Minggu, 19 Mei 2024 | 18:13
TRAVELLING

Vihara Avalokitesvara, Simbol Toleransi Kesultanan Banten

Vihara Avalokitesvara, Simbol Toleransi Kesultanan Banten
Vihara Avalokitesvara. (Dispar.bantenprov)

ASKARA - Inilah vihara tertua di Provinsi Banten, konon vihara ini sudah dibangun sejak abad 16. Pembangunan vihara ini juga tidak bisa dilepaskan dari Sunan Gunung Jati, salah satu dari sembilan wali penyebar Islam di Nusantara.

Inilah Vihara Avalokitesvara yang terletak 15 kilometer dari utara Kota Serang.

Sejarah pembangunan vihara yang terletak di Kecamatan Kasemen, Banten Lama ini berkaitan dengan Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Tokoh penyebar Islam di Tanah Jawa ini memiliki istri yang masih keturunan kaisar Tiongkok bernama Putri Ong Tien. Melihat banyak pengikut putri yang masih memegang teguh keyakinannya, Sunan Gunung Jati membangun vihara pada tahun 1542 di wilayah Banten, tepatnya di Desa Dermayon dekat dengan Masjid Agung Banten. Namun, pada tahun 1774 vihara dipindahkan ke Kawasan Pamarican hingga sekarang.

Versi lain menyebutkan, vihara ini dibangun pada tahun 1652. Yaitu pada masa emas Kerajaan Banten saat dipimpin Sultan Ageng Tirtayasa.

Gerbang dengan atap berhiaskan dua naga memperebutkan mustika sang penerang (Matahari) menyambut pengunjung di pintu masuk sebelum pengunjung masuk lebih ke dalam vihara yang memiliki nama lain Klenteng Tri Darma ini.

Sebutan Klenteng Tri Darma diberikan karena vihara ini melayani tiga kepercayaan umat sekaligus. Yaitu Kong Hu Cu, Taoisme, dan Buddha. Walaupun diperuntukan bagi tiga umat kepercayaan namun bagi wisatawan yang beragama lain sangat diperbolehkan untuk berkunjung dan melihat bangunan yang saat ini termasuk dalam cagar budaya di Provinsi Banten.

Vihara Avalokitesvara memiliki luas mencapai 10 hektare dengan Altar Dewi kwan Im sebagai altar utamanya. Di altar ini terdapat patung Dewi Kwan Im yang berusia hampir sama dengan bangunan vihara tersebut. Selain itu di sisi samping kanan dan kiri terdapat patung dewa-dewa yang berjumlah 16 dan tiang batu yang berukir naga.

Klenteng yang pernah terbakar pada tahun 2009 ini juga memiliki ukiran yang menceritakan bagaimana kejayaan Banten Lama saat masih menjadi kota pelabuhan yang ramai. Terletak di samping vihara, ukiran ini juga menceritakan bagaimana vihara digunakan sebagai tempat berlindung saat terjadi tsunami beserta letusan Gunung Krakatau tahun 1883.

Walaupun pernah mengalami musibah, bentuk dan isi yang ada di dalam vihara masih dijaga keasliannya. Bahkan bangunan vihara masih terlihat kokoh layaknya bangunan baru dengan warna merahnya yang khas. (dispar.bantenprov/why) 

Komentar