Kamis, 25 April 2024 | 05:15
NEWS

Yakini Vaksin Nusantara Direstui WHO, Siti Fadilah Supari: Tergantung Pemerintah, Mau Berikan Karpet Merah atau Tidak

Yakini Vaksin Nusantara Direstui WHO, Siti Fadilah Supari: Tergantung Pemerintah, Mau Berikan Karpet Merah atau Tidak
SIti Fadilah Supari saat berbincang-bincang dengan Rahma Sarita (tangkapan layar)

ASKARA - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengungkapkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak ada masalah dengan Vaksin Nusantara besutan Terawan Agus Putranto. 

Dengan demikian, kata dia, Vaksin Nusantara sudah mendapatkan WHO bukan sekadar isapan jempol belaka. 

"WHO sudah nggak ada masalah dengan Vaksin Nusantara ini, setahu saya sih begitu. Tapi yang menjadi masalah itu justru di dalam negeri," ujar Siti Fadilah, saat berbincang dengan Rahma Sarita dalam Chanel YouTube Realita TV dengan judul SITI FADILAH SUPARI : "VAKSIN NUSANTARA TIDAK BISA DIPRODUKSI MASAL? ITU TIDAK BENAR!" dikutip Kamis (2/9). 

Ketika ditanya Rahma Sarita apakah hal itu terkait persaingan bisnis vaksin, Siti Fadilah mengaku tak memiliki data soal itu.

"Tapi kalau orang bicara menilainya seperti itu. Soalnya aneh. Kalau vaksin luar negeri gampang mendapatkan UEA (Emergency Use Authorization). Di Jepang saja bisa disetop karena ada isi yang tak benar. Di Indonesia nggak dicek itu," ucapnya. 

Di sisi lain kini sejumlah negara telah memiliki vaksin produksi dalam negerinya sendiri. Namun vaksin yang beredar di dunia tetap sama dengan yang beredar di Indonesia. "Ya, itu kan aneh," ucap Siti Fadilah.

Saat disinggung mengenai adanya anggapan bahwa Vaksin Nusantara tidak murni asal dalam negeri, Siti Fadilah pun tampak kesal dengan anggapan itu.

"Biasanya yang ngomong begitu yang nggak tahu. Emang kalau challengger-nya dari luar. Tapi teknologinya dari dalam negeri. Mungkin treatment-nya pun dari luar negeri," ujarnya.

Ia pun menyinggung kondisi yang sama pun terjadi pada Vaksin Merah Putih.

Soal itu pun sebenarnya sudah dijelaskan oleh Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin Profesor Nidom Foundation (PNF), Prof dr Chairul Anwar Nidom. Challenger atau antigen tak bisa diproduksi di dalam negeri karena terkait hak paten.

Meski begitu, Siti Fadilah menyatakan Vaksin Nusantara kini sudah mendapatkan hak paten dari pihak otoritas. "Mungkin sekarang sudah dapet, soalnya itu saya bicara 3 bulan lalu dalam proses mendapatkan hak paten," ujarnya.

"Networking Pak Terawan itu mendunia lho. Cuma saya tak bisa ungkapkan itu soalnya itu masalah pribadi beliau, saya enggak enak kalau bicara soal pribadi," ujarnya.

Dengan begitu, lanjut dia, pernyataan soal pesanan 5,2 juta dosis itu sangat mungkin ada.

"Menurut saya sih sangat logis. Itu kan karena adanya hubungan pertemanan Pak Terawan dengan rekannya di Turki. Mungkin dipesan secara persaudaraan. Jadi ya Dubes pasti nggak tahu itu," katanya.

Terkait bocornya pembincangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan sejumlah pejabat negara soal Vaksin Nusantara, Siti Fadilah mengisyaratkan presiden pun menginginkan Vaksin Nusantara. Terlebih, terungkap Vaksin Nusantara ini berlaku untuk seumur hidup.

"Tapi kalau hanya pejabat aja yang mendapatkannya sedangkan masyarakat tak bisa mendapatkannya, itu tak akan selesaikan masalah pandemi. Nah ini tergantung pemerintah, apa mau berikan karpet merah atau tidak," ujarnya.

Siti Fadilah menyatakan, Vaksin Nusantara ini bukan sekadar alternatif vaksin Covid-19 melainkan solusi bagi pandemi Covid-19.

"Ya, mudah-mudahan pembuat kebijakan itu diberikan petunjuk oleh Allah untuk berbuat sebijaksana mungkin untuk rakyatnya," harapnya.

Sebelumnya pun sejumlah media "membantah" jika WHO telah mengakui uji klinis fase II terhadap Vaksin Nusantara. 

Pendiri Beranda Ruang Diskusi, Dar Edi Yoga menilai, seharusnya pemberitaan media yang menyebutkan Vaksin Nusantara tidak diakui WHO harus melakukan check and recheck terlebih dahulu ke badan dunia itu, atau menunggu pernyataan resmi dari WHO sehingga tidak terjadi trial by the press.

"Harusnya kita mendukung Vaksin Nusantara sebagai karya anak bangsa dengan melakukan pemberitaan yang benar sesuai kaidah jurnalistik," ujar Yoga yang juga praktisi media.

Yoga juga merasa prihatin jika sebuah media menghakimi pemberitaan media lainnya dengan seolah-olah jadi corong pihak tertentu.

Komentar