Kamis, 12 Desember 2024 | 03:08
COMMUNITY

Kuliah Umum Universitas Tanjungpura, Prof. Rokhmin Dahuri: Indonesia Butuh Jiwa Muda Sebagai Entrepreneur dan Inovator

Kuliah Umum Universitas Tanjungpura, Prof. Rokhmin Dahuri: Indonesia Butuh Jiwa Muda Sebagai Entrepreneur dan Inovator
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS

ASKARA - Universitas Tanjungpura (UNTAN) mengadakan Kuliah Umum (Stadium General) dalam rangka Dies Natalis ke-65 yang bertajuk “ Menuju Masa Depan Berkelanjutan: Aksi Transisi ke Ekonomi Hijau Kampus Universitas Tanjungpura” di Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat, 17 Mei 2024.

Dalam paparannya yang berjudul “Pembangunan Berbasis Inovasi Ramah Lingkungan Dan Berkelanjutan Untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045”, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS menyampaikan 7 Aspek penting yang perlu diketahui oleh peserta, yaitu : Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi negara-bangsa yang maju, adil-makmur, dan berdaulat (Indonesia Emas) pada 2045.

Lalu, pencapaian dan status pembangunan bangsa Indonesia, permasalahan dan tantangan menuju indonesia emas 2045, penyebab ketertinggalan Indonesia, key global trends yang mempengaruhi pembangunan ekonomi dan peradaban manusia di pada abad-21, peta jalan pembangunan menuju indonesia emas 2045, apa yang harus kita (civitas academica, masyarakat, swasta, dan pemerintah) lakukan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, dan masukan untuk Universitas Tanjungpura.

“Indonesia memerlukan jiwa-jiwa muda yang cakap untuk memajukan Indonesia terutama sebagai entrepreneur dan inovator. Indonesia sangat membutuhkan inovasi ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Prof. Rokhmin Dahuri memberikan rekomendasi untuk Universitas Tanjungpura. Antara lain: Pertama, pendirian PRODI baru: (1) INDUSTRY 4.0, (2) SOCIETY 5.0, dan (3) “Ilmu, Teknologi, dan Manajemen Lingkungan” terutama “Science and Technology of Changing Planet”.

Kedua, penambahan Mata Kuliah baru yang wajib diikuti oleh semua PRODI: (1) Teknologi dan Ekonomi Digital (Digitalisasi, IoT, AI, Blockchain, Robotics, Big Data, Cloud Computing, dan Metaverse); (2) Ekonomi Hijau (Green Economy) dan Ekonomi Biru (Blue Economy), dan Ekonomi Pancasila.

“Ketiga, implementasi MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) semaksimal dan sebaik mungkin. Keempat, penambahan dan penguatan Dosen dan tenaga non-akademik berkelas dunia,” ujar Prof. Rokhmin Dahuri.

Kelima, renovasi dan pembangunan baru infrastruktur dan sarana Kampus, seperti Laboratorium yang lengkap, fasilitas gedung dan ruang belajar yang memadai, dukungan fasilitas perpustakaan dan sebagainya.

Keenam, semua komponen UNTAN (Dosen, Mahasiswa, Tenaga Non[1]Akademik, dan Pimpinan) mesti mengeluarkan kemampuan terbaiknya, dan bekerjasama secara sinergis. Ketujuh, peningkatan Kolaborasi Penta Helix: UNTAN – Pemerintah – Industri (Swasta) – Masyarakat – Media Masa. Kedelapan, perbaikan tata kelola (governance) UNTAN. Kesembilan, peningkatan anggaran: APBN, APBD, Donasi (nasional dan luar negeri), dan lainnya.

Dalam paparannya, Prof. Rokhmin Dahuri menjelaskan, bahwa Indonesia memiliki modal dasar pembangunan Indonesia yaitu jumlah penduduk yang sangat besar, kekayaan sumber daya alam darat dan laut yang melimpah serta posisi geoekonomi dan geopolitik Indonesia yang sangat strategis. Antara lain:

Jumlah penduduk 278,4 juta orang (terbesar keempat di dunia) dengan jumlah kelas menengah yang terus bertambah, dan dapat bonus demografi dari 2020 – 2040 à merupakan potensi human capital (daya saing) dan pasar domestik yang luar biasa besar; Kaya beragam jenis Sumber Daya Alam (SDA) baik di darat maupun di laut;

Posisi geoekonomi dan geopolitik yang sangat strategis, dimana 45% dari seluruh komoditas dan produk dengan nilai 15 trilyun dolar AS/tahun dikapalkan melalui ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) (UNCTAD, 2012). Catatan: Selat Malaka (ALKI-1) merupakan jalur transportasi laut terpadat di dunia, 200 kapal/hari;

Rawan bencana alam (70% gunung berapi dunia, tsunami, dan hidrometri) mestinya dianggap sebagai tantangan yang membentuk etos kerja unggul (inovatif, kreatif, dan entrepreneur) dan akhlak mulia bangsa.

”Sebagai catatan, untuk pertama kali dalam sejarah NKRI Pada tahun 2019 angka kemiskinan lebih kecil dari 10% yakni 9,2 persen dari total penduduk. Namun, dampak dari pandemi Covid-19, pada 2022 tingkat kemiskinan meningkat lagi menjadi 9,6% atau sekitar 26,4 juta orang. Dari 200 negara PBB di dunia, hanya 17 negara dengan PDB US$ lebih 1 trilyun,'' sebut Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu.

Modal Dasar Pembangunan 

Selanjutnya, Prof. Rokhmin Dahuri memaparkan status pembangunan beberapa negara asia berdasarkan GNI (Gross National Income) Per Kapita (Dolar AS) pada 2022. Sayangnya, pada Juli 2021, Indonesia turun kelas kembali menjadi negara menengah bawah.  Hingga Juli 2023, kata Prof, Rokhmin Dahuri, Indonesia masih sebagai negara berpendapatan menengah atas dengan GNI 4,580. “Bahkan, Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi (terburuk) di dunia,” ujarnya.

Mengutip Institute for Global Justice, ungkapnya, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 44,6% kue kemakmuran secara nasional, sementara 10% orang terkaya menguasai 74,1%. Dia menyebutkan, kekayaan 4 orang terkaya (US$ 25 M = Rp 335 T) sama dengan total kekayaan 100 juta orang termiskin (40% penduduk) Indonesia (Oxfam, 2017). Sekitar 0,2% penduduk terkaya Indonesia menguasai 66% total luas lahan nasional. (KPA, 2015). Dari 2005 – 2014, 10% orang terkaya Indonesia menambah tingkat konsumsi mereka sebesar 6% per tahun. “Dari 200 negara PBB di dunia hanya 16 negara dengan PDB US$ lebih dari 1 trilyun,” tuturnya.

Lalu, Prof Rokhmin Dahuri memaparkan sejumlah permasalahan  dan tantangan pembangunan kelautan dan perikanan. Antara lain: 1.Pertumbuhan Ekonomi Rendah (< 7% per tahun), 2. Pengangguran dan Kemiskinan, 3. Ketimpangan ekonomi terburuk ke-3 di dunia, 4. Disparitas pembangunan antar wilayah, 5. Fragmentasi sosial: Kadrun vs Cebong, dll, 6. Deindustrialisasi, 7. Kedaulatan pangan, farmasi, dan energy rendah, 8. Daya saing & IPM rendah, 9. Kerusakan lingkungan dan SDA, 10.Volatilitas globar (Perubahan iklim, China vs As, Industry 4.0).

Sedangkan perbandingan pertumbuhan ekonomi, pengangguran, kemiskinan, dan  koefisien Gini antara sebelum dan saat masa Pandemi Covid-19, perhitungan angka kemiskinan atas dasar garis kemiskinan versi BPS (2023), yakni pengeluaran Rp 580.000/orang/bulan.

Garis kemiskinan = Jumlah uang yang cukup untuk seorang memenuhi 5 kebutuhan dasarnya dalam sebulan. Menurut garis kemiskinan Bank Dunia (3,2 dolar AS/orang/hari atau 96 dolar AS/orang/bulan (Rp 1.440.000)/orang/bulan), jumlah orang miskin pada 2023 sebesar 111 juta jiwa (37% total penduduk).

Sekarang, sambungnya, 175 juta ha (93% luas daratan Indonesia) dikuasai oleh para konglomerat (korporasi) nasional dan asing (Institute for Global Justice, 2016). Sejak krisis multidimensi 1997 – 1998, Indonesia mengalami deindustrialisasi, yakni suatu kondisi perekonomian negara, dimana kontribusi sektor manufakturing (pengolahan) nya sudah menurun, tetapi GNI per kapitanya belum mencapai 12.695 dolar AS (status negara makmur).

Disisi lain, deindustrilisasi terjadi di suatu negara, manakala kontribusi sektor manufakturnya menurun, sebelum GNI  (Gross National Income) perkapita nya mencapai US$ 12.536. “Pada 1996 kontirbusi sektor manufacturing terhadap PDB Indonesia sudah mencapai 29%, tapi tahun 2020 kontribusinya hanya sebesar 19%. Padahal, seperti sudah saya sebutkan diatas, GNI perkapita Indonesia tahun lalu hanya 3.870 dolar AS,” katanya.

Yang mencemaskan, kata Prof. Rokhmin Dahuri, 1 dari 3 anak di Indonesia mengalami stunting.  Bahwa 30% anak-anak kita mengalami stunting, 17,7% bergizi buruk, dan 10,2% berbadan kurus akibat kurang makanan bergizi (Kemenkes dan BKKBN, 2022).

Apabila masalah krusial ini tidak segera diatasi, dalam jangka panjang, kekurangan pangan di suatu negara akan mewariskan generasi yang lemah, kurang cerdas, dan tidak produktif (a lost generation). Maka, dengan kualitas SDM semacam ini, tidaklah mungkin sebuah bangsa bisa maju dan sejahtera.

Resultante dari kemiskinan, ketimpangan ekonomi, stunting, dan gizi buruk adalah IPM Indonesia yang baru mencapai 72 tahun lalu. “Padahal, menurut UNDP sebuah bangsa bisa dinobatkan sebagai bangsa maju dan makmur, bila IPM nya lebih besar dari 80,” tutur Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2001 – 2004 itu.

Kemudian, terang Prof. Rokhmin Dahuri, biaya yang diperlukan orang Indonesia untuk membeli makanan bergizi seimbang (sehat) sebesar Rp 22.126/hari atau Rp 663.791/bulan. Mengutip FAO, 2022, harga tersebut berdasarkan pada standar komposisi gizi Helathy Diet Basket (HDB).

“Atas dasar perhitungan diatas; ada 183,7 juta orang Indonesia (68% total penduduk) yang tidak mampu memenuhi biaya tersebut,” kata Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu mengutip Litbang Kompas, 2022 di Harian Kompas, 9 Desember 2022.

Mirisnya, rakyat Indonesia kekurangan rumah yang sehat dan layak huni. Dari 65 juta Rumah Tangga, menurut data BPS tahun 2019 dimana 61,7 persen tidak memiliki rumah layak huni. “Padahal, perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (human basic needs) yang dijamin dalam Pasal 28, Ayat-h UUD 1945,” terang Ketua Dewan Pakar Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) itu.

Kemudian, Prof. Rokhmin Dahuri menjelaskan, persyaratan dari Negara Middle-Income menjadi Negara Maju, Adil-Makmur dan Berdaulat, yaitu: Pertama, pertumbuhan ekonomi berkualitas rata-rata 7% per tahun selama 10 tahun. Kedua, I + E K + Im. Ketiga, Koefisien Gini 0,3 (inklusif). Keempat, ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Bahkan, sambungnya, menurut data UNICEF, Indonesia masih menjadi negara dengan nilai prevalensi stunting yang tinggi (31,8%). Dari nilai ini Indonesia masih kalah dibanding dengan negara tetangga seperti Malaysia (20,9%) dan Filipina (28,7%).

Berdasakan sumber dari UNDP (2023) Hingga 2021, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada diurutan ke-114 dari 191 negara, atau peringkat ke-5 di ASEAN Low Human Development Medium Human Development High Human Development Very High Human Development kurang 0,55 0,55-0,70 0,70-0,80 melebihi 0,80.

Selain itu, utang pemerintah yang sangat besar dan terus meningkat membahayakan perekonomian Indonesia. Tingkat utang pemerintah dan swasta yang semakin besar bisa mengikis kepercayaan para investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Utang pemerintah yang tinggi akan membatasi ruang fiskal negara (karena sebagian APBN digunakan untuk bayar utang: cicilan pokok maupun bunganya), serta menghambat investasi publik dan swasta (Aaditya Mattoo, Kepala Ekonomi Kawasan Asia Timur dan Pasifik, Bank Dunia, 2024).

Setiap kenaikan utang sebesar 10% poin akan menurunkan laju pertumbuhan investasi sebesar 1,1% poin (East Asia – Pacific Economic Update April 2024 “ Firm Foundation of Growth”. World Bank, 2024). “Beban anggaran APBN untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang Indonesia meningkat siginifikan dalam 10 tahun terakhir (Dua Periode Pemerintahan Presiden Jokowi),” bebernya.

Prof. Rokhmin Dahuri mengungkapkan, tingkat utang pemerintah dan swasta yang semakin besar dapat mengikis kepercayaan para investor untuk berinvestasi di Indonesia. Utang pemerintah yang tinggi akan membatasi ruang fiskal negara (karena sebagian APBN digunakan untuk bayar utang: cicilan pokok maupun bunganya), serta menghambat investasi publik dan swasta (Aaditya Mattoo, Kepala Ekonomi Kawasan Asia Timur dan Pasifik, Bank Dunia, 2024).

Di kawasan Asia - Pasifik, negara-negara yang mengalami peningkatan beban bunga utang paling signifikan pasca Pandemi Covid-19 adalah Indonesia, Laos, Papua Nugini, dan Mongolia.

Beban pembayaran bunga utang (diluar pokok utang) dalam APBN 2024 sebesar Rp 497,3 trilyun. Angka ini nyaris menyamai dengan jumlah defisit APBN (proyeksi belanja negara yang akan dibiayai dengan utang) sebesar Rp 522,8 trilyun (Kemenkeu, 2024). Alokasi anggaran untuk membayar bunga utang itu merupakan yang kedua tertinggi dalam komponen belanja pemerintah pusat dalam APBN 2024. Yakni: anggaran Kesehatan Rp 187,5 trilyun, Perlinsos Rp 496,8 trilyun, Infrastruktur Rp 423,4 trilyun, dan Pendidikan Rp 665 trilyun.

Domain Industri Bioteknologi Kelautan

Adapun domain industry bioteknologi kelautan, menurut Pendiri sekaligus Penasehat Utama Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL), IPB University itu, antara lain: Pertama, ekstraksi senyawa bioaktif (bioactive compounds/natural products) dari biota laut untuk bahan baku bagi industri nutraseutikal (healthy food & beverages), farmasi, kosmetik, cat film, biofuel, dan beragam industri lainnya .

Kedua, genetic engineering untuk menghasilkan induk dan benih ikan, udang, kepiting, moluska, rumput laut, tanaman pangan, dan biota lainnya yang unggul. Ketiga, rekayasa genetik organisme mikro (bakteri) untuk bioremediasi lingkungan yang tercemar. Keempat, aplikasi Bioteknologi untuk Konservasi

Sampai sekarang, pemanfaatan Bioteknologi Kelautan Indonesia masih sangat rendah (< 10% total potensinya).  Banyak produk industri bioteknologi kelautan yang bahan baku (raw material) nya dari Indonesia à diekspor ke negara lain à negara pengimpor memprosesnya menjadi beragam produk akhir (finished products) seperti farmasi, kosmetik, dan healthy food and bevareges à lalu diekspor ke Indonesia. Contoh: gamat, squalence, minyak ikan, dan Omega-3.

Terdapat 13 spesies microalgae di perairan Indonesia mengandung lemak (senyawa hidrokarbon) yang potensial untuk biofuel. Empat spesies utama: Nannocholoropsis oculata (24%), Scenedesmus (22%), Chlorella (20%), dan Dunaliela salina (15%) (Kawaroe, 2010

Selat Malaka sebagai bagian dari ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia)-1 merupakan jalur transportasi laut terpendek yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Samudera Pasifik. Menghubungkan raksasa[1]raksasa ekonomi dunia, termasuk India, Timur-Tengah, Eropa, dan Afrika di belahan Barat dengan China, Korea Selatan, dan Jepang di belahan Timur.

ALKI-1 melayani pengangkutan sekitar 80% total minyak mentah yang memasok Kawasan Asia Timur dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika. Jumlah kapal yang melintasi ALKI-1 mencapai 100.000 kapal/tahun. Sementara, Terusan Suez dan Terusan Panama masing-masing hanya dilewati oleh 18.800 dan 10.000 kapal per tahun (Calamur, 2017). Pendapatan Otoritas Terusan Suez mencapai rata-rata Rp 220 milyar/hari atau Rp 80,7 trilyun/tahun.

“Malangnya, sampai sekarang, Indonesia belum menikmati keuntungan ekonomi secuil pun dari fungsi laut NKRI sebagai jalur transportasi utama global,” tandas Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – Sekarang.

Apa yang harus kita (civitas academica, masyarakat, swasta, dan pemerintah) lakukan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045? Prof. Rokhmin Dahuri menegaskan melalu kerjasama Penta Helix.

Ia menjelaskan, Penta Helix merupakan sebuah model kerjasama inovatif yang menghubungkan Akademisi, Bisnis (Industri), Komunitas Pemerintah, dan Media Masa untuk menciptakan ekosistem kerjasama berdasarkan pada Kreatifitas, Inovasi IPTEK

Masyarakat (Rakyat, UMKM)

1. Beretos kerja unggul (seperti rajin, kerja keras, disiplin, dan teamwork); berkhlak mulia (shidiq, amanah, fathonah, tabligh, qonaah, dan IMTAQ); dan meningkatkan kapasitas serta kualitas (knowledge, skills, dan expertise) mulai dari diri kita sendiri. Kemudian tularkan kepada keluarga, masyarakat, dan bangsa (Ifda bi Nafsih, Think Globally, Act Locally).

2. Pengembangan investasi dan bisnis di berbagai sektor ekonomi, sesuai potensi lokal, peluang pasar, dan kecintaan (passion) kita à Untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan volume produksi goods atau barang (komoditas, produk) dan services (jasa) baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pendapatan pemilik dan karyawan lebih USD 480 (Rp 7,5 juta)/orang/bulan.

“Berdasarkan perhitungan: USD 3,2/orang/hari (garis kemiskinan Bank Dunia) atau USD 96/orang/bulan x 5 orang (rata-rata ukuran RT) dan asumsi yang bekerja hanya ayah atau ibu,” terangnya.

3. Pastikan, 27 Nopember 2024 memilih Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) yang kompeten dan capable, strong, dan baik (IMTAQ dan akhlak mulia). 4. Dan, Februari 2029 memilih Presiden, Wapres, DPR RI, DPD, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, serta Kepala Desa dengan kriteria (karakter) seperti pada butir-3. Catatan: jangan tergoda uang dan sogokan lain, dan jangan takut intimidasi dari aparat pemerintahan

Swasta (Perusahaan Besar, Industri)

1. Berupaya maksimal agar perusahannya mampu menghasilkan goods atau services yang berdaya saing tinggi (QCD = Quality, Cost, dan, Delivery) untuk memenuhi pasar domestik (nasional) maupun ekspor secara berkelanjutan à Sehingga, menghasilkan keuntungan besar (highly profitable) secara berkelanjutan. 2. Gaji karyawan swasta dan ASN lebih USD 480 (Rp 7,5 juta)/bulan.

3. Program DIKLATLUH untuk karyawan dalam rangka up-skilling atau re[1]skilling (capacity building) secara reguler dan berkesinambungan. 4. Keuntungan harus diinvestasikan di dalam negeri (jangan disimpan di Luar Negeri). 5. Investasi R & D (LITBANG) supaya produk perusahannya inovatif dan berdaya saing

Pemerintah

1. Punya konsep (Road Map, Blueprint, RPJP, dan RPJMN) pembangunan yang holistik dan benar serta dilaksanakan secara berkesinambungan. 2. Pembangunan Bidang Ekonomi. 3. Pembangunan SDM: sektor-sektor Kesehatan, Pendidikan, R & D, dan Agama. 4. Pembangunan Infrastruktur. 5. Penciptaan Iklim Investasi dan Kemudahan Berbisnis (Ease of Doing Business) yang kondusif: perizinan, keadilan dan penegakkan hukum, dll.

6. Tata Kelola Pemerintahaan yang baik (Good Governance): profesional, melayani, transparan, akuntable, dan bebas KKN. 7. Kebijakan politik ekonomi kondusif (RTRW, fiskal, moneter, perdagangan, ketenagakerjaan, dan pemilu). 8. Capable, Strong, dan Good Leaders (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif).

Ilmuwan (Dosen dan Peneliti), Mahasiswa, dan Ulama

1. Menghasilkan invention dan innovation di berbagai bidang IPTEKS sesuai kebutuhan bangsa dan masyarakat dunia. 2. Ilmuwan dan Ulama berkontribusi siginifikan untuk membangun SDM Indonesia yang unggul, kompeten, capable, beretos kerja tinggi, berkhlak mulia, dan memiliki IMTAQ kokoh menurut agama masing-masing.

3. Mahasiswa harus rajin dan serius untuk mengusai IPTEK (hard skills), soft skills (motivasi tinggi, teamwork, entrepreuneurship, leadership, etos kerja unggul, dan akhlak mulia). 4. Melakukan amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat.

Menurut Prof. Rokhmin Dahuri, keterampilan dan keahlian sangat dibutuhkan di Era Industri 4.0 dan Society 5.0 (WEF, 2023), yaitu: 1. Berpikir Analitis dan Kreatif 2. Literasi Teknologi 3. Rasa Ingin Tahu dan Pembelajaran Sepanjang Hayat 4. Ketahanan dan Fleksibilitas (Antisipasi dan Adaptasi) 5. Berpikir Sistem dan AI (Kecerdasan Buatan)

6. Ilmu Data dan Big data 7. Pengembangan Keterampilan Lokal 8. Keterampilan Interpersonal 9. Kemampuan memahami dan bekerja dengan teknologi 10. Keberlanjutan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Selain itu, Prof. Rokhmin Dahuri menguraikan peran dan kontribusi disiplin ilmu bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, antara lain: 1. STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics): produk berbasis teknologi, peralatan industri, teknologi proses, sistem, dan layanan.

2. Bisnis, Ekonomi, dan Hukum: model pemasaran, model bisnis, manajemen organisasi, lapangan kerja yang stabil, keadilan sosial, masyarakat meritokrasi, dan pengaturan kelembagaan. 3. Ilmu-ilmu sosial (Psikologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Politik): kebijakan sosial berbasis bukti.

4. Kedokteran: terutama mendukung kesejahteraan sosial. 5. Arsitektur, Plannologi dan Perencanaan Kota: membangun ruang dan kota, juga berkontribusi terhadap seni dan budaya.

Media Masa

1. Menyebar luaskan hal-hal positip: invention, innovation, prestasi orang, model bisnis yang sukses, model pembangunan yang berhasil, dll. 2. Mencegah dan mengatasi hal-hal negatip: kebohongan, ketidak[1]jujuran, penghianatan, kriminalitas, premanisme, narkoba, perjudian, KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), dll.

3. Berkontribusi signifikan dalam mewujudkan masyarakat meritokrasi (kehidupan berbangsa dan bernegara barazaskan merit system), berkahlak mulia, dan ber-IMTAQ menurut agama masing-masing. 4. Menjaga kerukuanan dan keharmonisan antar pemeluk agama.

Penyebab Ketertinggalan Indonesia

Duta Besar Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Korea Selatan tersebut menyebutkan ada beberapa  faktor yang menyebabkan Indonesia tertinggal dibandingkan sejumlah bangsa lain. “Penyebab ketertinggalan Indonesia itu ad faktor internal, ada pula faktor eksternal,” kata Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.

Ia menyebutkan, faktor internal tersebut yaitu belum ada “Road Map Pembangunan Nasional yang Komprehensif, Tepat, dan Benar” yang dilaksanakan secara berkesinambungan; Kualitas SDM (knowledge, skills, expertise, kapasitas inovasi, etos kerja, nasionalisme, dan akhlak) masih rendah Sistem politik demokrasi liberal (Kapitalisme) yang sarat dengan politik uang dan kemunafikan, penegakkan hukum buruk, dan KKN massif; Belum ada pemimpin yang capable, negarawan, IMTAQ kokoh, dan ikhlas membangun bangsa.

Adapun faktor eksternal, katanya, antara lain Keserakahan bangsa-bangsa maju dan kapitalisme cenderung menjajah secara politik-ekonomi negara berkembang; Disrupsi Teknologi (AI, Drone, dll); Tensi Geopolitik makin meruncing: Perang Rusia vs Ukraina, Israel vs Palestina, persaingan AS vs China; Triple Ecological Crises (Pollution, Biodiversity Loss, and Global Warming;

Nasionalisme rendah di kalangan pengusaha: (1) berubah dari industriawan menjadi importir, (2) nyimpan uang lebih  80% di LN, (3) gaji karyawan rendah, dan (4) R & D serta daya saing rendah (‘jago kandang’). Nasionalisme rendah di kalangan pengusaha: (1) berubah dari industriawan menjadi importir, (2) nyimpan uang lebih 80% di LN, (3) gaji karyawan rendah, dan (4) R & D serta daya saing rendah (‘jago kandang’).

Kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa ditentukan oleh ‘innovation-driven economy’ (O’Connor and Kjollerstrom, 2008; Altbach and Salmi, 2011; dan Guggenheim, 2012).  “Sejak krisis ekonomi global pada tahun 2008 hingga pandemi Covid-19 saat ini, resesi besar telah menyebar ke seluruh dunia, menginfeksi negara-negara yang sudah berjuang dengan perekonomian yang lemah, infrastruktur yang buruk, degradasi lingkungan, serta tingginya angka pengangguran dan kemiskinan. Kemajuan nyata dalam perekonomian dekade ke depan akan membutuhkan ide-ide segar, kreatif, dan inovatif à Kuncinya adalah terus berinovasi” (Bill Gates, 2020).

“Sayangnya, hampir semua indikator yang terkait dengan dengan kapasitas IPTEK, Riset, Inovasi, dan Kualitas SDM kita bangsa Indonesia, itu masih rendah (tertinggal),” kata Prof. Rokhmin Dahuri.

Tingkat Literasi Negara Di Dunia

Berdasarkan riset yang bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked, dilakukan oleh Central Connecticut State University pada 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat  ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Indeks Alibaca) Nasional, termasuk di level rendah (37,32).

Selanjutnya, 9 provinsi masuk dalam level sedang (26%); 24 provinsi masuk level rendah (71%); dan 1 provinsi masuk level sangat rendah (3%). Sedangkan Indeks Alibaca tertinggi berada di Provinsi DKI Jakarta (58,16).

Disisi lain, jelasnya, TFP (Total Productivity Factor) Indonesia menurun 50% sejak 2010, jauh di bawah negara-negara ASEAN (World Bank, 2023). Global Innovation Index Hingga 2022, peringkat GII Indonesia berada diurutan ke-75 dari 132 negara, atau ke-6 di ASEAN. Peringkat Indeks Daya Saing Global pada 2018-2022, indeks daya saing Indonesia semakin menurun, hingga 2022 diurutan ke-44 dari 141 negara, atau peringkat ke-4 di ASEAN

Jumlah wirausahawan Indonesia hanya mencapai 3,1 Persen dari Negara Asean lainnya. Dari jumlah penduduk Singapura 8 Persen, Malaysia 5 Persen, dan Thailand 4 Persen.  Sedangkan standar Bank Dunia, jumlah pengusaha minimal 7% dari jumlah penduduk.  Sementara itu, hingga 2019, Global Entrepreneurship Index Indonesia berada diurutan ke-75 dari 137 negara atau peringkat ke-6 di ASEAN.

Implikasi dari Rendahnya Kualitas SDM, Kapasitas Riset, Kreativitas, Inovasi, dan Entrepreneurship adalah: Proporsi ekspor produk manufaktur berteknologi dan bernilai tambah tinggi bangsa Indonesia hanya 8,1%; selebihnya (91,9%) berupa komoditas (bahan mentah) atau SDA yang belum diolah. Sementara, Singapura mencapai 90%, Malaysia 52%, Vietnam 40%, dan Thailand 24% (UNCTAD dan UNDP, 2021)

Key Global Trends

Pada prinsipnya, menurut Prof. Rokhmin Dahuri, ada 5 kecenderungan global (key global trends) yang mempengaruhi kehidupan dan peradaban manusia di abad-21, yakni: (1) jumlah penduduk dunia yang terus bertambah; (2) Industri 4.0 (Revolusi Industri Keempat); (3) Perubahan Iklim Global (Global Climate Change); (4) Dinamika Geopolitik; (5) Era Post-Truth.

“Kelima kecenderungan global diatas mengakibatkan kehidupan dunia bersifat VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, and Ambiguous), bergejolak, tidak menentu, rumit, dan membingungkan (Radjou and Prabhu, 2015),” ujarnya.

Pada abad terakhir ini, terangnya, terjadi peningkatan dramatis dalam permintaan manusia terhadap segala jenis sumber daya alam.  Pada tahun 2020, untuk pertama kalinya, konsumsi gabungan bahan konstruksi, mineral, bahan bakar fosil, dan biomassa mencapai 100 miliar ton, lebih dari 10 kali lipat dibandingkan tahun 1990 (https://www.theguardian.com/environm ent/2020 /jan/22/worlds-consumption of material mencapai rekor 100 miliar ton per tahun).

Dunia perlu memproduksi setidaknya 50% lebih banyak pangan untuk memberi makan 9,7 miliar orang pada tahun 2050. (Bank Dunia, 2016). Meskipun meningkatnya permintaan akan sumber daya alam mendorong pertumbuhan ekonomi, hal ini juga memberikan tekanan yang semakin besar terhadap ekosistem bumi, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan termasuk polusi, hilangnya keanekaragaman hayati, dan Pemanasan Global.

Dampak Perang Rusia vs Ukraina, Israel vs Palestina, dan Ketegangan AS vs China terhadap Pereknomian Global dan Nasional. Terdisrupsinya Sistem Rantai Pasok Global (Global Supply Chain System). Mengakibatkan: 1. Distribusi pupuk, energi (migas dan batubara), dan pangan terganggu. Ketersediaan menurun (kelangkaan) dan harga melambung à Krisis pangan yang menyebabkan kelaparan dan malnutrisi.

2. Kelangkaan dan kenaikan harga ketiga komoditas diatas dan ‘kepanikan’ akibat Perubahan Iklim Global dan perang yang belum tahu kapan berakhirnya Inflasi meningkat tajam.

3. Inflasi yang tinggi memicu the Fed meningkatkan suku bunganya simpanan dolar AS dari berbagai negara, termasuk Indonesia, mengalir balik (capital outflow) ke AS à Nilai tukar sejumlah mata uang, tak terkecuali Indonesia, anjlok.

Saat ini 1 dolar AS = Rp 16.300, implikasinya Industri (perusahaan) pengekspor mendapat berkah, sebaliknya pengimpor menderita. Neraca Dagang RI mendekati minus dan penerimaan pajak menurun ruang fiskal (besaran APBN) menyempit à menghambat pertumbuhan ekonomi.

Peta Jalan Pembangunan Menuju Indonesia Emas 2045

Selama 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi-RI stagnan di angka sekitar 5%, masih jauh dari potensi ekonomi-RI yang sesungguhnya, 8% - 10% per tahun (Mc. Kinsey, 2022; FE-UI, 2024). Ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi sangat dominan bergantung pada konsumsi rumah tangga atau belanja masyarakat, sekitar 56% (Prof. Chatib Basri, 2024).

Untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 mestinya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 – 2024 berkisar 6 – 7 persen per tahun. Angka pertumbuhan ekonomi ini bisa dicapai dengan kontribusi investasi terhadap PDB sebesar 41 – 48 persen.

Sayangnya, kontribusi investasi terhadap PDB hingga kini baru mencapai 35% (Prof. Chatib Basri, 2024). Hal ini disebabkan karena ICOR Indonesia masih terlalu tinggi, alias tidak efisien (berbiaya mahal) dan tidak efektif, akibat birokrasi pemerintah yang sarat KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

Hal ini disebabkan karena ICOR Indonesia masih terlalu tinggi, alias tidak efisien (berbiaya mahal) dan tidak efektif, akibat birokrasi pemerintah yang sarat KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

Sembilan Kebijakan Pembangunan TSE untuk Indonesia

Lalu, Prof. Rokhmin Dahuri menguraikan tentang rincian Sembilan Kebijakan Pembangunan TSE untuk Indonesia, yaitu:

Pertama, dari dominasi eksploitasi SDA dan ekspor komoditas (raw materials) dan buruh murah, ke dominasi sektor manufaktur atau HILRISASI (sektor sekunder) dan sektor jasa (sektor tersier) yang produktif, berdaya saing, inklusif, mensejahterakan, dan berkelanjutan (sustainable). Pengelolaan ESDM berdasarkan pada Pasal 33 UUD 1945: hasilkan: Rp 20 juta/warga negara/bulan à atas nama Negara, BUMN mengelola ESDM, Kehutanan, Laut dan Perairan Darat, dan Sumber Air Mineral. Swasta tidak diberi IUP atau IUK, tetapi bekerja di bawah naungan BUMN.

Kedua, dari dominasi impor dan konsumsi ke investasi, produksi, dan ekspor. v Karena sekitar 2/3 perdagangan global berjalan melalui GVC = Global Value Chain (Rantai Nilai Global) à Maka, bila Indonesia ingin memacu pertumbuhan ekonominya diatas 7% per tahun, produk dan jasa (goods and services) buatan Indonesia harus terintegrasi ke dalam GVC à Artinya: produk dan jasa Indonesia mesti berdaya saing tinggi (Kualitas top, Harga relatif murah, dan Suplai mampu memenuhi kebutuhan konsumen/pasar setiap saat). Solusinya: Inovasi Dan Industrialisasi.

Partisipasi Indonesia dalam GVC sebagian besar terbatas pada proses manufaktur sederhana seperti perakitan, dan tingkat partisipasinya rendah dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. v Pangsa ekspor global produk manufaktur Indonesia pada tahun 2021 adalah 0,38%, dibandingkan dengan Vietnam sebesar 2%, dan Malaysia sebesar 2,9%. Pangsa ekspor manufaktur Indonesia kurang dari 1%, dibandingkan Malaysia dan Thailand yang masing-masing mencapai 1,5%, dan Vietnam 3,5% (UNCTAD, 2022)

Ketiga, modernisasi sektor primer (Kelautan dan Perikanan, Pertanian, Kehutanan, dan ESDM) secara produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, ramah lingkungan dan berkelanjutan, untuk meningkatkan Produktivitas Ekonomi Bangsa. à Ini akan mengurangi kesempatan kerja di sektor primer à Di sinilah pentingnya pengembangan sektor sekunder (industri manufaktur) untuk menyerap tenaga kerja lebih banyak, peningkatan produktivitas dan produksi nilai tambah, dan daya saing bangsa. v Reforma Agraria: (1) sertifikasi lahan, (2) redistribusi lahan berkeadilan, dan (3) jadikan semua lahan, di luar kawasan lindung, menjadi produktif.

Ciri Ekonomi Modern, antara lain: 1. Ukuran unit usaha memenuhi economy of scale, 2. Menerapkan ISCMS (Integrated Supply Chain Management System), 3. Menggunakan teknologi mutakhir (INOVASI) pada setiap mata rantai Supply Chain System, dan 4. Mengikuti prinsip-prinsip Sustainable Development: RTRW, Sustainable Utilization of Natural Resources, Pollution Control, Conservation, Design & Construction with Nature, and Mitigation & Adaptation for Global Climate Change and othe Natural Hazards.

Keempat, revitalisasi industri manufaktur (Pengolahan) yang unggul sejak masa Orde Baru (Presiden Soeharto): (1) Mamin, (2) TPT (Tekstil dan Produk Tekstil), (3) Elektronik, (4) Otomotif, (5) Kayu dan Produk Kayu, dan lainnya.

Kelima, pengembangan industri manufaktur baru: EBT (Energi Baru Terbarukan), Chips, Semikonduktor, Baterai Nikel, Electrical Vehicle, Bioteknologi, Nanoteknologi, Ekonomi Kelautan, Ekonomi Kreatif, Industry 4.0, dan lainnya.

Keenam, pengembangan berbagai Sektor Ekonomi dan Kawasan Industri di Luar Jawa, Wilayah Perdesaan, Wilayah Perbatasan, dan di P. Jawa yang masih tertinggal dan miskin sesuai Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Lingkungan setiap wilayah pengembangan à Untuk mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah.

Ketujuh, peningkatan pendapatan negara, yang saat ini baru mencapai Rp 2.777 trilyun (13% PDB), jauh lebih kecil ketimbang rata-rata tax ratio (pendapatan) negara[1]negara berkembang-maju (emerging economies) lainnya sebesar 28% PDB, dan negara-negara maju yang mencapai 40% PDB (Bank Dunia, 2023) . Dengan cara: (1) Pengelolaan ESDM dan hutan berdasarkan pada Pasal 33 UUD 1945, dengan hasil Rp 20 juta/warga negara/bulan; (2) peningkatan tax rate (dari 12% menjadi 20%) dan tax base (pembayar pajak); dan (3) optimalisasi penerimaan Zakat, Infaq, Shodaqoh, dan Wakaf

Kedelapan, semua kebijakan pembangunan ekonomi (butir-1 s/d 7) mesti berbasis pada Pancasila (pengganti Kapitalisme), Ekonomi Hijau (Green Economy), Ekonomi Biru (Blue Economy), Ekonomi Sirkuler, dan Ekonomi Digital (Industry 4.0) serta TKDN lebih 50%. v Akselerasi Transisi Energi: Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik dan power plant berbasis EBT. Kebijkan fiskal yang mendukung program transisi energi untuk menurunkan emisi karbon sebesar 31,9% dan meningkatkan proporsi EBT dalam National Energy Mix menjadi 25% pada 2030.

Kesembilan, menyiapkan SDM (Human Capital) Indonesia unggul (knowledgeable, skillful, expert, top work ethics, dan berakhlak mulia) yang mampu merencanakan, mengimplementasikan, dan melakukan MONEV kedelapan kebijakan/program pembangunan ekonomi diatas.

Melalui: (1) program Upskilling dan Reskilling tenaga kerja yang ada saat ini (existing working force); dan (2) penyempurnaan sektor kesehatan, pendidikan, R & D (LITBANG), Agama, pelatihan & penyuluhan.

Pemanfaatan Ekonomi Kelautan

Selanjutnya, Prof. Rokhmin Dahuri memaparkan potensi dan tingkat pemanfaatan Ekonomi Kelautan (Blue Economy) Indonesia.

Ekonomi Kelautan (Marine Economy) adalah kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, dan kegiatan ekonomi di darat (lahan atas) yang menggunakan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan untuk menghasilkan barang dan jasa (goods and services) yang dibutuhkan umat manusia” Ekonomi Kelautan (Marine Economy). Total potensi ekonomi sebelas sektor Kelautan Indonesia: US$ 1,348 triliun/tahun atau 5 kali lipat APBN 2024 (Rp 3.200 triliun = US$ 200 miliar) atau 1,3 PDB Nasional saat ini.

Pada 2018 kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 11%.  Negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil (seperti Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia, dan Islandia), kontribusinya lebih 30%.

Lapangan kerja: 45 juta orang atau 40% total angkatan kerja Indonesia.  Pada 2018 kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 11%. Negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil (seperti Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia, dan Islandia), kontribusinya lebih 30%

Sektor Perikanan, ESDM, dan Wisata Bahari berkontribusi hampir 80% dari total PDB ekonomi biru pada tahun 2021

Sedangkan definisi Bioteknologi Kelautan, yaitu: Bioteknologi kelautan adalah teknik penggunaan biota laut atau bagian dari biota laut (seperti sel atau enzim) untuk membuat atau memodifikasi produk, memperbaiki kualitas genetik atau fenotip tumbuhan dan hewan, dan mengembangkan (merekayasa) biota laut untuk keperluan tertentu, termasuk perbaikan lingkungan (Lundin and Zilinskas, 1995).

Domain Industri Bioteknologi Kelautan

Ekstraksi senyawa bioaktif (bioactive compounds/natural products) dari biota laut untuk bahan baku bagi industri nutraseutikal (healthy food & beverages), farmasi, kosmetik, cat film, biofuel, dan beragam industri lainnya.

Genetic engineering untuk menghasilkan induk dan benih ikan, udang, kepiting, moluska, rumput laut, tanaman pangan, dan biota lainnya yang unggul.

Rekayasa genetik organisme mikro (bakteri) untuk bioremediasi lingkungan yang tercemar. "Aplikasi Bioteknologi untuk Konserva sampai sekarang, pemanfaatan Bioteknologi Kelautan Indonesia masih sangat rendah (kurang 10% total potensinya)," terangnya.

Menurutnya, banyak produk industri bioteknologi kelautan yang bahan baku (raw material) nya dari Indonesia diekspor ke negara lain negara pengimpor memprosesnya menjadi beragam produk akhir (finished products) seperti farmasi, kosmetik, dan healthy food and bevareges  lalu diekspor ke Indonesia. Contoh: gamat, squalence, minyak ikan, dan Omega-3.

Selain itu, terdapat 13 spesies microalgae di perairan Indonesia mengandung lemak (senyawa hidrokarbon) yang potensial untuk biofuel. Empat spesies utama: Nannocholoropsis oculata (24%), Scenedesmus (22%), Chlorella (20%), dan Dunaliela salina (15%).

Selat Malaka sebagai bagian dari ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia)-1 merupakan jalur transportasi laut terpendek yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Samudera Pasifik. Menghubungkan raksasa-raksasa ekonomi dunia, termasuk India, Timur-Tengah, Eropa, dan Afrika di belahan Barat dengan China, Korea Selatan, dan Jepang di belahan Timur.

ALKI-1 melayani pengangkutan sekitar 80% total minyak mentah yang memasok Kawasan Asia Timur dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika.  Jumlah kapal yang melintasi ALKI-1 mencapai 100.000 kapal/tahun.  Sementara, Terusan Suez dan Terusan Panama masing-masing hanya dilewati oleh 18.800 dan 10.000 kapal per tahun (Calamur, 2017). 

Pendapatan Otoritas Terusan Suez mencapai rata-rata Rp 220 milyar/hari atau Rp 80,7 trilyun/tahun.  "Malangnya, sampai sekarang, Indonesia belum menikmati keuntungan ekonomi secuil pun dari fungsi laut NKRI sebagai jalur transportasi utama global," kata Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pengembangan Pesisir dan Laut, Universitas Bremen, Jerman Kehormatan itu.

 

Komentar