Rabu, 24 April 2024 | 19:02
TRAVELLING

Menuju Pendakian Berdarah Gunung Bukit Raya (1)

Menuju Pendakian Berdarah Gunung Bukit Raya (1)
Menuju pendakian Gunung Bukit Raya (Dok Yanni Krisnayanni)

ASKARA - Tertundanya keberangkatan kapal karena tingginya ombak dan angin yang berkecepatan 30-40 knot menuju Kalimantan membuat Yanni Krishnayanni, salah seorang tim Jelajah Kebangsaan Wartawan-PWI harus mengambil keputusan untuk terbang dari Batam menuju Bandara Supadio, Pontianak, Sabtu (4/12). 

Sedianya, Yanni berangkat pada Rabu (1/12) dari pelabuhan Tanjung Uban (Tanjung Pinang) menuju pelabuhan Sintete (Kalimantan). 

Tujuannya satu, melakukan pendakian gunung ke-2 di Gunung Bukit Raya untuk mengejar deadline.

Sementara, rekannya yang lain, Agus Blues Asianto, Indrawan Ibonk dan Sonny Wibisono menunggu tanggal kepastian kapal berikutnya sambil eksplore di wilayah Batam.

Untuk mendaki ke Gunung Bukit Raya, perjalanan panjang via darat dari Bandara Supadio ke Nanga Pinoh yang berjarak 379 kilometer ditempuh dalam tempo 8-10 jam perjalanan.

Sebelum pandemi ada penerbangan dari bandara Pontianak ke Sintang cukup dengan 30 menit, sangat membantu menghemat waktu, lalu dari Sintang ke Nanga Pinoh hanya 2 jam.

Perjalanan belum berakhir di situ, dari Nanga Pinoh untuk bisa sampai pada titik awal pendakian yaitu Rantau Malam, harus melanjutkan perjalanan dengan menyusuri Sungai Melawi menggunakan speed boat yang membutuhkan waktu sekitar 4 hingga 5 jam dan berhenti di titik akhir Dermaga Serawai. 

Kapasitas speed boat 6 orang dengan harga Rp250.000 per orang. Untuk sewa, bisa negosiasi dengan pemilik perahu dengan harga sekitar Rp1-1,2 juta. 

Dari Serawai, Yanni harus berganti transportasi lagi dengan perahu klotok (perahu kayu dengan mesin motor). Dalam perjalanan ini, disarankan memperhitungkan waktu dengan baik, disarankan tidak lebih dari pukul 14.00 WIB sudah ada di Serawai agar bisa langsung melanjutkan perjalanan ke Rantau Malam yang membutuhkan waktu hampir sama, yaitu 4 hingga 5 jam lagi.

Kalau lewat pukul 14.00 WIB, kapal klotok tidak akan bisa berangkat, selain gelap, seringkali air surut dan akan menyulitkan. Harga pulang pergi satu perahu klotok dari Serawai ke Rantau Malam berkisar Rp2,5 juta.

"Minggu depan berganti harga menjadi Rp3 juta," ujar Ivonne, salah seorang staf di Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya.

Hanya perahu klotok yang mampu membawa para pendaki menuju Rantau Malam. Sungai panjang yang sering kali surut, tidak bisa dilalui speed boat lagi. 

"Bahkan seringkali penumpang perahu harus ikut turun untuk mendorong bila air benar-benar surut," imbuh Ivonne.

Menurut Yanni, Cukup banyak biaya bila pendakian Gunung Bukit Raya ini dilakukan sendirian. Sebaiknya memang berkelompok, maksimal 5 orang sesuai dengan kapasitas maksimal transportasi air yang ada, sisakan untuk barang alat pendakian, agar tidak melebihi muatan.

Namun, perjalanan disuguhkan dengan indahnya pepohonan di sepanjang jalur Serawai-Rantau Malam. Termasuk banyak pemandangan rumah-rumah perahu di bantaran yang sedang melakukan pencarian emas dengan menggunakan teknik menyedot air beserta bebatuan dengan mesin diesel dan meletakkan saringan agar emas bisa didapatkan.

Negara Indonesia ini memang sangat kaya luar biasa, yang mau berusaha akan mendapatkan kehidupan.

Itom, warga dusun Rantau Malam pemilik perahu klotok yang sudah dipesan, setia menunggu kedatangan 2 wartawan pendaki perempuan Yanni Krishnayanni dan Onaria Fransisca di Serawai yang tiba pukul 13.45 WIB. 

Selanjutnya, pukul 14.00 WIB perahu harus segera berangkat.

Jalur meliuk dengan melawan arus deras dari sumber yang berasal dari Gunung Bukit Raya, mulai sedikit surut dan membuat perjalanan mengkhawatirkan. Namun dengan keahlian Itom menjadi nahkoda, mendekati pukul 19.00 WIB, tim pendaki sampai di tujuan. 

Di Dusun ini semua sudah terorganisir dengan baik, 5 homestay dari rumah penduduk tersedia dan bergilir sesuai urutan, di dusun sebelah juga tersedia 4 homestay yang sama untuk para pendaki.

Selain itu, ada kelompok porter yang berjumlah 20 orang tergabung dalam satu organisasi yang sudah diatur sedemikian rupa bergilir dengan tertib dan dengan harga yang sama, untuk 1 porter 6 hari biaya yang harus dikeluarkan sejumlah Rp1.050.000, belum termasuk logistik.

Sesampainya di Rantau Malam, pendaki harus mengikuti ritual adat yang menjadi syarat penting sebelum melakukan pendakian agar selamat.

Ritual dilakukan oleh tetua adat, pendaki diminta untuk duduk di atas selembar tikar, yang sudah tersedia sepiring beras dan parang, dengan sarana seekor ayam putih yang akan diputar-putarkan di atas kepala pendaki. 

Setelahnya, ayam disembelih diambil darahnya dan diletakkan dalam piring lain berisikan seutas tali pengikat dari akar pohon dilengkapi manik merah darah.

Darah ayam ditorehkan pada tikar, tepat di depan kaki pendaki, sambil membaca doa, tetua adat mengoleskan darah ayam pada telapak kaki, lutut, dada, dagu, dahi dan punggung pendaki. 

Setelahnya meletakkan sejumput beras pada kepala pendaki. Terakhir parang di keluarkan dari sarungnya, dan pendaki menggigit bilah parang sebanyak 3 kali. Usailah sudah ritual yang dilakukan.

Ritual adat ini dilakukan 2 kali, sebelum dan sesudah mendaki. Untuk biaya ritual yang harus dikeluarkan Rp200 ribu. Sedangkan, ayam putih dihitung sesuai beratnya, harga per kilogram Rp70 ribu. 

Berapapun pendaki dilakukan ritual bersamaan, ayam yang sudah disembelih bisa dimasak dan dibuat bekal saat pendakian. Ritual kedua, daging ayam bisa buat sarapan (bagi yang mau).

Pendakian Gunung Bukit Raya dengan ketinggian 2.278 mdpl memang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan 6 gunung lainnya yang masuk dalam jajaran 7 puncak gunung tertinggi di Indonesia. 

Namun, butuh waktu cukup panjang 5 hingga 6 hari. Bagaimana bisa butuh waktu begitu lama? Nantikan cerita berikutnya pada pendakian berdarah Gunung Bukit Raya... 

Komentar