Sabtu, 05 Oktober 2024 | 12:26
JAYA SUPRANA

Heboh Koalisi Gendut

Heboh Koalisi Gendut
Jaya Suprana (Dok Pribadi)

Kelaziman yang terjadi di atas panggung politik Indonesia adalah kehebohan. Akhir-akhir ini muncul kehebohan tentang koalisi gendut yang dianggap sebagai pertanda kemunduran demokrasi di Indonesia. 

Memang di alam kesehahatan gendut tergolong gejala yang disebut sebagai overweight. Kelebihan berat badan memang dianggap sebagai pertanda kemunduran kesehatan manusia termasuk saya.  

Kegendutan tubuh mungkin ada kriteria ukurannya namun kegendutan koalisi lebih sulit diukur. Kecuali pada kenyataan kinerjanya.

Gendut

Sebagai insan bertubuh gendut sekaligus awam politik maka saya cukup tahu diri untuk tidak berani melibatkan diri ke dalam kemelut heboh koalisi gendut. Namun gendut-gendut begini, selama saya pernah belajar dan mengajar di Jerman. 

Selama sepuluh tahun saya mengamati demokrasi Jerman yang kerap dianggap sebagai negara paling demokratis di Eropa. Di Jerman saya menyimak fakta bahwa maju-mundurnya demokrasi bukan diukur dari gendut-langsingnya koalisi. 

Keniscayaan bahwa setelah pemilihan umum yang di Jerman disebut sebagai Bundestagswahl langsung para parpol sibuk saling berkoalisi dengan parpol lain demi  menguasai suara terbanyak di Bundestag. 

Dalam sejarah parlemen Jerman telah berulang kali terbentuk koalisi gendut yang disenut Grosse Koalition di antara para parpol pada masa 1966-1969, 2005-2009, 2013-2017, dan sejak 2018 sampai masa kini sehingga praktis oposisi sama sekali tidak berdaya alias mati suri.  

Namun bukan berarti demokrasi di Jerman mati. Kepemerintahan Jerman pada masa Koalisi Gendut menguasai parlemen berjalan lancar tanpa kendala berarti. Dengan koalisi gendut, Jerman justru berjaya tampil sebagai satu di antara negara terbaik di planet bumi dalam menghadapi pagebluk Corona. 

Terutama dalam menegakkan keadilan sosial untuk seluruh rakyat, sulit dicari negara tandingan yang mampu mengungguli prestasi demokrasi dengan koalisi gendut Jerman. 

Beda

Memang lain padang lain belalang maka lain Jerman lain Indonesia. Pembandingan Indonesia dengan Jerman mudah dilecehkan dengan alasan lain padang lain belalang itu tadi. 

Apalagi dengan senjata keyakinan dogmatis bahwa oposisi mutlak bagi demokrasi maka mudah didalihkan bahwa akibat Indonesia beda dari Jerman dengan sendirinya demokrasi Indonesia juga beda dengan demokrasi Jerman.  

Namun baik di Jerman mau pun Indonesia ukuran keberhasilan pemerintah tetap bertumpu pada satu hal yang sama yaitu kemampuan menyejahterakan rakyat. 

Belajar

Maka tidak ada salahnya apabila pemerintah Indonesia berkenan belajar dari pemerintah Jerman dalam hal mempersembahkan kesejahteraan bagi rakyat sesuai sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab serta Keadilan Sosial Untuk Seluruh Rakyat Indonesia. 

Dengan ditambah gotong royong khas Indonesia, saya yakin demokrasi Indonesia tidak akan kalah hebat dibandingkan dengan demokrasi Jerman. Tentu saja semua itu hanya merupakan saran dari seorang warga jelata awam politik yang kebetulan juga gendut belaka. 

Jika saran saya dinilai kurang tepat atau bahkan konyol karena sama sekali tidak masuk akal sehat maka silakan diabaikan saja seperti gonggongan seekor anjing yang tidak perlu dipedulikan oleh khalifah berlalu! MERDEKA

Komentar