Kamis, 05 Desember 2024 | 20:15
COMMUNITY

Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2024 Alami Penurunan

Dewan Pers Soroti Tantangan yang Dihadapi

Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2024 Alami Penurunan
Ilustrasi kemerdekaan pers (Dok Freepik)

ASKAR — Angka Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) nasional mengalami penurunan untuk kedua kalinya, dengan hasil mencapai 69,36 pada tahun 2024. Angka ini menunjukkan bahwa kondisi pers nasional berada dalam kategori cukup bebas, namun masih jauh dari ideal.

Pada tahun 2023, IKP berada di posisi 71,57, yang merupakan penurunan signifikan dibandingkan dengan IKP tahun 2022 yang mencapai 77,88. Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengungkapkan bahwa penurunan ini mencerminkan situasi pers nasional yang tidak dalam kondisi baik, terpengaruh oleh faktor ekonomi, hukum, dan politik.

“Lingkungan yang mendukung kemerdekaan pers bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga melibatkan peran penting dari pihak swasta dan instansi terkait,” ujar Ninik saat membuka Peluncuran Hasil Survei IKP 2024 Dewan Pers di Hotel Gran Melia Jakarta pada Selasa (5/11).

Dia menyoroti bahwa banyak media yang masih bergantung pada kerjasama dengan pemerintah daerah, yang dapat memengaruhi independensi media dalam menjalankan fungsi kontrol sosial terhadap pemerintahan. Ninik juga mencatat penurunan pendapatan iklan di media massa, dengan banyak anggaran iklan pemerintah beralih ke media sosial. Ia mendorong agar pemerintah lebih banyak mengalokasikan belanja iklan kepada perusahaan pers nasional agar media bisa bertahan dan beroperasi secara profesional.

Lebih lanjut, Ninik mengingatkan agar pemerintah dan institusi lainnya tidak membeli pemberitaan melalui belanja iklan, demi menjaga independensi dan kemerdekaan pers. 

Anggota Dewan Pers dan Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi, Atmaji Sapto Anggoro, menjelaskan bahwa angka IKP 69,36 diperoleh dari rerata variabel lingkungan fisik politik sebesar 70,06, lingkungan ekonomi 67,74, dan lingkungan hukum 69,44. Rendahnya skor pada variabel ekonomi diakibatkan oleh pengaruh kuat kelompok kepentingan serta masalah tata kelola perusahaan pers yang baik.

Sapto juga menambahkan bahwa perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas dan ancaman terhadap kemerdekaan pers, seperti penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, turut menyumbang rendahnya angka pada variabel hukum. Kasus kekerasan dan serangan digital terhadap jurnalis juga menjadi faktor penting yang mengakibatkan kemerdekaan pers menurun, terutama dalam laporan mengenai kasus korupsi dan isu lingkungan.

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, meminta Dewan Pers dan semua pihak untuk tidak berkecil hati meski IKP kembali turun. Ia menekankan perlunya langkah-langkah positif untuk mengembangkan model bisnis pers di masa depan, termasuk pendanaan melalui berbagai cara guna menciptakan iklim dan ekosistem pers yang kondusif.

 

 

Komentar