Rabu, 24 April 2024 | 04:53
NEWS

Terima Gelar Profesor Kehormatan Dari Shinhan University Seoul

Prof. Rokhmin Dahuri: Ekonomi Hijau dan Biru Bangun Dunia Sejahtera, Adil, dan Berkelanjutan

Prof. Rokhmin Dahuri: Ekonomi Hijau dan Biru Bangun Dunia Sejahtera, Adil, dan Berkelanjutan
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS Terima Gelar Profesor Kehormatan Dari Shinhan University Seoul (Ist)

ASKARA - Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS mendapatkan gelar Profesor Kehormatan (Profesor Emiritus) dari Departemen of  Internasional Development Cooperation Shinhan University, Korea Selatan, Selasa (8/11). Dihadiri Dr. Kang Sung-jong, Presiden Universitas Shinhan, Profesor dan Dewan Senat Universitas Shinhan, Wakil Rektor dan Dekan Fakultas, Universitas Shinhan, Bupati Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, Indonesia, Perwakilan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Republik Korea, Sivitas Akademika Universitas Shinhan;

“Pada awalnya saya ingin mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Kang Sung-jong, Presiden Universitas Shinhan dan Universitas Shinhan. Sungguh suatu kehormatan dan kehormatan besar bagi saya untuk menerima Profesor Kehormatan,” ujar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University di Shinhan University Seoul, mengangkat tema  “Green and Blue Economy to Build a Prosperous, Just, and Sustainable World”..

Oleh karena itu, Prof. Rokhmin Dahuri berjanji akan melakukan yang terbaik untuk berkontribusi dalam upaya kolaboratif, terpadu, dan berkelanjutan dengan semua pemangku kepentingan untuk menjadikan Universitas Shinhan sebagai salah satu Universitas Kelas Dunia terbaik dalam waktu dekat. “Kontribusi saya akan berupa pengajaran, penelitian, inovasi, dan kerjasama internasional di bidang Pembangunan Berkelanjutan termasuk Ekonomi Hijau, Ekonomi Biru, Teknologi Industri 4.0, dan Sciences of Our Changing Planet Earth,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Prof. Rokhmin memaparkan, sejak Revolusi Industri pertama tahun 1753, Kapitalisme (Paradigma Pembangunan Konvensional) telah membuat perekonomian dunia tumbuh sangat pesat sebesar 3 - 4% per tahun, dari PDB global sekitar US$ 0,45 triliun menjadi US$ 100 triliun pada 2019. Sebelum 1750-an sebagian besar negara di dunia miskin.

Sejak itu jumlah dan persentase orang miskin dunia telah menurun. Apalagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipicu oleh orientasi mencari keuntungan dari Kapitalisme sangat fenomenal yang membuat hidup manusia lebih sehat, lebih mudah, lebih cepat, dan lebih nyaman.

“Namun, Kapitalisme hingga saat ini belum mampu mengangkat warga dunia dari kemiskinan. Kesenjangan antara penduduk kaya vs penduduk miskin (ketidaksetaraan ekonomi) baik di dalam maupun antar negara semakin melebar,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2001 – 2004 itu.

Sebelum Pandemi Covid-19 pada Desember 2019, sekitar 1,3 miliar penduduk dunia tidak memiliki akses listrik, 900 juta tidak memiliki akses air bersih, 2,6 miliar tidak memiliki akses sanitasi yang sehat, dan sekitar 800 juta penduduk pedesaan tidak memiliki akses ke jalan segala cuaca dan terputus dari dunia di musim hujan (IEA, 2016).

Dan, lanjutnya. sekitar 1 miliar penduduk dunia masih hidup dalam kemiskinan ekstrem dengan pengeluaran kurang dari US$ 1,25 per hari, dan sekitar 3 miliar orang (40% populasi dunia) tetap miskin dengan pengeluaran harian kurang dari US$ 1 miliar. $2 (Bank Dunia, 2020).

“Ironisnya, dengan PDB dunia sebesar US$ 100 triliun dan jumlah penduduk dunia sekitar 7,4 miliar jiwa, jika merata maka rata-rata PDB per kapita dunia menjadi US$ 12.500. Ini berarti bahwa semua warga negara di dunia akan sejahtera,” sebut Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – Sekarang.

Dengan kata lain, lanjutnya, dalam 250 tahun terakhir, ekonomi dunia tumbuh sangat tidak merata. Misalnya, pada tahun 2010, orang terkaya di dunia dari 388 orang memiliki lebih banyak kekayaan daripada seluruh separuh bawah populasi dunia (3,3 miliar orang). Pada tahun 2017, kelompok terkaya yang memiliki kekayaan melebihi setengah populasi dunia terbawah telah menyusut menjadi hanya 8 orang. Ketimpangan kekayaan yang sedemikian tinggi telah terjadi tidak hanya antar negara, tetapi juga di dalam negara.

Pertumbuhan ekonomi selama 250 tahun terakhir juga telah menyebabkan degradasi lingkungan besar-besaran yang didorong oleh keserakahan manusia, kegagalan pasar, dan kebijakan yang buruk. Hampir semua negara di dunia mengalami skala penipisan sumber daya alam, hilangnya keanekaragaman hayati, dan pencemaran lingkungan yang membahayakan kehidupan di bumi.

“Kami menebang pohon lebih cepat daripada yang bisa mereka lakukan untuk regenerasi, menggembalakan padang rumput yang berlebihan dan mengubahnya menjadi gurun, pemompaan akuifer, dan mengeringkan sungai. Praktek pertanian kami telah menghasilkan tingkat erosi tanah yang melebihi pembentukan tanah baru, perlahan-lahan menghilangkan kesuburan yang melekat pada tanah. Kami mengambil ikan dari lautan lebih cepat daripada yang bisa mereka lakukan. Kami membuang berbagai limbah yang lebih besar dari kapasitas asimilasi ekosistem alam untuk menetralisirnya yang menghasilkan polusi,” ungkap Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu.

Dr. Kang Sung-jong, Presiden Universitas Shinhan

Kita melepaskan karbon dioksida (CO2) dan Gas Rumah Kaca lainnya ke atmosfer lebih cepat dari yang dapat diserap oleh atmosfer, sehingga menyebabkan pemanasan global (Global Climate Change). Singkatnya, kita meminta lebih banyak dari bumi daripada yang dapat diberikannya secara berkelanjutan, menciptakan “ekonomi gelembung”.

Jadi, terangnya, inilah saatnya untuk mengakui bahwa mesin kapitalis rusak, yang dalam bentuknya yang sekarang mau tidak mau mengarah pada ketimpangan yang merajalela, kemiskinan masif, dan perusakan lingkungan. Kita membutuhkan sistem ekonomi baru yang melepaskan altruisme sebagai kekuatan kreatif yang sama kuatnya dengan kepentingan pribadi. Sistem ekonomi yang mampu menghasilkan pertumbuhan hijau yang inklusif secara berkelanjutan, dan menjadikan dunia nol kemiskinan, nol pengangguran, dan nol emisi karbon bersih.

“Untuk mencapai tujuan ekonomi seperti itu, kita harus membuat perubahan mendasar dalam kerangka teoritis dan praktis Kapitalisme. Perubahan yang memungkinkan individu untuk mengekspresikan diri dengan cara multidimensi dan mengatasi masalah yang belum terpecahkan atau bahkan diperburuk oleh paradigma Kapitalisme yang ada,” ucap Duta Besar Kehormatan Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Korea Selatan itu.

Teori kapitalisme saat ini menyatakan bahwa pasar disediakan untuk mereka yang hanya tertarik pada keuntungan - sebuah interpretasi yang memperlakukan orang sebagai makhluk satu dimensi. Tapi, manusia itu multidimensi. Sementara manusia memiliki dimensi egois, mereka juga memiliki dimensi tanpa pamrih (filantropi, spiritual).

Teori kapitalisme dan pasar¬tempat yang tumbuh di sekitarnya tidak memberi ruang bagi dimensi manusia yang tidak mementingkan diri sendiri. Oleh karena itu, kita harus menafsirkan kembali Kapitalisme dengan memperkenalkan pandangan baru tentang umat manusia - yang lebih dekat dengan Pribadi Sejati daripada Manusia Kapitalis dari teori saat ini.

Hal ini membuat jurang perbedaan dalam konsep kami, dalam praktik kami, dan dalam kerangka kelembagaan ekonomi. Begitu motivasi altruistik yang ada pada semua orang dapat dibawa ke sektor publik dan swasta, akan ada beberapa masalah sosial-ekonomi dan lingkungan yang tidak dapat kita selesaikan.

Pada tataran praktis, Ekonomi Kapitalis yang ada harus diubah menjadi Ekonomi Hijau dan Biru (Ekonomi Melingkar) – di mana material digunakan kembali, diproduksi ulang atau didaur ulang yang secara signifikan dapat mengurangi limbah dan emisi karbon. Ekonomi sirkular membuat peralihan untuk memperpanjang masa pakai produk, menggunakan kembali, dan mendaur ulang untuk mengubah sampah menjadi produk dan kekayaan yang bermanfaat.

Menurutnya, ini adalah sistem ekonomi yang tidak menghasilkan limbah dan emisi; namun menghasilkan lebih banyak barang dan jasa, menciptakan lebih banyak kesempatan kerja, menyumbangkan modal sosial, dan tidak memerlukan biaya yang lebih tinggi.

Foto bersama Dr. Kang Sung-jong, Presiden Universitas Shinhan

Ekonomi sirkular menangani isu-isu keberlanjutan yang lebih dari sekadar pelestarian. Ini melibatkan regenerasi dan memastikan bahwa ekosistem alami (Bumi) dapat mempertahankan jalur evolusinya sehingga semua manusia dapat memperoleh manfaat dari aliran kreativitas, adaptasi, dan kelimpahan alam yang tak ada habisnya.

Maka, lanjutnya, dengan menerapkan generasi teknologi industri 4.0 termasuk Artificial Intelligence, Internet of Things, nanoteknologi, bioteknologi, dan energi terbarukan, ekonomi sirkular akan membangun ekonomi rendah karbon, hemat sumber daya, dan kompetitif di abad ke-21.

Prof Rokhmin Dahuri bersama Bupati Indramayu Nina Da'i Bachtiar, Bupati Subang Haji Ruhimat di sambut hangat oleh rektor Shinhan University Prof. Kang Sung-jong, di Ruang Rektorat, sambil di temani teh hangat

“Akhirnya, semua kebijakan pemerintah harus kondusif bagi penerapan paradigma ekonomi baru tersebut. Dan, indikator kinerja pemimpin (Presiden, Gubernur, Walikota/Bupati, Anggota DPR, dan Dirut) harus mencakup tidak hanya pertumbuhan ekonomi (seperti PDB, nilai ekspor, dan infrastruktur) tetapi juga kesejahteraan rakyat, keadilan, dan kualitas lingkungan dan keberlanjutan,” jelas Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pengembangan Pesisir dan Laut, Universitas Bremen, Jerman itu.

Diakhir sambutannya, Prof. Rokhmin Dahuri mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Kim BoHyuk dan Prof. Kim Sooil yang telah memfasilitasi penganugerahan Emeritus Professorship dari Shinhan University untuknya.

“Penghargaan yang setinggi-tingginya juga saya tujukan kepada istri saya, Dr. Pigoselpi Anas yang telah sangat sabar, tulus, dan penuh kesetiaan dalam mendukung hidup dan karir saya secara terus menerus. Saya juga berterima kasih banyak atas perhatian dan kesabaran Anda dalam mendengarkan pidato saya dan mengikuti upacara secara penuh. Semoga damai sejahtera Tuhan Yang Maha Esa, rahmat. Dan semoga berkah untuk kita semua,” tutupnya.

 

Komentar