Kisah Indah Penari Merdeka
Tersebutlah seorang penari
Kalau menari di pasar
Semua orang ikut menari
Polisi membawanya ke penjara
Semua narapidana menari
Kakinya dipotong
Ia menari dengan tangannya
Tangannya dipotong
Ia menari dengan badannya
Lehernya dipotong
Ia menari dengan matanya
Polisi kesal dan bertanya:
"Bagaimana membuatmu berhenti menari?"
Jawabnya, untuk menari
Tidak perlu kendang & lagu
Tidak perlu tangan dan kaki
Untuk menari hanya perlu
Jiwa yang merdeka!
Kisah indah tersebut di atas, saya peroleh dari sang maha penulis Indonesia, Eka Budianta melalui WAG Satu Pena diiringi pertanyaan tentang siapakah penulisnya.
Sementara sang maha filsuf Indonesia, Tommy Auwy menyatakan bahwa apabila tidak diketahui penulisnya, berarti kisah indah itu sudah menjadi hak milik semesta.
Lain halnya sang maha jurnalis Indonesia, Muhammad Subarkah menegaskan bahwa kisah indah itu sebangun dan lebih dahulu ada pada kisah sufi Al Halaj di Mesir seribu tahun silam.
Terlepas dari ketidak-jelasan siapa yang menulis kisah indah itu, menurut pendapat saya pribadi kisah tentang jiwa yang merdeka itu memang indah sebab kisah itu sendiri an sich sebagai obyek mau pun subyek sudah cukup serta merta merdeka untuk ditafsirkan oleh siapa saja.
Bagi seorang rakyat jelata yang sedang dirundung cemas dipolisikan sebab mengekspresikan perasaan lewat tulisan seperti saya, kisah indah itu bisa ditafsirkan sebagai ungkapan harapan agar penguasa jangan takabur maka sewenang-wenang memanfaatkan kekuasaan untuk menangkap kemudian menghukum rakyat yang tidak setuju kebijakan penguasa.
Bagi seorang penari, kisah indah itu bisa ditafsirkan sebagai penegasan secara lembut bahwa seni tari potensial didayagunakan secara merdeka untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran manusia.
Bahkan kisah indah jiwa merdeka bisa ditransfer dari seni tari ke seni yang lain seperti seni musik, seni rupa, seni teater, seni sastra mau pun seni tulis seperti yang sedang saya pelajari ini.
Pada hakikatnya kesenian merupakan bagian melekat pada kebudayaan, sementara kebudayaan juga merupakan bagian melekat pada peradaban sebagai anugerah dari Yang Maha Kasih berupa karunia agar setiap insan manusia mampu merdeka mengekspresikan perasaan dan pemikiran masing-masing demi bukan menyengsarakan, namun menyejahterakan umat manusia. MERDEKA!
Komentar