Sabtu, 20 April 2024 | 21:25
TRAVELLING

Catatan Perjalanan

Tim Jelajah Kebangsaan Wartawan PWI Diterjang Badai Menuju Puncak Kerinci

Tim Jelajah Kebangsaan Wartawan PWI Diterjang Badai Menuju Puncak Kerinci
Puncak Gunung Kerinci (Dok Yanni Krisnayani)

ASKARA - Rangkaian kegiatan Jelajah Kebangsaan Wartawan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) menjelajah Nusantara dengan jarak 17.000 kilometer, 15 pulau dan 7 gunung tertinggi mulai diberangkatkan dari kantor Dewan Pers, Kebon Sirih Jakarta Pusat, 28 Oktober 2021 lalu. 

Pendakian gunung pertama dimulai di Gunung Kerinci dengan ketinggian 3.805 meter di atas permukaan laut (Mdpl), yang dilakukan Yanni Krishnayanni satu-satunya perempuan dalam tim. Diketahui, Gunung Kerinci merupakan gunung api tertinggi di Indonesia. 

Setelah berdoa bersama tim, Yanni bersama Andrean Saputra (porter pendamping) berangkat menumpang ojek motor dari homestay Nayla di Desa Mekar Jaya, Kayu Aro-Jambi menuju pos pendakian R10. 

Setelah registrasi dan menitipkan identitas, menyerahkan surat sehat serta sertifikat vaksin, perjalanan dilanjutkan menuju pintu rimba dengan jalan yang rusak luar biasa. Cukup mengerikan naik motor dengan biaya Rp25 ribu per motornya. 

Tiba di pintu rimba Kerinci Seblat, Yanni memulai pendakian tepat pukul 09.00 WIB yang ditemani cuaca cerah. Berjalan sekitar 30 menit, Pos 1 Bangku Panjang sudah terlihat, 30 menit kemudian Pos 2 Batu Lumut dan 1 jam kemudian tiba di Pos 3 Pos Panorama. 

Ada yang menarik di sini, kawanan tupai sangat jinak dan berani mendekat. Hiburan yang mengejutkan. Perjalanan ini sangat perlahan, seperti kebiasaan Yanni saat mendaki, bunga-bunga liar tidak luput dari jepretan kamera handphone-nya. 

Pada perjalanan antara pos 1 dan pos 2, Yanni menemukan buah yang menarik perhatiannya yang menurut informasi berasal dari pohon Sebelik Sumpah. Bijinya bisa digunakan untuk gelang ataupun kalung.

Semua pendaki "dilarang keras" mendirikan tenda mulai Pos 1 hingga Pos 3, di sepanjang jalur ini hutan masih lebat dan masih terdengar Siamang saling berlompatan berkejaran dengan gembira, juga terdengar suara burung Rangkok, juga burung-burung lainnya. 

Suara mereka merdu bersahutan menemani perjalanan pendakian yang sunyi di hari Selasa. Bisa jadi Harimau pun bisa datang tiba-tiba bila "beruntung" bertemu dengannya.

Setelah puas bermain dan memberi roti pada para Tupai pemberani sembari istirahat, perjalanan dilanjutkan ke Shelter 1 yang cukup luas untuk area camp sekitar 10 hingga 15 tenda, di sini tersedia sumber air. 

Yanny kembali beristirahat. Buah Sebelik Sumpah dikupas untuk mengambil bijinya agar tidak terlalu berat untuk menyimpan dan membawanya ke atas.

Setelah semua selesai, Yanny bertemu dengan 2 pendaki kakak beradik dari Pekanbaru, Sastro Widodo dan Aldi. Setelah ngobrol bercengkerama saling mengenal, bersama-sama melanjutkan perjalanan menuju shelter 2 dan tiba sekitar pukul 16.00 WIB yang disambut gerimis. 

Ke-4 orang dalam pendakian itu langsung mengenakan jas hujan. Pada shelter 2, sumber air cukup dan tempat camp agak turun di sebelah kiri.

Setelah berdiskusi, disepakati untuk melanjutkan ke shelter 3 yang berjarak 200 meter tapi dengan jalur ekstrem. 

Saat adzan maghrib, ke-4 pendaki mencapai shelter 3. Terdapat 1 tenda yang sudah berdiri dengan 2 orang di dalamnya.

Ke-4 pendaki tersebut kemudian mengeluarkan tenda dari carrier. Namun, Tiba-tiba hujan semakin deras, tenda didirikan ala kadarnya agar barang-barang bawaan tidak basah.

Belum lagi hujan berkurang, datanglah angin kencang. Beruntung, tenda Yanni sudah didirikan untuk mengamankan barang bawaan. Namun nampaknya pelataran shelter 3 yang sangat terbuka tanpa pepohonan kurang cocok untuk mendirikan tenda, peluang angin kencang memporakporandakan tenda sangat besar.

Kegiatan pertama yang dilakukan adalah memasak air, membuat minuman hangat untuk menghalau dinginnya badan. Beruntung saat berangkat sudah sempat membungkus beberapa nasi, jadi bisa langsung makan tanpa repot lagi, ditemani rendang buatan teman dari Jakarta.

Badai hujan angin ini sungguh luar biasa, tengah malam sekitar pukul 01.00 WIB Yanni mendengar ada teriakan dari depan tenda, ternyata tenda milik pendaki lainnya patah framenya, beruntung ada tenda lain yang kokoh berdiri. 

Kerasnya badai, membuat tenda Yanni meliuk-liuk, air merembes mengucur deras ke dalam. Sungguh persiapan pendakian harus dipikirkan dengan benar. Separuh tenda mulai kemasukan air.

Beruntungnya, Yanni sudah menyiapkan 3 jenis emergency blanket, jadi bisa tidur dengan aman walau separuh tenda basah, pasrah menunggu pagi tiba.

Pada tanggal 10 November 2021, yang sedianya direncanakan menuju puncak akhirnya harus tertunda, hujan badai belum berhenti juga dan tiba-tiba tenda Andrean ambruk, frame menyusul patah, akhirnya membuat 5 pendaki laki-laki berkumpul dalam satu tenda milik Aldo, tidak bisa kemana-mana. Hingga siang hanya duduk ngobrol dan rebahan, sedangkan Yanni tetap berada dalam tendanya sendiri.

Menjelang sore, akhirnya Yanni turut bergabung masuk dalam tenda Aldo, jadilah 6 pendaki berkumpul dalam satu tenda yang seharusnya berkapasitas 2-3 orang. 

Ngobrol sana-sini tertawa bersama, lalu semua baru menyadari, bagaimana nasib diri, bila hanya pergi berdua dengan satu tenda dan mengalami patah frame seperti semalam, entah nasib apa yang akan menimpa di atas shelter 3 ini. 

Beruntungnya bila mendaki dan bertemu dengan kelompok pendaki lain, akhirnya bisa saling tolong dan jadi saudara seperjalanan walau tak ada ikatan darah.

Sembari menunggu reda, Andrean mulai mengeluarkan biji-biji Sebelik Sumpah yang tadi dibawa, dengan memotong kedua sisinya, membersihkan dalamnya dan menguntainya menjadi 2 gelang yang cantik untuk Yanni.

Sedangkan pendaki lainnya berusaha memperbaiki frame tenda yang patah. Setelah berhasil, mereka memindahkan tenda lebih ke atas di antara semak-semak yang lebih aman dari terpaan angin kencang.

2 gelang sudah kelar, Andrean mencoba memindahkan tenda Yanni dan mensetting ulang, agar tidur lebih nyaman. Dan kami kembali berkumpul di tenda Aldo, makan malam bersama. Setelah kenyang, semua kembali ke tenda masing-masing untuk beristirahat.

11 Nopember 2021, berencana menuju puncak pukul 04.00 pagi untuk mendapatkan sunrise karena butuh sekitar 2 jam dari shelter 3 ini, namun pagi itu membuat hati kami ciut, gerimis dan angin masih hadir di pagi itu. Kamipun pasrah tetap rebahan, doa dipanjatkan berharap terang segera tiba.

Tuhan Maha baik adanya, mendekati pukul 05.00 WIB, cerah tiba-tiba. Kesempatan yang luar biasa, ke-6 pendaki yaitu Yanni, Andrean, Widodo, Aldi, Galih dan Aldo segera mempersiapkan diri, membawa termos isi kopi, botol isi susu jahe aroma kayu manis dan beberapa bungkus roti, segera melakukan pendakian menuju puncak tertinggi gunung Kerinci.

Angin berhembus perlahan mengirimkan dingin sisa semalam, perlahan tapi pasti menapaki tanah merah penuh bebatuan dan kerikil, setengah perjalanan dilalui, tiba-tiba angin kembali datang dengan kencang menerjang, tubuh-tubuh kecil itu terhuyung dan harus duduk lebih dahulu. Hampir 30 menit semua menunggu, anginpun berlalu.

Pendakian dilanjutkan kembali, baru 5 langkah, terlihat tugu prasasti 3 orang pendaki di letakkan di area ini, Yanni memegang prasasti bertuliskan Yudha Sentika, dan tiba-tiba duduk bersimpuh dan menangis sesenggukan, entah apa yang dirasakannya. Beberapa menit kemudian Yanni menyusul menuju puncak sambil mengusap air mata yang membasahi pipinya.

Tepat pukul 8.15, ke-6 pendaki sampailah pada puncak tertinggi, mengucap syukur atas anugerah kecerahan di pagi itu setelah melewati badai hujan angin kemarin.

Setelah berfoto bersama, semua segera turun menuju tenda di shelter 3. Mempersiapkan makan pagi, menjemur sebagian barang yang basah, packing perlengkapan. Pukul 12.50 WIB, ke-6 pendaki telah siap dan bergegas  kembali menuju Pos Pendakian R10.

Rasa syukur kembali dipanjatkan, hari itu cerah dan bisa tiba sebelum gelap, pas saat adzan Maghrib berkumandang di kejauhan.

Alam yang penuh dengan misteri, memberikan banyak pelajaran pada tiap pribadi untuk menjadi lebih baik lagi. Semoga para pendaki yang sempat hilang tidak ditemukan hingga hari ini, diberikan kedamaian jiwanya dimanapun berada, begitupun yang harus kehilangan nyawa.

Mendaki berdua, turun berenam dan menjadi saudara. Salam satu jiwa petualang dalam pengembaraan. Di manapun berada, ada saudara sejiwa, segelombang seirama. Indahnya kebersamaan, damai senantiasa untuk Indonesia tercinta.

Komentar