Jumat, 19 April 2024 | 04:37
JAYA SUPRANA

Celetukomologi

Celetukomologi
Archimedes (Dok Net-Jaya Suprana)

Meski kelirumologi sudah masuk Wikipedia dan sudah dibahas di Simposium Internasional Filsafat Indonesia namun mustahil kita berhasil menemukan celetukomologi di kamus dan enskilopedia mana pun. 

Wajar sebab terminologi itu baru pertama kali saya resmi gunakan di naskah yang sedang anda baca ini. Meski sudah pernah sekilas saya ungkap di WAG diskusi yang saya lupa yang mana. Saking buanyuaknya. 

Makna

Karena saya yang bikin maka saya berhak memaknakan celetukomologi bukan sebagai ilmu nyeletuk namun sekedar suatu upaya mempelajari celetuk yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai kata dasar kata kerja “menyeletuk” yang bermakna “berujar secara spontan”.  

Terlepas dari apa maknanya dapat diyakini bahwa banyak ilmuwan nyeletuk.   Seperti misalnya celetukan paling tersohor adalah “Eureka!” yang konon diceletukan Archimedes ketika sedang berendam di bak mandi kemudian menyadari bahwa permukaan air naik, sehingga menemukan rumusan berat air yang tumpah sama dengan gaya yang diterima tubuhnya yang kemudian melahirkan hukum Archimedes tentang berat jenis. 

Konon Archimedes akhirnya dibunuh oleh serdadu Romawi di Syracuse akibat nyeletuk "Noli turbare circulos meos" (Jangan ganggu lingkaranku!)” ketika merasa terganggu oleh serdadu Romawi pada saat Archimedes sedang konsentrasi menggoreskan geometri lingkaran di atas pasir. 

Ketika dipaksa mengakui dogma geosentris bahwa yang bergerak adalah matahari mengitari bumi sebagai teori keliru maka setelah diam-diam Galileo Galilei nyeletuk “eppur si muove” alias sebenarnya yang bergerak adalah bumi. 

Konon ketika menjelang ajal Voltaire yang atheis dipaksa oleh ulama untuk menghujat iblis maka pemikir nakal Prancis ini nyeletuk “Kini bukan saatnya bikin musuh baru!”

Gus Dur juga kerap nyeletuk misalnya “Gitu aja kok repot!”. Atau celetukan meme Pak Harto “Ora patheken” yang kemudian ada pula yang kreatif menambahkan celetukan “Enak jamaanku to!”

Presiden Jokowi juga sempat sempat nyelentuk “merokete” ketika memprediksi masa depan ekonomi Indonesia.

Einstein dan Chaplin

Celetukan yang tidak bisa dibuktikan benar-tidaknya diceletukan oleh Albert Einstein antara lain ketika bertemu Charlie Chaplin “Luar biasa semua orang mengerti padahal anda tidak bicara sepatah katapun!” dijawab Chaplin nyeletuk “Lebih luar biasa semua orang mengagumi padahal tidak mengerti anda bicara apa !”

Ketika meteorolog Edward Lorenz nyeletuk bahwa gerak sayap kupu-kupu bisa memicu tornado banyak yang tertawa. Kemudian celetukan Lorenz melahirkan chaos theory sebagai satu di antara teori paling berpengaruh dalam sejarah ilmu fisika. 

Setelah babak-belur mencoba menelaah string theory akhirnya Nobel laurate, Richard Feynman nyeletuk “I don’t like that!”

Mirip-mirip celetukan John Wheeller tentang teori kuantum sebagai “Kemenangan sekaligus Kenaifan” karena tidak ada cabang ilmu fisika yang tidak terpengaruh sekaligus belum ada yang mengerti apa itu teori kuantum. 

Merdeka!

Namun tampaknya tidak semua orang berhak nyeletuk terbukti ketika saya nyeletuk “mosooookkk?” akibat bu guru mengajarkan rumusan minus dikali minus sama dengan plus langsung saya dihukum 100 kali menulis minus 2 X minus 2 = plus 4. 

Sama halnya ketika saya nyeletuk “Kenapa mustahil?” tetap saja kalkulator mana pun menjawab pertanyaan saya tentang berapa akar minus satu dengan ERROR. 

Lain halnya ketika pertama kali saya berhasil eksperimen meramu larutan senyawa kimiawi hydrogen sulfrida (H2S) langsung saya menutup hidung sambil nyeletuk “uugghhh!”

Naskah celetukomologi ini saya akhiri dengan celetuk terdahsyat bangsa Indonesia yang paling ditakuti kaum penjajah yatu “MERDEKA!”.

Komentar