Remisi Nazaruddin Abaikan Kerja Keras Penegak Hukum
ASKARA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam pemberian remisi terhadap terpidana kasus korupsi Muhammad Hazaruddin. Menurut ICW, hal itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Pasal 34 A ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 (PP 99/2012).
Aturan itu menyebutkan, syarat terpidana kasus korupsi untuk mendapatkan remisi di antaranya bersedia bekerja sama dengan penegak hukum, untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya (justice collaborator/JC).
"Sedangkan menurut KPK, Nazaruddin sendiri tidak pernah mendapatkan status sebagai JC," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (18/6).
Menurutnya, pemberian remisi kepada Nazaruddin semakin menguatkan indikasi Kemenkumham tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi. Dengan mengabaikan aspek penjeraan bagi pelaku kejahatan.
Sebab, berdasarkan putusan dua perkara korupsi yang menjerat Nazaruddin, seharusnya terpidana ini baru dapat menghirup udara bebas pada tahun 2024 atau setelah menjalani masa pemidanaan 13 tahun penjara.
"Model pemberian semacam ini, maka ke depan pelaku kejahatan korupsi tidak akan pernah mendapatkan efek jera," kritiknya.
Bahkan keputusan Kemenkumham memberikan remisi Nazaruddin seakan telah mengabaikan kerja keras penegak hukum dalam membongkar praktik korupsi.
Terlebih kasus Wisma Atlet ini memiliki dampak kerugian negara yang besar, yakni mencapai Rp 54,7 miliar. Karenanya ICW mendesak Kemenkumham menganulir cuti bersyarat mantan bendahara umum partai Demokrat.
"Menteri Hukum dan HAM segera menganulir keputusan cuti menjelang bebas atas terpidana Muhammad Nazaruddin," cetus Kurnia.
Komentar