Rabu, 15 Mei 2024 | 00:36
NEWS

Cerita Pilu Ruben Nyong Poety, ASN di Pemkab Sumba yang Dipecat karena Tidak Mau Korupsi

Cerita Pilu Ruben Nyong Poety, ASN di Pemkab Sumba yang Dipecat karena Tidak Mau Korupsi
Ruben Nyong Poety (Dok Istimewa)

ASKARA - Ruben Nyong Poety (53), seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Perhubungan Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur dituduh melakukan tindak pidana korupsi oleh Kadis, Sekdis, Bendahara dan Kontraktor atau pihak ketiga dalam proyek pengadaan tiga buah truk pada tahun 2011 di Dinas Perhubungan itu. 

Mangatur Nainggolan, kuasa hukum Ruben dari kantor Hukum Mangatur Nainggolan Lawfirm mengatakan, kasus tuduhan korupsi tersebut mulai diangkat melalui rekayasa penanganan oleh Pejabat Dinas Perhubungan dan aparat hukum di Kabupaten SBD pada tahun 2013. 

"Akibat tidak mau mengikuti perintah melakukan korupsi oleh atasannya, Ruben dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dan pidana denda sebesar lima puluh juta rupiah, atas tindakannya melakukan tindak pidana "korupsi secara bersama-sama" oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kupang, 12 Februari 2014," kata Mangatur dalam keterangan tertulis, Senin (6/6). 

Ruben pun menjelaskan ikhwal dirinya tersangkut kasus tersebut. Dirinya, diminta oleh Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Sumba Barat Daya untuk mengubah jenis truk yang akan dibeli oleh Pemkab SBD kepada jenis truk lebih murah. 

"Permintaan itu saya tolak dan akibatnya saya diadili dan dihukum oleh Pengadilan Negeri hanya atas laporan atasan berdasarkan bukti surat berupa fotocopy surat yang memalsukan tanda tangan saya," ujar Ruben.

Kemudian, Ruben melaporkan balik kasus pemalsuan tanda tangannya dan mempertanyakan surat asli dari fotocopy dengan tanda tangan palsu miliknya itu. 

"Pihak Polres SBD tetap tidak mau menangani laporan saya. Akibat kasus tuduhan korupsi itu saya mendapat SK Pemecatan pada tanggal 31 Januari 2019 karena saya dituduh korupsi," kata dia.

Dirinya, kata Ruben, sudah berusaha melakukan Praperadilan ke PN Jakarta Selatan namun ditolak. Dia juga sudah mengadukan kepada Presiden, ke Polda NTT dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tapi hasilnya masih nihil.

"Akibat tuduhan korupsi dan pemecatan saya itu, istri menderita sakit stroke sejak 26 Februari 2019. Anak-anak saya tidak dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan mereka alami keadaan kehilangan rasa percaya diri, sehingga keluarga saya jadi menderita lahir batin juga. Saya jadi pengangguran hingga sekarang," cerita Ruben. 

Pihaknya menyampaikan permohonan kepada Presiden Joko Widodo, Kapolri,  Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara untuk membuka kembali berkas kasus Ruben Nyong Poety atas pemalsuan tanda tangannya serta meminta kepolisian membuktikan surat asli dari surat fotocopy tersebut. 

"Indonesia adalah negara hukum, jadi proses hukum harus dijalankan dengan benar tanpa ada intervensi kekuasaan seperti perkara tanda tangan palsu dalam kasus Ruben Nyong Poety," ujar Mangatur. 

Mangatur juga menyinggung kasus yang dialami Raden Brotoseno yang sudah jelas-jelas lakukan tindakan penyuapan dan dihukum tapi tidak dipecat. 

"Sementara Ruben Nyong Poety dipecat hanya dengan selembar fotocopy surat dan tanda tangan palsu.  Jelas bahwa Ruben Nyong Poety adalah korban ketidakadilan yang dilakukan aparat hukum di negeri ini dan dibiarkan oleh negara terus menjadi korban. Akibat ketidakadilan yang diderita Ruben, anak istrinya pun turut menjadi korban," tandas Mangatur Nainggolan.

Komentar