Sabtu, 27 April 2024 | 00:27
NEWS

Wakapolri: Bukan Merekrut Preman Tapi Pemimpin Informal

Wakapolri: Bukan Merekrut Preman Tapi Pemimpin Informal
Ilustrasi protokol kesehatan. (Medium)

ASKARA - Wakil Kepala Polri Komjen Gatot Eddy Pramono memberikan klarifikasi atas pernyataannya yang ditafsirkan akan menggandeng jeger atau preman pasar dalam menegakkan protokol kesehatan Covid-19. 

"Bukan preman yang kami rekrut tetapi pemimpin informal yang ada di sana. Mereka juga tidak menegakkan perda (peraturan daerah)," katanya saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Senin (14/9). 

Wakil ketua pelaksana II Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional itu menjelaskan, dalam meningkatkan peran masyarakat, Polri menerapkan konsep community policing. Sebab, kata dia, jumlah personel Polri terbatas sehingga dalam memelihara kamtibmas harus didukung seluruh komponen masyarakat. Selain itu, Polri juga bersinergi dengan kementerian/lembaga terkait, termasuk TNI. 

Menurut Komjen Gatot, dalam konsep communitiy policing ini ada dua komponen yang penting yakni kemitraan dan problem solving. 

"Ada masalah kemudian kami menyelesaikan masalah itu, dan (Polri) tidak sendirian dalam menyelesaikan permasalahan ini," jelasnya. 

Dalam penegakan disiplin protokol kesehatan Covid-19 ada dua hal yang dilakukan. Pertama, menggelar operasi yustisi. Namun, dalam operasi penegakan perda maupun peraturan kepala daerah, ini yang dikedepankan adalah Satpol PP. Sementara, Polri, TNI, dan unsur terkait membantu dan mendampingi.

"Kami melaksanakan secara stationer dan mobile, nanti yang menegakkan sanksinya adalah Satpol PP. Bahkan, perda-perda yang sudah ada itu turun bersama-sama dengan pengadilan," kata Komjen Gatot. 

Jebolan Akademi Kepolisian 1988 ini menambahkan, yang kedua adalah membangun kesadaran kolektif yang berbasis komunitas.

Menurut Komjen Gatot bahwa kemarin mungkin tidak semua statementnya dimasukkan ke dalam pemberitaan. 

"Kemarin mungkin tidak semuanya dimasukkan. Komunitas itu apa saja? Ada komunitas perkantoran, ada komunitas pasar, ada komunitas hobi, ada komunitas ojek, ada komunitas motor besar yang semuanya ini mempunyai pimpinan informal," paparnya. 

Dia mencontohkan, kalau perkantoran besar maupun mal itu ada owner, tenant serta bagian keamanannya. Dengan demikian, Polri, TNI, Satpol PP akan mudah berkoordinasi dan menyampaikan bagaimana menerapkan protokol Covid-19 yang benar. Sementara itu, kalau di komunitas tentu ada pimpinan informalnya. Nah, pimpinan informal inilah yang bertanggung jawab untuk mendisiplinkan anggotanya. 

"Jadi, mendisiplinkan itu kami merangkul semua, bukan mereka menegakkan perda," kata Komjen Gatot.

Dia menambahkan, di pangkalan ojek misalnya pasti memiliki pimpinan informal yang bertanggung jawab untuk mengingatkan anggotanya bila tidak mengenakan masker akan bisa menulari orang lain atau untuk selalu menjaga jarak. 

Menurut Komjen Gatot, Polri maupun TNI tidak mungkin terus partroli besar-besaran selama 24 jam. 

"Mereka (pimpinan informal) di sana 24 jam sehingga nanti di komunitas ojek itu ada pimpinannya yang informal itu mengingatkan dan akhirnya timbul satu kesadaran kolektif," ujarnya. 

Pun demikian dengan pasar tradisional. Mantan kepala Polda Metro Jaya itu mengatakan, jumlah pasar tradisional di Indonesia banyak sekali. Dalam realitanya, di pasar tradisional itu tidak ada yang namanya pimpinan. 

"Realitasnya ada yang menyebutnya kepala keamanan, ada yang menyebutnya mandor di situ, ada yang menyebutnya jeger. Mereka ini kan tiap hari di sana," ujar Komjen Gatot. 

Sekali lagi, Komjen Gatot menegaskan bahwa polisi tidak merekrut preman. Menurut dia, keliru kalau sampai disebut bahwa Polri merekrut preman untuk menegakkan protokol kesehatan Covid-19. 

"Kami merangkul pimpinan-pimpinan informal yang ada di komunitas itu untuk bersama-sama membangun kesadaran kolektif untuk mematuhi protokol Covid-19. Jadi, mereka tidak menegakkan perda, tidak," bebernya.

Dengan merangkul pimpinan informal di komunitas maupun pasar tradisional akan lebih efektif dalam penegakan protokol kesehatan Covid-19.

Karena itu, dia meminta realitas sosial yang ada di masyarakat harus dipahami. Polri lebih kepada pendekatan sosiologis sehingga bukan merekrut preman untuk menegakkan aturan.

"Namun pimpinan informal di sana yang ada, dan mereka tentunya bersama tentunya dengan komunitas yang ada untuk mematuhi protokol Covid-19," demikian Komjen Gatot. (jpnn) 

Komentar