Pride To Be Chinese
Oleh: Nio Tjoe Siang alias Mang Ucup *)
Pertanyaan: "Apakah salah apabila secara saya Pribadi merasa bangga, karena memiliki leluhur orang Tionghoa?
Apakah dengan rasa bangga tersebut, berarti saya telah menghianati Indonesia sebagai tanah tempat lahir saya ?"
Mang Ucup dilahirkan sebagai orang Tionghoa, karena pada saat saya dilahirkan pada tahun 1942 Negara Indonesia belum diproklamasikan.
Bahkan saya diakui sebagai wong Londo oleh pemerintah Belanda. Sejak 50 tahun saya memiliki WN Jerman, dan sudah 17 tahun bermukim di Belanda.
Mantan istri saya yang pertama orang Jerman tulen sedangkan Wied istri saya yang sekarang orang pribumi asli asal Semarang.
Dari pernikahan saya yang pertama saya mendapatkan tiga orang putera dan delapan cucu. Semua putera saya lahir dan besar di Jerman, bahkan hidup di Jerman.
Namun mereka tidak pernah merasakan sebagai orang Jerman tulen. Tanpa adanya keinginan khusus dari saya; mereka telah memberikan nama Tionghoa kepada semua cucu saya,.
Rupanya di dalam sanubari putera-putera saya; rasa bangga sebagai orang Tionghoa tetap mengalir terus.
Begitu juga dengan diri saya, walaupun hampir 60 tahun hidup di Eropa. Namun saya tidak pernah merasa jadi Wong Londo ataupun Wong Jerman. Kemanapun saya pergi; pertama saya merasa tetap sebagai Orang Indonesia.
Di Eropa mereka memperlakukan saya demikian, saya selalu dicap sebagai orang asing: Auslaender, Allochtoner, Foreigner. Dan tidak akan pernah bisa maupun terjadi untuk bisa diakui sebagai Bule tulen.
Walaupun demikian tidak bisa dipungkiri rasa bangga dilahirkan dari Ras Tionghoa tetap ada dan ini tidak mungkin akan bisa dihilangkan.
Saya mengakui bahwa saya ini termasuk wong Dunguk bin Guoblok, sehingga walaupun dilahirkan dari suku Tionghoa.
Namun kenyataannya tidak menguasai bahasa Mandarin dan juga tidak mengetahui tentang Budaya Tionghoa. Saya lebih mahir berkomunikasi maupun menulis dalam bahasa Sunda !.
Perlu saya tekankan juga disini bahwa paman saya Nio Tiam Seng adalah Pilot Huakiaw pertama yang gugur ketika perang membela Tiongkok melawan Jepang. Bagi mereka yang tertarik gutingan koran dari tahun 1937 yang berjudul "Kabar-kabar dari aviateur baba"
Begitu juga saya merasa bangga memiliki keponakan seperti Alm. Soe Hok Gie. Maupun Soe Hok Djin (Arief Budiman) mereka itu adalah putera dari kakak kandung perempuan ayah saya yang menikah dengan Soe Lie Pit.
Kalau ditanya apakah mang Ucup ini orang Indonesia ataukah orang Tionghoa. Maka dengan tidak ragu-ragu saya akan jawab bahwa saya ini orang Indonesia keturunan Tionghoa alias Nonpri
Perbedaan Pri dan Nonpri tidak bisa dipungkiri akan tetap ada terus. Maklum hal ini selalu di ingatkan terus-menerus oleh berbagai macam media masa.
Bahkan pada saat terjadi kejahatan yang dilakukan oleh pihak Nonpri. Maka nama julukan Nonpri lengkap dengan nama Tionghoanya selalu dicantumkan dengan jelas.
Namun aneh bin nyata kebalikannya pada saat dimana juara bulu tangkis NONPRI yang memenangkan piala bagi Indonesia.
Maka tidak pernah dicantumkan kata Nonpri maupun nama Tionghoa nya mereka. Maklum mereka telah diakui sebagai Pri tulen.
Maka dari itu pula banyak yang tidak pernah tahu nama asli Tionghoa nya dari Rudy Hartono Kurniawan sang juara Badminton All England. Ialah Nio Hap Liang alias satu marga she Nio dengan Mang Ucup.
Begitu juga tidak akan bisa dipungkiri luka, rasa sakit dan pedihnya atas kejadian huru-hara Mei 1998 tidak akan bisa terlupakan. Seperti juga bangsa Yahudi dimana mereka mengucapkan: "We can forgive, but not forget!"
Walaupun demikian Tanah Air dan tempat lahirku adalah Indonesia, hal ini tidak akan bisa dipungkiri.
Maka dari itulah pula saya selalu merasa kangen dan rindu untuk selalu pulang ke Indonesia Tanah Airku jadi bukannya pulang ke negara Tiongkok.
Apakah jalan pemikiran maupun pandangan saya ini salah ? Apakah ada sesuatu yang tidak beres di dalam pikiran maupun batin saya ? Mohon pencerahannya.
*) Menetap di Amsterdam, Belanda
Komentar