Rabu, 24 April 2024 | 18:52
NEWS

Rakernis BRSDM KP Tahun 2022

Prof. Rokhmin Dahuri: Bangun Sektor Kelautan dan Perikanan Berdaulat Menuju Indonesia Emas 2045

Prof. Rokhmin Dahuri: Bangun Sektor Kelautan dan Perikanan Berdaulat Menuju Indonesia Emas 2045
Prof. Rokhmin Dahuri berbicara pada Rakernis BRSDM KP Tahun 2022

ASKARA - Badan Riset Dan Sumber Daya Manusia Kelautan Dan Perikanan (BRSDM KP) menggelar Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Tahun 2022 dengan tema tema SDM Unggul, Ekonomi Biru Tangguh, Masyarakat Sejahtera di The Sultan Hotel and Residence, Jakarta, Selasa (2/8). Rakernis dalam rangka perumusan dukungan seluruh satuan kerja lingkup BRSDM terhadap 3 (tiga) Program Terobosan KKP tahun 2021 – 2024.

Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020 – 2024, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS lewat makalahnya berjudul “Repositioning BRSDM Menjadi BPSDMAK  Untuk Membangun Sektor Kelautan Dan Perikanan Yang Berdaya Saing, Mensejahterakan, Dan Berkelanjutan Menuju Indonesia Emas 2045, menjabarkan sejumlah persoalan bangsa Indonesia dan peluang Indonesia menjadi negara maju, adil, makmur dan berdaulat yakni dengan memanfaatkan potensi kekayaan alam dari sektor kelautan dan perikanan.

“Sejarah dan fakta empiris membuktikan, bahwa bangsa-bangsa yang maju, makmur, dan berdaulat sejak masa Kejayaan Romawi,  the Golden Age of Moslem (Abad-7 M s/d Abad-17 M) hingga Hegemoni Kapitalisme (Abad-18 M – sekarang) adalah mereka yang memiliki SDM berkualitas (unggul) yang mampu menguasai, menghasilkan, dan menerapkan hasil riset (inovasi IPTEKS) dalam segenap aspek kehidupan bangsa nya,” ujar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University tersebut.

Ia mengutip O’Connor and Kjollerstrom, 2008; Altbach and Salmi, 2011; dan Guggenheim, 2012 yang menegaskan, bahwa kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa ditentukan oleh ‘innovation-driven economy’. “Terlebih di dunia yang hyper interconnected dan  globalisasi yang ciri utamanya free trade and competition, maka inovasi adalah kunci untuk memenangkan  persaingan,” ujarnya. Sayangnya, kata Prof. Rokhmin Dahuri, “Malangnya, dari semua indikator kualitas SDM, kapasitas IPTEK dan inovasi bangsa Indonesia, tak terkecuali di sektor Kelautan dan Perikanan, sampai sekarang tergolong rendah.”

Prof Rokhmin memaparkan sejumlah permasalahan  dan tantangan pembangunan kelautan dan perikanan. Antara lain: 1.Pertumbuhan Ekonomi Rendah (< 7% per tahun), 2. Pengangguran dan Kemiskinan, 3. Ketimpangan ekonomi terburuk ke-3 di dunia, 4. Disparitas pembangunan antar wilayah, 5. Fragmentasi sosial: Kadrun vs Cebong, dll, 6. Deindustrialisasi, 7. Kedaulatan pangan, farmasi, dan energy rendah, 8. Daya saing & IPM rendah, 9. Kerusakan lingkungan dan SDA, 10.Volatilitas globar (Perubahan iklim, China vs As, Industry 4.0).

Sedangkan perbandingan pertumbuhan ekonomi, pengangguran, kemiskinan, dan  koefisien Gini antara sebelum dan saat masa Pandemi Covid-19, perhitungan angka kemiskinan atas dasar garis kemiskinan versi BPS (Maret 2021), yakni pengeluaran Rp 472.525/orang/bulan. Garis kemiskinan = Jumlah uang yang cukup untuk seorang memenuhi 5 kebutuhan dasarnya dalam sebulan. Sementara menurut garis kemiskinan Bank Dunia (2 dolar AS/orang/hari atau 60 dolar AS (Rp 840.000/orang/bulan), jumlah orang miskin pada 2020 sebesar 100 juta jiwa (37% total penduduk).

Sejak krisis multidimensi 1997 – 1998, Indonesia mengalami deindustrialisasi, yakni suatu kondisi perekonomian negara, dimana kontribusi sektor manufakturing (pengolahan) nya sudah menurun, tetapi GNI per kapitanya belum mencapai 12.695 dolar AS (status negara makmur). Pada 1996 kontirbusi sektor manufacturing terhadap PDB Indonesia sudah mencapai 29%, tapi tahun 2020 kontribusinya hanya sebesar 19%Padahal, seperti sudah saya sebutkan diatas, GNI perkapita Indonesia tahun lalu hanya 3.870 dolar AS.

Yang sangat mencemaskan adalah bahwa 30% anak-anak kita mengalami stunting, 17,7% bergizi buruk, dan 10,2% berbadan kurus akibat kurang makanan bergizi (Kemenkes dan BKKBN, 2022). Apabila masalah krusial ini tidak segera diatasi, maka generasi penerus kita akan menjadi generasi yang lemah fisiknya dan rendah kecerdasannya (a lost generation). Resultante dari kemiskinan, ketimpangan ekonomi, stunting, dan gizi buruk adalah IPM Indonesia yang baru mencapai 72 tahun lalu. “Padahal, sebuah bangsa bisa dinobatkan sebagai bangsa maju dan makmur, bila IPM nya lebih besar dari 80 (UNDP, 2021),” katanya.

Ironisnya, sambung Prof. Rokhmin Dahuri, dengan status masih sebagai negara berpendapatan menengah bawah, tingginya angka kemiskinan, besarnya angka stunting, gizi buruk, dan rendahnya IPM; berbagai jenis SDA seperti minyak dan gas, batubara, tembaga, dan hutan sudah banyak yang mengalami overeksploitasi atau terkuras habis. Indonesia pun merupakan salah satu negara yang mengalami kerusakan SDA dan lingkungan terparah di dunia (UNEP, WWF; 2020).

Yang memprihatinkan Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi (terburuk) di dunia. Dimana 1 persen orang terkaya sama dengan 45 persen kekayaan Negara , sementara 10% orang terkaya menguasai 74,1%. “Ketimpangan sosial ini, akan berdampak buruk terhadap kohesifitas sosial, stabilitas politik, dan akhirnya mengguncang iklim investasi dalam negeri,” kata Duta Besar Kehormatan Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Korea Selatan itu.

Dalam kesempatan itu, Prof. Rokhmin Dahuri meminta seluruh satuan pendidikan BPSDMAK-KKP (10 Politeknik, 9 SUPM, 1 Akademi Komunitas, dan 17 outstation) harus menghasilkan lulusan (mencetak Human Capital) yang top quality (unggul). “Atas dasar analisis perkembangan kebutuhan riil SDM KP, maka diusulkan penambahan berbagai jenis satuan pendidikan KP,” tuturnya.

Selanjunya, kata Prof. Rokhmin Dahuri, supaya mampu menghasilkan SDM lulusan yang unggul maka: (1) Dosen, Mahasiswa, dan Tenaga Non-Akademik harus unggul; (2) kurikulum dan metoda pengajaran/pendidikan harus berkelas dunia (Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka); (3) infrastruktur dan sarana (teaching factory, laboratorium, dll) berkelas dunia; (4) tata kelola pendidikan yang terbaik (the best education governance); dan (5) mengembangkan kerja sama Penta Helix. Kemudian, peningkatan kapasitas ASN KKP: (1) studi S2 dan S3 (Doktoral), (2) penataran, (3) seminar, (4) training, dll.

Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) menjabarkan, profil lulusan Satuan Pendidikan KKP yang unggul, antara lain: Pertama, Kompeten dan menguasai IPTEK sesuai bidang ilmu (Prodi) semasa kuliah (Hard Skills); Kedua, Lebih terampil (skillful) dan siap kerja ketimbang lulusan PT umum; Ketiga, Menguasai teknologi digital dan informasi (komputer, HP, dan platform lain) (Hard Skills);

Keempat, Menguasai sedikitnya satu bahasa asing (Inggris, Arab, Mandarin, dan lainnya) (Soft Skills); Kelima,Memiliki Soft Skills (Emotional, Social, and Spiritual Quotient) yang unggul: motivasi tak pernah kering; kreatif; inovatif; kerja terbaik; teamwork (kerjasama); networking (silaturrahim); positive thinking and attitude, dan, akhlak mulia; dan keenam, IMTAQ kokoh menurut agama masing-masing, dan menghormati pemeluk agama lain. 

Terkait peran  dibidang Pelatihan dan Penyuluhan (LATLUH), Prof. Rokhmin Dahuri menerangkan, sasarannya adalah para pelaku usaha dan stakeholders Kelautan dan Perikanan, terutama yang UMKM: nelayan, pembudidaya, pengolah hasil perikanan, industri bioteknologi perairan, petambak garam, pemasar (trader) perikanan, dll;

Materi dan teknik LATLUH harus berdasarkan pada “Need Assessment” (penilaian kebutuhan) dari setiap jenis kelompok pelaku usaha dan stakeholders; Teknik LATLUH: banyaknya peserta, distribusi lokasi, lama, dempond, contoh pengoperasian alat tangkap yang efisien dan ramah lingkungan, tenaga LATLUH, dll;  Perlu Database (Big Data) tentang profil para pelaku usaha dan stakeholders; Atas dasar Big Data itu, susun Rencana Pengembangan LATLUH.

Selanjutnya, jelas Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pengembangan Pesisir dan Laut, Universitas Bremen, Jerman itu, dengan menggunakan teknologi dan manajemen mutakhir, diharapkan dapat dikembangan unit-unit bisnis KP yang produktif, profitable, berdaya saing, mensejahterakan, dan berkelanjutan (sustainable). Lokasi bisnis: ex-unit Riset BRSDM – KKP yang selama ini “Cost Centers” menjadi “Profit Centers”. Investasi dan Modal Kerja: LUMKP, Bank Himbara, Bank Swasta, dan lembaga keuangan lainnya.

Di negara-negara industri maju dan makmur, proses perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan (development planning and decision-making processes) atau penyusunan kebijakan pembangunan berdasarkan pada ilmu pengetahuan (science-based development policies). “Mestinya semua rencana, kebijakan, program, dan regulasi pembangunan sektor KP haruslah berbasis ilmu pengetahuan (sciences),” ujarnya.

Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu menyebutkan, setidaknya peran sentral dan strategis dari BPSDMAK (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Analisis Kebijakan) dalam menyediakan (feeding) informasi ilmiah, metoda ilmiah, dan policy briefs kepada MKP, Ditjen. PT, Ditjen. PB, Ditjen. PDSKP, Ditjen. PRL, Ditjen. PSDKP, dan BKIPM.

Untuk menjawab tantangan diatas, Prof Rokhmin lalu menjelaskan sejumlah langkah yang perlu dilakukan, antara lain: Bekerjasama dengan BRIN, BPSDMAK mengidentifikasi dan memetakan hasil-hasil penelitian yang sudah mencapai tahap prototipe atau Invensi (technological readiness) dari BRIN dan lembaga lainnya, untuk kemudian menghilirisasikannya menjadi Inovasi;

Pada umumnya, hasil-hasil penelitian yang sudah mencapai tahap INVENSI, apalagi sudah menghasilkan INOVASI,bisa diterbitkan di Jurnal Ilmiah Internasional Q-1; Status Pembangunan Beberapa Negara ASIA  berdasarkan GNI (Gross National Income) per kapita (dolar AS) pada 2021; Pada Juli 2021, Indonesia turun kelas kembali menjadi negara menengah bawah.

Indonesia adalah negara dengan sumberdaya keanekaragaman hayati (Kehati) terbesar di dunia. Kehati tersebut seharusnya dimanfaatkan semakminal mungkin untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.

“Indonesia sebagai negara dengan marine biodiversity terbesar di dunia dan terrestrial biodiversity terbesar ketiga di dunia, mestinya sumber daya  Kehati beserta industri hulu dan hilirnya menjadi leading sectors dan prime mover perekonomian nasional yang mampu mengatasi permasalahan bangsa kekinian (seperti pengangguran, kemiskinan, stunting, gizi buruk, dan IPM rendah); dan mengakselerasi terwujudnya Indonesia maju, adil-makmur dan berdaulat (Indonesia Emas) atau paling lambat pada 2045,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2001 – 2004 itu.

        

Komentar