Kamis, 25 April 2024 | 01:41
NEWS

Mencari Benang Merah Keputusan MKEK, Apakah Ada Dendam Pribadi?

Mencari Benang Merah Keputusan MKEK, Apakah Ada Dendam Pribadi?
Terawan Agus Putranto saat menjabat sebagai Menkes di RSPI (Dok Askara )

ASKARA - Mantan Menteri Kesehatan Dokter Terawan Agus Putranto direkomendasikan untuk diberhentikan secara permanen dari keanggotaannya dalam organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 

Hal itu dibacakan dalam Muktamar XXXI PB IDI yang diselenggarakan di Kota Banda Aceh pada 22 hingga 25 Maret 2022 lalu.

Terawan sebelumnya pernah diberhentikan dari keanggotaan IDI. Pemberhentian yang bersifat sementara itu terjadi pada 2018 lalu. 

Saat itu, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK IDI) menjatuhkan sanksi pemecatan saat Terawan menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto. 

MKEK menilai, dokter Terawan sudah berlebihan dalam mengiklankan diri. Menurut MKEK, tidak sepatutnya Terawan mengklaim tindakan cuci otak itu sebagai tindakan pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif) stroke iskemik.

Terawan juga disebut telah melakukan dugaan menarik bayaran dengan nominal yang tidak sedikit. Tak hanya itu, Terawan juga dituding memberikan janji-janji kesembuhan setelah menjalankan tindakan Digital Substraction Angiography (DSA). Padahal, terapi tersebut belum ada bukti ilmiah atau Evidence Based (EBM).

Meski telah memberikan sanksi pemecatan, MKEK IDI saat itu menunda pencabutan izin praktik terhadap Terawan. Cukup sampai di situ, ternyata tidak.

Konflik antara Terawan dan MKEK IDI terus berlanjut ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk dan melantik Terawan sebagai Menteri Kesehatan (Menkes), pada Oktober 2019. 

Bahkan, MKEK IDI sempat mengirimkan surat rekomendasi kepada Jokowi agar tak mengangkat Terawan sebagai Menkes dengan alasan Terawan telah mendapatkan sanksi etik.

Panasnya hubungan Terawan dan IDI kembali berlanjut usai pelantikan anggota Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) periode 2020 hingga 2025 di Istana Negara. 

Protes dilayangkan IDI lantaran menilai anggota KKI yang dilantik bukan usulan Asosiasi Kedokteran.

Wakil Ketua Umum PB IDI, Slamet Budiarto mengatakan, IDI dan enam organisasi profesi lain telah mengusulkan nama yang memiliki kapasitas mumpuni. Namun, tidak ada satupun yang terpilih menjadi anggota KKI.

"Betul tidak ada," kata Slamet, menukil Merdeka.com.

Sanksi yang diberikan dari Ketua MKEK Pusat, Prijo Sidipratomo kala itu seolah direspons Terawan saat menjabat Menkes. Ya, Terawan mencopot Prijo dari Dekan FK UPN Veteran Jakarta.

Dikutip dari Tempo, Prijo Sidipratomo melaporkan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ke Komnas HAM.

Menurut Prijo, dirinya tak mengetahui alasan Terawan menarik dirinya kembali ke Kementerian. Prijo mengaku mengetahui penarikan itu dari Rektor UPN Veteran Erna Hernawati. 

"Saya sendiri secara pribadi tidak pernah bicara dengan orang-orang dari Kementerian Kesehatan," kata Prijo kepada Tempo, 31 Mei 2020 lalu.

Terawan mengirimkan surat penarikan Prijo kepada Rektorat UPN pada Mei 2020. Dalam suratnya, Terawan menyatakan Kemenkes ingin menarik Prijo karena membutuhkan dokter pendidik klinis di bidang radiologi yang merupakan spesialisasi Prijo.

Terawan menyebut Prijo akan dipindahtugaskan di Unit Pelaksana Teknis Kemenkes. 

“Kiranya pengembalian tersebut dapat kami terima dalam waktu yang tidak terlalu lama,” demikian bunyi kutipan surat bernomor KP.02.03/Menkes/341/2020 yang diteken Terawan itu.

Sementara itu di sisi lain, Terawan disebut hanya tunduk kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), bukan kepada organisasi kemasyarakatan selevel IDI. 

"Kalau Dokter Terawan Agus Putranto diberhentikan keanggotaan dari IDI dan dicabut izin praktik dikeluarkan IDI, biarkan saja. Tidak ada pengaruhnya. KKI itu di bawah langsung Presiden. Biarkan IDI dengan langkah konyolnya sendiri,” tegas praktisi hukum, Tobias Ranggie menukil Suarapemredkalbar, Minggu (27/3). 

Tobias menjelaskan, KKI merupakan amanat dari Undang-undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran.

"Kompetensi seorang dokter, apalagi selevel dokter Terawan, diatur KKI bukan IDI,” kata pria yang kerap disapa Panglima Jambul itu.

KKI, kata Tobias, merupakan suatu badan otonom, mandiri, non struktural dan bersifat independen, yang bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia. 

KKI didirikan pada tanggal 29 April 2005 di Jakarta yang anggotanya terdiri dari 17 (tujuh belas) orang.

Rekomendasi pemecatan Terawan oleh IDI itu belakangan direspons Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Dia meminta aparat kepolisian untuk mengusut pemecatan Terawan dari keanggotaan IDI. 

Menurut Sufmi Dasco, pemecatan Terawan oleh IDI telah membuat gaduh publik, sehingga kepolisian harus mengusut oknum-oknum tersebut.

“Karena ini sudah gaduh, saya akan minta pihak kepolisian untuk menyelediki oknum yang membuat kegaduhan ini dan proses secara hukum karena kejadian-kejadian seperti ini tidak boleh terulang di mana hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh sebuah organisasi dilakukan oleh perorang-orang,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/3).

Sufmi Dasco mengungkapkan, pihaknya telah mempelajari proses pemecatan yang dinilai tak sah dan cacat prosedural.

“Setelah saya pelajari bisa kita nyatakan pemecatan ini tidak sah. Yang pertama itu baru rekomendasi dari majelis etik kedokteran IDI. Kedua hasil rekomendasi itu harus dieksekusi oleh PB IDI,” ucap Dasco.

“Sementara pengurus lama sudah demisioner yang baru belum dilantik. Lalu kemudian dibacakan di forum muktamar oleh perangkat yang tidak jelas, sehingga menimbulkan kegaduhan,” sambungnya.

Terkait permintaan Sufmi Dasco itu, pihak Bareskrim Polri mengatakan, tidak bisa turun tangan apabila tak ada laporan yang masuk. 

"Apabila ada laporan ke Bareskrim atau Polda (diusut, red)," kata Dedy, mengutip JPNN.com, Selasa (29/3).

Dedy juga enggan berspekulasi perihal permintaan politikus Gerindra tersebut. 

"Masih menunggu informasi lebih lanjut," ucap Dedy.

Untuk diketahui, pemecatan Terawan tertuang dalam surat hasil keputusan MKEK. Dalam surat itu disebutkan, MKEK telah menetapkan SK MKEK No. 009320/PB/MKEK-Keputusan/02/2018 tertanggal 12 Februari 2018 terhadap Terawan.

Hasil Muktamar IDI XXX tahun 2018 menyatakan: "khusus menyangkut dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad agar Muktamar menguatkan putusan MKEK tersebut dan menyatakan bahwa dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad telah melakukan pelanggaran etik berat (serious ethical misconduct) dan agar Ketua PB IDI segera melakukan penegakan keputusan MKEK yang ditunda demi menjaga kemuliaan dan kehormatan profesi luhur kedokteran bila tidak dijumpai itikad baik dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad maka Muktamar memerintahkan pengurus besar IDI untuk melakukan pemecatan tetap sebagai anggota IDI."

Surat itu diteken Ketua MKEK, Dr Pukovisa Prawiroharjo dan menyatakan bahwa didapatkan dugaan tidak dijumpainya itikad baik dari Terawan sepanjang tahun 2018-2022.

"Yang bersangkutan belum menyerahkan bukti telah menjalankan sanksi etik sesuai SK MKEK No. 009320/PB/MKEK-Keputusan/02/2018 tertanggal 12 Februari 2018 hingga hari ini," demikian bunyi poin a surat itu.

Di poin b, MKEK juga mengikutkan persoalan Vaksinasi Nusantara untuk memperkuat pemberhentian terhadap Terawan.

"Yang bersangkutan melakukan promosi kepada masyarakat luas tentang Vaksin Nusantara sebelum penelitiannya selesai," demikian poin b.

Surat penyampaian hasil keputusan yang dibacakan dalam Muktamar 2022 juga menyertakan sejumlah tuduhan lain yang memperkuat pemecatan atas Terawan.

Komentar