Aroma Korupsi di Pengadaan Tanah SDA DKI: Miliaran Diduga Mengalir ke Oknum Pejabat

ASKARA – Dugaan praktik korupsi kembali mencoreng wajah birokrasi ibu kota. Kali ini, sorotan mengarah pada Unit Pengadaan Tanah Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta. Seorang mantan pegawai kontrak membongkar dugaan adanya korupsi sistematis, gratifikasi, dan penyalahgunaan wewenang yang diduga telah berlangsung selama lima tahun terakhir.
Informasi yang diterima redaksi Asakara menyebutkan, dua pejabat utama yakni Kepala Unit RS dan Kasubag Tata Usaha IA, diduga kuat menjadi aktor utama dalam praktik curang ini. Modusnya, memungut komisi dari proses pembebasan lahan, memilih lokasi tanah berdasarkan kepentingan pribadi, hingga menggunakan anggaran untuk keperluan keluarga.
"Ratusan juta hingga miliaran rupiah mengalir lewat skema pembelian lahan yang tak sejalan dengan prioritas pengendalian banjir. Ini bukan lagi kelalaian, tapi sistem korupsi terstruktur," ujar pelapor yang identitasnya dirahasiakan demi alasan keamanan.
Salah satu kasus mencolok terjadi pada 31 Desember 2024 di Kedoya Selatan, Jakarta Barat. Tanah yang diduga dalam sengketa dengan PT Mutiara Idaman tetap dibeli pemerintah dengan nilai fantastis: Rp276,98 miliar. Proses pembayaran disebut dilakukan terburu-buru menjelang tengah malam, padahal sertifikat tanah tersebut telah dibatalkan oleh BPN Jakarta Barat.
Tak hanya soal pengadaan lahan, pelapor juga mengungkap adanya pengadaan fiktif barang dan jasa, seperti alat tulis kantor, sepatu dinas, dan sewa mobil mewah sebanyak 16 unit. "Sebagian kendaraan bahkan digunakan oleh keluarga pejabat untuk keperluan pribadi," lanjut pelapor.
Redaksi Asakara, Kamis pagi (15/5), telah mengirimkan konfirmasi dan permintaan klarifikasi kepada pihak Plt. Dinas SDA DKI Jakarta maupun pejabat-pejabat yang disebut dalam laporan. Namun, hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan resmi yang diberikan.
Pelapor berharap aparat penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan, dan Bareskrim segera mengambil tindakan. Ia juga menyatakan siap menyampaikan laporan ini langsung kepada Presiden Republik Indonesia jika tak ada tindak lanjut yang serius.
Publik kini menanti, akankah kasus ini diusut tuntas atau kembali menguap begitu saja?
Komentar