Senin, 29 April 2024 | 08:33
COMMUNITY

Suara Kaum Muda di Pemilu 2014, Gerbong Perubahan Indonesia

Suara Kaum Muda di Pemilu 2014, Gerbong Perubahan Indonesia
Gen Z (Dok Pixabay)

ASKARA - Suara kaum muda yang mencapai 55 persen dari suara pemlih aktif pada Pemilihan Umum 2024, menempatkan generasi muda manenjadi penentu utama dalam kontentasi pemilihan kali ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 bicara soal itu. Jumlah penduduk Indonesia yang saat ini mencapai 278,70 juta jiwa, hampir 55 persen merupakan anak muda dan ini merupakan gelombang besar dan sejarah Pemilu Indonesia.

Hal itu terungkap dalam webinar bertajuk "Suara Muda, Suara Penentu" yang diselenggarakan oleh Apahabar Community yang berlangsung, Selasa (31/10).

Pengamat Komunikasi Universitas Gadja Mada, Nyarwi Ahmad mengungkapkan, sejauh ini anak muda berpotensi menjadi penentu Pemilu 2024, namun mereka harus menjaga momen tersebut agar tidak hanya dimanfaatkan oleh elite dan partai tertentu.

Baginya sejauh ini banyak partai yang mengatasnamakan anak muda, dengan menggalang isu-isu terkait anak muda namun sebenarnya kurang menyentuh anak muda secara langsung.

"Misalkan di media sosial. Bila kita tracking isu anak mudanya seputar Gibran. Sangat minim  menemukan voice tentang anak muda yang kuat berkaitan dengan suara mereka tentang politik," kata Nyarwi dalam webinar yang diselenggarakan Apahabar Community itu.

Karena itu, ia mengajak anak muda untuk menjaga momen ini, dengan sadar akan posisi mereka agar  benar-benar mamanfaatkan kekuatannya dalam menentukan pemimpin terbaik untuk kemajuan negeri.

"Saya berpikir kalau anak muda tidak memanfaatkan Pemilu kali ini, akan sangat disayangkan, karena tidak menjadi momentum bagi mereka. Perlu menghadirkan anak muda yang punya privilege tertentu dan hadir dalam Pemilu, ini menjadi momen mereka," tuturnya.

Dalam diskusi oleh Apahabar community ini, Influencer Ratu Lubis sebagai salah satu nara sumber mengungkapkan sebenarnya tidak banyak anak muda yang punya perhatian lebih pada masalah dan isu politik karena mereka sudah apatis dan skeptis.

"Ada dua hal yang membuat politik tidak menarik untuk anak muda yakni skeptis dan apatis. Aku merasa generasi aku itu, skeptis karena siapapun pemimpinnya negara ini akan begitu-begitu saja. Itu adalah masalah yang kompleks dan muncul karena kondisi saat ini," kata Ratu masih dalam webinar Apahabar Community.

Ratu juga melihat ketidak pedulian anak muda karena mereka tidak sepenuhnya yakin bahwa suara anak muda nantinya bisa ikut menentukan perubahan ke arah yang lebih baik.

 "Dari sikap skeptis melihat kondisi itu lahirlah sikap apatis, apakah suara kita akan membawa perubahan yang berarti untuk bangsa. Padahal memang dari orang tua aku mengarahkan agar aku menggunakan hakku. Mau milih siapa saja Oke tapi golput bukan pilihan," ungkapnya.

Pengamat Politik Ujang Komarudin memandang optimis suara anak muda ke depan bisa menjadi sebuah lokomotif perubahan, dengan menempatkan perspektif mereka pada titik bahwa mereka bisa menjadi bagian dari perubahan negeri.

Ia mengambil contoh dirinya saat muda, "Ujang muda saat itu berpikir tidak ada persoalan bangsa ini yang tuntas. Dalam pergumulan saya  saatkuliah politik di UIN, S1, S2. Saya ingin tahu kenapa anak muda anti terhadap politik. Lalu saya temukan bahwa harus berkontribusi bagi bangsa ini, lewat berbagai aspek salah satunya melalui politik ” jelas Ujang.

Untuk itu, Ujang berpesan kepada kaum muda agar tidak apatis dengan politik karena dengan langkah itu, perubahan  bisa tercapai.

"Bisa kok kita berkontribusi melalui politik. Cuman kesadaran itu belum ada. Nah itu yang harus kita bangun. Ngapaian rebahan, mager, nongkrong. Kita harus membangun perspektif yang baru bahwa kita anak muda yang potensial dibutuhkan bangsa ini untuk berkontribusi bagi bangsa,jika tidak  maka yang akan mengisi ruang itu adalah anaknya ketua DPR, anak pejabat, anaknya Bupati saja," tukasnya.

 

Komentar