ASKARA - Penggemar batu hias pasti sudah tidak asing lagi dengan Pasar Rawa Bening di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur. 

Pasar tersebut merupakan sentra batu akik terbesar di ibu kota yang menjadi tempat favorit para penghobi batu sejak tahun 1984. 

"Pasar batu hias ini adalah yang terbesar di Asia Tenggara," ujar Anwar, salah satu perajin batu gosok ketika berbincang dengan Askara, Sabtu (8/1).

Beragam jenis koleksi batu akik hingga batu mulia dapat ditemukan di pasar ini. Harga batu yang ditawarkan pun bervariasi, mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah. 

Di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), para penjual batu di Pasar Rawa Bening tetap eksis menjalankan usahanya dengan menerapkan protokol kesehatan yang berlaku.

Menurut Anwar, jumlah pembeli ataupun yang datang untuk menggosok batu turun drastis sejak tahun 2005, terlebih saat pandemi berlangsung. Rata-rata dalam sehari ada 20 orang yang menggunakan jasa Anwar.

"Penggemar batu hias harus pintar membedakan antara "batu masakan" atau bukan, karena batu aslipun ada yang diwarnai untuk menarik para peminat batu," jelas Anwar yang sudah 23 tahun menekuni usaha di Pasar Rawa Bening.

Untuk belajar menggosok batu menjadi sebuah batu cincin ataupun liontin, Anwar harus menghabiskan waktu selama lima bulan. Dia beserta para perajin batu pernah ikut studi banding hingga ke Kalimantan yang difasilitasi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta. 

Salah seorang penggemar batu hias, Beno Akik Madu mengatakan, batu yang "masakan" biasanya jenis Safir dan Opal. Kalau Safir "masakan" namanya Merah Siam, King Safir. Dan itu kalau penjualnya jujur akan memberi tahu namanya. 

"Kalau Opal biasanya dari permainan warna ada yang statis atau tidak. Dan masih banyak lagi untuk dapat membedakan secara spesifik perjenis batu," jelas Beno.

Benopun memberikan beberapa tips untuk membeli batu perhiasan:

1. Carilah penjual yang dapat dipercaya dan minta sertifikat dari lembaga terpercaya.
2. Sebisa mungkin melihat sendiri, jangan membeli melalui online.
3. Seandainya tidak ada sertifikat, uji batu berdasarkan pengetahuan yang didapat.