Oiiii, Sipit Bela Arab
PADA 5 Juni 2022, saya menulis naskah "Harapan Jakarta Langit Biru" terbatas sebagai harapan atas penggunaan mobil listrik demi mengurangi pencemaran udara, sesuai pernyataan Presiden Jokowi didampingi Ketua DPR Puan Maharani dan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan pada saat wawancara dengan para wartawan setelah menyaksikan balap mobil Formula E di Sirkuit Ancol, Jakarta. (Pernyataan Presiden Jokowi ditayangkan secara lengkap oleh KompasTV dalam bentuk Breaking News: Kesan Pesan Presiden Jokowi Setelah Menonton Balapan Formula E)
Ternyata naskah "Harapan Jakarta Langit Biru" tersebut memperoleh tanggapan dari pihak yang tidak suka atas penyelenggaraan Formula E di Jakarta dengan komentar kejam dan keji: "Oiiii sipit bela arab. Sama-sama pendatang, pulang sana ke kampung lu".
Pada hakikatnya tanggapan tersebut bernilai ganda, yaitu benar namun sekaligus juga keliru.
Tanggapan itu adalah benar dan tepat apabila hanya terbatas pada pada kata “sipit” sebab mata saya memang sipit akibat secara etno-biologis saya memang digolongkan ke keturunan China. Namun komen tersebut menjadi keliru akibat penggunaan istilah “Arab”.
Komen “sipit bela Arab” menjadi meleset arah sasaran sebab saya yang bermata sipit sebenarnya sama sekali bukan membela Mas Anies yang secara etnobiologis keturunan Arab.
Yang lebih tepat dan benar arah sasaran adalah sebenarnya saya membela gerakan atau semangat menggunakan mobil listrik ketimbang mobil bensin demi mengurangi pencemaran udara.
Saya sama sekali tidak perlu membela Gubernur Jakarta, sebab tanpa pembelaan saya fakta sejarah sudah membuktikan bahwa pada 4 Juni 2022 Kota Jakarta sudah berjaya menyelenggarakan balapan mobil Formula E di sirkuit Ancol, Jakarta.
Titah-perintah lebay agar saya “pulang sana ke kampung lu” yang berarti mengusir saya ke luar dari Indonesia terpaksa saya tolak. Mengingat kampung saya adalah Denpasar terletak di Pulau Dewata yang sejak 17 Agustus 1945 termasuk wilayah Republik Indonesia.
Mohon dipahami bahwa yang berhak mengusir saya dari tanah kelahiran saya sendiri sama sekali bukan pembuat komen kejam dan keji yang tak jelas sebenarnya siapa gerangannya.
Sebagai warga Indonesia yang patuh hukum saya serahkan nasib diusir atau tidak diusir dari Tanah Air Udara tercinta sepenuhnya kepada dua sahabat saya yaitu Menkopolhukam, Mahfud MD, dan Menhukham, Yasonna Laoly.
Mohon diizinkan bahwa saya sudah mengambil keputusan tentang nasib saya di usia senja sesuai bait terakhir lirik lagu Indonesia Pusaka mahakarya Ismail Marzuki:
Di sana tempat lahir beta, dibuai dibesarkan bunda, tempat berlindung di hari tua, tempat akhir menutup mata..
Komentar