Era Baru Pengelolaan Sampah Berbasis Sistem Informasi Digital
ASKARA - Pandemi Covid-19 mengantarkan dunia memasuki zaman baru. Zaman dimana lingkungan bersih dan sehat atau lebih tepatnya era restorasi lingkungan atas yang berlandaskan cinta kepada bumi dan segenap kehidupan di dalamnya melalui industry 4.0.
Hal itu, akan melahirkan kesadaran luas di masyarakat untuk mengelola sampah di lingkungan masing-masing secara lebih baik dan beroreintasi ekonomi.
Menurut Sekjen Indonesia Bekerja (INAKER), Gosong C Cahyono, permasalahan sampah baik di kota maupun di desa ke depan akan menjadi masalah yang serius. Mengingat dalam setahun sekitar 67,8 juta ton sampah harus segera teratasi baik oleh pemerintah maupun kesadaran masyarakat.
"Berdasarkan data KLHK, saat ini sudah ada 21 provinsi dan 353 kabupaten/kota yang telah menetapkan dokumen Kebijakan dan Strategi Daerah (JAKSTRADA) dalam pengelolaan sampah sesuai amanat Peraturan Presiden No. 97 tahun 2017, dengan target pengelolaan sampah 100 persen pada tahun 2025," kata Gosong Cahyono kepada Askara, Selasa (30/6).
Selain itu, kata Gosong, 32 pemerintah daerah telah menerbitkan kebijakan pembatasan sampah, khususnya sampah plastik sekali pakai. Langkah ini secara signifikan mendorong perubahan perilaku masyarakat, serta para produsen. Gaya hidup minim sampah dan pilah sampah juga telah menjadi tren baru di masyarakat.
"Oleh karena itu perlu adanya program terpadu untuk membentuk lingkungan yang bersih sehingga perilaku minim sampah sebagai budaya baru masyarakat Indonesia, sirkular ekonomi dan aplikasi teknologi ramah lingkungan sebagai fondasi waste to resource, serta pemrosesan akhir yang berwawasan lingkungan dalam upaya mewujudkan Indonesia Bersih, Indonesia Maju, dan Indonesia Sejahtera, khususnya dalam hidup berdampingan dengan kehadiran virus corona yang sudah menghebohkan dunia," terangnya.
Perlu disadari bahwa saat ini bumi semakin rusak, lingkungan tempat manusia berada sudah tidak lagi memberikan rasa nyaman.
"Saatnya kita bersama berwawasan lingkungan, berbuat untuk menciptakan kualitas lingkungan di masyarakat yang kondusif, ekologis, lestari secara nyata dan berkelanjutan, tentunya dengan cara-cara yang simpatik, kreatif, inovatif dengan menganut nilai-nilai dan kearifan budaya lokal," imbuh Gosong C Cahyono.
Dari pengamatannya di lapangan, kata Gosong, kondisi TPS/TPA milik pemerintah akhir-akhir ini sudah penuh kapasitasnya. Pemerintah menyatakan bahwa ada insentif pemerintah kepada masyarakat yang mampu mengelola sampah dimana 80 persen sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga bernilai jual dan 20 persen sampah katagori residu membutuhkan biaya pengelolaan yang dapat dibebankan pada pengguna maupun produsen.
Lantaran itu, perlu dipikirkan adanya sistem informasi dan sistem pengelolaan yang akurat, teritregrasi dengan tehnologi berbasis digital (digitalisasi pengelolaan sampah).
"Dengan melihat sampah mempunyai nilai jual membuat munculnya usaha baru dalam jasa pengelolaan sampah yang tidak hanya memberikan solusi terhadap permasalahan sampah, tetapi juga menciptakan lapangan pekerjaan dan sumber pendapatan baru bagi masyarakat baik dari lulusan yang baru, milenial maupun juga yang senior. Untuk itu pelaku jasa sampah harus terlebih dahulu memberikan edukasi kepada masyarakat tentang perlunya mengurangi sampah dan juga edukasi pemilahan sampah baik organik maupun anorganik," pungkasnya.
Komentar