RMID Ikut Jelajah Jalur Rempah Jakarta 2024
Oleh : Rurisa Hartomo
Co Founder RMID
ASKARA - Jelajah Jalur Rempah Jakarta (JJRJ ) kembali di gelar pada Minggu, 7 Juli 2024. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Unit Pengelola (UP) Museum Kebaharian Jakarta dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat terkait sejarah dan kejayaan rempah. Peserta jelajah diajak untuk menyusuri jejak -jejak sejarah terkait perdagangan rempah pada jaman VOC di Kawasan Museum Bahari. Pelaksanaan JJRJ 2024 menjadi istimewa karena bertepatan dengan tahun baru Islam 1 Muharram 1446 Hijriah dan HUT ke-47 Museum Bahari. Bangunan cagar budaya ini diresmikan sebagai Museum Bahari pada tanggal 7 Juli 1977 oleh Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta saat itu. Museum Bahari juga meresmikan Ruang Pertemuan Serbaguna Ir. H. Djuanda sebagai penghargaan untuk mengingat peran Pahlawan Kemerdekaan Nasional ini dalam menegakkan kedaulatan laut di Indonesia, sehingga menjadikan Indonesia bermartabat di dunia. Kepala Unit Pengelola (UP) Museum Kebaharian Jakarta, Mis Ari mengajak peserta untuk bersama -sama menggelorakan kejayaan bahari Indonesia. Generasi muda dapat merasakan dan memaknai kehidupan maritim nenek moyang Indonesia untuk menjadi bekal dalam berkontribusi membangun negeri di masa-masa mendatang.
Unit Pengelola (UP) Museum Kebaharian Jakarta telah bekerjasama dengan elemen masyarakat dan berbagai komunitas sebagai mitra kolaborasi. Komunitas sebagai penguatan sehingga museum tidak hanya sebagai tempat koleksi benda-benda bersejarah tapi juga sebagai ruang publik yang dapat memberi manfaat seluas-luasnya.
Sebagai komunitas baru yang bergerak di bidang literasi, RUANGMENULIS. ID (RMID) diwakili Graece Tanus, Iwan K. Darusman dan Rurisa Hartomo mendapat kesempatan untuk hadir dalam Jelajah Jalur Rempah 2024. Kegiatan jelajah di dukung Komunitas Jelajah Budaya ( KJB ) yang sudah lebih lama berkolaborasi dengan Museum Bahari, selain itu peserta jelajah juga terdiri dari mahasiswa, media, masyarakat umum dan hadir dalam kegiatan ini tiga orang Laskar Rempah 2024 yang telah menyelesaikan jelajah jalur rempah menggunakan KRI Dewaruci dengan rute Ternate, Tidore, Banda Neira, Kupang.
Peserta mulai berjalan sekitar pukul 08.30, keluar dari area museum yang berlokasi di jalan Pasar Ikan Penjaringan melewati kali sodetan baru kemudian masuk ke jalan Kakap. Perjalanan di pandu Kartum Setiawan, Ketua Komunitas Jelajah Budaya. Objek pertama adalah Galangan Resto Café, dibangun tahun 1628. Pada masa lampau gedung ini berfungsi sebagai galangan kapal, yaitu tempat untuk memperbaiki kapal-kapal rusak (bengkel). Kapal pembawa rempah yang mengalami kerusakan akan diperbaiki terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan menuju Tidore, Ternate, Banda dan tempat lainnya. Pada tahun 1800-an di pelabuhan Batavia banyak lumpur sehingga kapal- kapal besar tidak bisa masuk Pelabuhan Sunda Kelapa. Maka area galangan kapal berfungsi sebagai area pengumpan (feeder). Kapal – kapal besar bersandar kemudian transportasi dilanjutkan dengan memakai kapal-kapal kecil. Rempah- rempah yang di simpan di gudang, sekarang Museum Bahari sifatnya hanya penempatan sementara sebelum dibawa ke Eropa dan tempat lainnya.
Perjalanan dilanjutkan menuju bangunan kuno lainnya yang kini menjadi Restoran Raja Kuring. Dibangun tahun 1779, bangunan ini berfungsi sama sebagai galangan kapal. Sebagian besar ornamen masih mempertahankan arsitektur lama. Tiang penyangga bangunan dari kayu jati masih asli belum berubah. Bangunan ini memilki jalan tembus menuju arah kali Ciliwung. Menurut Kartum, pada jaman dahulu rumah-rumah elit biasanya menghadap sungai untuk memudahkan transportasi. Batavia dikenal dengan kanal-kanalnya, transportasi menuju satu tempat ke tempat lainnya menggunakan perahu.
Perjalanan selanjutnya menyusuri jalan Kali Besar Barat. Di area ini terdapat Jembatan Kota Intan, yaitu jembatan jungkit pertama di Batavia yang dibangun VOC tahun 1628. Jembatan ini menghubungkan jalan Nelayan dengan Kalibesar. Hingga awal abad ke-20 perahu-perahu masih dapat berlabuh kapal-kapal masih bisa lewat dibawahnya untuk berlabuh di tepi Kalibesar, sehingga lantai jembatan ditarik ke atas. Pada masa sekarang jalan Nelayan dipenuhi pedagang tenda. Dari jalan Nelayan peserta melanjutkan perjalanan menuju jalan Nelayan Timur, jalan Cengkeh, jalan Tongkol. Di area ini dulu berdiri benteng Amsterdam dan terdapat jalur trem. Peserta jelajah selanjutnya menuju Menara Syahbandar yang di bangun tahun 1839. Menara ini berfungsi untuk memantau kapal-kapal yang keluar masuk Batavia dan menjadi tempat membayar pajak kapal–kapal yang bersandar di Batavia.
Selama kurang lebih tiga jam perjalanan peserta jelajah kembali ke museum Bahari. Di area tengah, Ahmad dari Sahabat Budaya Indonesia, memperagakan pembuatan Bir Jawa dan menjelaskan historinya. Minuman tradisional yang segar ini terbuat dari aneka rempah, cengkeh, jahe, kayu manis, kapulaga, kulit kayu secang, kayu manis, daun cengkeh.
Pukul 13.00 WIB acara dilanjutkan dengan Peresmian Ruang Serba Guna Ir. H. Djuanda. Hadir perwakilan keluarga, anak dan cucu Ir.H.Djuanda. Noorwati Djuanda putri bungsunya menyampaikan bahwa apa yang dilakukan sang ayah bisa memberikan motivasi dan inspirasi. Setelah peresmian tibalah acara perayaan HUT ke-47 Museum Bahari yang dipandu pewara Elsa Zulaeda dari Laskar Rempah. Simbolis ucapan syukur dilakukan dengan pemotongan tumpeng dan kue. Turut hadir sesepuh pengelola museum, sahabat mitra, Hari de Fretes, Mr. Korikawa dari Jepang, lurah Penjaringan, pejuang rempah, komunitas.
Dirgahayu Museum Bahari, harapannya dapat menjadi pilar kota global. Museum tidak hanya menjadi tempat koleksi pamer barang-barang bersejarah tetapi juga dapat memberi manfaat bagi sekitar.
Selamat datang di Museum Bahari, Museum kebanggaan di Indonesia.
Komentar