.  Apalagi kalau yang diekspor adalah NPI dan Fero Nikel, produk nikel setengah jadi dengan nilai tambah rendah," tukas Mulyanto.

Padahal, tutur Legislator asal Dapil Banten 3 ini, cadangan nikel Indonesia, sebagai SDA strategis dan kritis, menurut para ahli tinggal 7 tahun lagi.

"Ini kan harusnya dieman-eman," tandas Mulyanto.

Untuk diketahui Presiden Jokowi di Stasiun Dukuh Atas, Kamis (10/8/2023) merespons tudingan ekonom senior UI Faisal Basri soal hilirisasi nikel yang dilakukan pemerintah Indonesia selama ini justru menguntungkan Tiongkok.

Menurut Jokowi tuduhan itu tidak benar dan mempertanyakan metode yang digunakan Faisal Basri dalam menyatakan Tiongkok dan negara lain diuntungkan dari kebijakan hilirisasi itu.

Komentar