Minggu, 19 Mei 2024 | 13:25
NEWS

Siaran Squawk Box Foodagri Insight

Prof. Rokhmin Dahuri Sayangkan Regulasi Penangkapan Ikan Terukur Ditunda

Prof. Rokhmin Dahuri Sayangkan Regulasi Penangkapan Ikan Terukur Ditunda
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS pada siaran Squawk Box Foodagri Insight CNBC Indonesia

ASKARA – Menteri Perikanan dan Kelautan perode 2001-2004, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS, menilai kebijakan dan regulasi mengenai penangkapan ikan secara terukur sangat baik. Baik berdasarkan ilmu maupun fakta empiris. Karena diketahui sumberdaya milik bersama jika tidak dikelola terukur tidak cermat maka terjadi penangkapan yang overfishing (kelebihan tangkap),

“Siapa saja, kapan saja boleh menangkap ikan. Itu akan terjadi yang namanya overfishing atau kelebihan tangkap. Lama kelamaan kalau itu dibiarkan ikan menjadi punah,” Prof. Rokhmin Dahuri menanggapi polemik pengunduran kembali penangkapan ikan terukur berbasis kuota dalam siaran Squawk Box Foodagri Insight bertema “Lagi dan Lagi, Penangkapan Ikan Terukur Ditunda, Sampai Kapan?”, CNBC Indonesia, Kamis, 4 Januari 2024.

Maka, lanjutnya, dari segi kelestarian sesungguhnya sangat bagus untuk memastikan bahwa yang ditangkap oleh nelayan seluruh Indonesia itu lebih kecil daripada di atas tangkapan ikan yang dibolehkan yaitu 80 persen dari potensi produk lestari.

Yang dimaksud terukur, kata Prof. Rokhmin, seluruh penangkapan seluruh nelayan Indpnesia harusnya dicatat. Supaya pemerintah bisa memantau apakah dengan kuota sebagai upaya hasil penangkapan menurun, stagnan atau malah meningkat.

“Kalau meningkat berarti kuotanya boleh ditingkatkan. Kalau mendatar dibiarkan saja. Sebaliknya kalau menurun kuotanya terus dikurangi,” kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University itu.

Jadi, sambungnya, dari segi dasar ilmiah maksud pemerintah sudah sangat baik. Dengan kelestarian sumber daya itu seharusnya nelayan bisa sejahtera sepanjang sarana produksi, perizinan dipermudah, kemdudian hasil tangjapan nelayan dijamin bisa dipasarkan.

“Itulah pentingnya pengembangan pelabuhan perikanan sebagai kawasan industri perikanan terpadu. Sehingga berapapun nelayan yang mendaratkan ikannya bisa dibeli dengan harga yang sesuai dan ikannya lestari,” terang Ketua Umum GNTI (Gerakan Nelayan Tani Indonesia) itu.

Terkait pengunduran kembali penangkapan ikan terukur berbasis kuota, Prof. Rokhmin Dahuri mengatakan kemungkinan proses penyusunan kebijakan pada awalnya kurang melibatkan stakeholder utama, para nelayan dan pengusaha kita kurang dilibatkan.

Kedua, akibat kurang terlibatnya stakeholder maka timbul prasangka. Nelayan lokal khawatir kalau bersaing dengan kapal-kapal modern yang beroperasi di lokasinya. Berikutnya bagaimana ikan yang ditangkap di daratkan sesuai dengan lokasi penangkapan ikan.

Jadi kalau kita menangkap ikan di Arapura mendaratkan di daerah Maluku. Padahal disana pelabuhannya belum siap, pembelinya belum ada, industri pengolahan belum ada. sehingga harga ikan nya akan rendah sekali. Kemudian juga kekhawatiran dominasi nelayan asing.

“Kemudian mungkin yang menjadi masalah utama adalahnya mahalnya pungutan hasil perikanan. Saya kira ini miskomunikasi dan itulah implikasi delay sampai tiga tahun dan itu sangat disayangkan,” kata Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia.

Seperti diketahui, Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menunda pelaksanaan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota.

Relaksasi pelaksanaan penangkapan ikan terukur Lewat Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B.1954/MEN-KP/XI/2023 antara lain menunda pelaksanaan kuota penangkapan ikan dan sertifikat kuota dari yang awalnya dimulai pada musim penangkapan ikan tahun 2024 menjadi diundur pada 2025.

Komentar