Senin, 07 Oktober 2024 | 11:10
NEWS

Mulyanto: Tahun 2025 Seharusnya Tak Ada Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

Mulyanto: Tahun 2025 Seharusnya Tak Ada Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Mulyanto

ASKARA – Menyikapi kenaikan dana subsidi energi pada pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang RAPBN tahun 2025 di Sidang Paripurna DPR RI, Jumat (16/8), Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyatakan, hal tersebut terutama disebabkan karena asumsi kurs dolar yang meningkat dari Rp15.100 menjadi Rp16.100, bukan karena kenaikan asumsi harga minyak mentah dunia (ICP).  

"Asumsi ICP-nya sendiri tetap di angka USD 82 per barel, sama seperti tahun sebelumnya. Artinya, kalau tidak ada sesuatu yang luar biasa, maka harga BBM, gas melon dan listrik subsidi untuk masyarakat  pada tahun 2025 tetap, alias tidak ada kenaikan. Ini yang harus kita jaga dan upayakan," kata Mulyanto kepada para wartawan, Senin (19/8). 

Mulyanto menjelaskan, kenaikan angka subsidi energi juga disebabkan karena adanya insentif fiskal untuk mendorong kenaikan lifting minyak dan gas, terutama lifting minyak.

"Lifting minyak kita ini kan terus melorot dari tahun ke tahun. Tahun 2025 target lifting minyak kita hanya sebesar 600 ribu barel per hari (bph). Masih jauh dari target 1 juta bph di tahun 2030.  Bahkan angka lifting ini turun dari tahun 2024 yang sebesar 635 ribu barel per hari," terang Wakil Ketua F-PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan ini. 

Untuk diketahui RAPBN 2025 mengalokasikan anggaran subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp394,3 triliun tumbuh 17,8 persen dibanding pagu 2024 yang sebesar Rp334,8 triliun. 

Anggaran itu, beber Mulyanto, dialokasikan untuk melanjutkan subsidi LPG tabung 3 kilogram, solar, dan minyak tanah serta kompensasi BBM yang tepat sasaran. 

"Selain juga untuk dukungan listrik rumah tangga miskin dan rentan, serta transisi energi yang efisien dan adil," sambung Anggota Baleg DPR RI ini.

Legislator asal Dapil Banten 3 ini menambahkan, anggaran ketahanan energi juga akan digunakan sebagai insentif fiskal untuk menaikkan lifting minyak dan gas.

"Ini untuk merespon perubahan skema bagi hasil dan rezim perpajakan hulu migas, terkait dengan pola cost recovery dan gross split," tandas Mulyanto.

Komentar