Minggu, 19 Mei 2024 | 23:30
OPINI

Memahami Surat Kuasa Hukum

Memahami Surat Kuasa Hukum
KRH Aryo Gus Ripno Waluyo

Oleh: KRH Aryo Gus Ripno Waluyo, SE, SP.d, S.H, C.NSP, C.CL, C.MP *)

ASKARA - Surat kuasa adalah sebuah dokumen yang memberikan wewenang kepada pihak lain untuk melakukan perbuatan hukum, untuk dan atas nama pemberi kuasa, karena pihak pemberi kuasa sedang tidak dapat melakukannya sendiri.

Ada pula jenis surat resmi yang dikenal sebagai surat kuasa. Keberadaannya berguna untuk membuktikan bahwa telah ada penunjukan kuasa secara resmi kepada seseorang. Di dalam surat, Anda perlu menuliskan pihak pemberi kuasa dan penerima kuasa.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang dapat menjadi kuasa hukum di Pengadilan adalah orang yang berprofesi sebagai Advokat dan diangkat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Advokat.

Kuasa Hukum adalah orang perseorangan yang dapat mendampingi atau mewakili para pihak yang bersengketa dalam beracara pada Pengadilan Pajak. Izin Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak terdiri dari, Izin Kuasa Hukum Bidang Perpajakan.

Pengacara atau Advokat menjadi Penasihat Hukum tatkala mendampingi kliennya berdasarkan kuasa dalam Perkara Pidana. Sedangkan Pengacara atau Advokat menjadi Kuasa Hukum tatkala mendampingi kliennya berdasarkan kuasa dalam Perkara Perdata.

Pengacara, advokat atau kuasa hukum adalah kata benda, subjek. Dalam praktik dikenal juga dengan istilah Konsultan Hukum. Dapat berarti seseorang yang melakukan atau memberikan nasihat (advis) dan pembelaan “mewakili” bagi orang lain yang berhubungan (klien) dengan penyelesaian suatu kasus hukum.

Pemberian kuasa istimewa dibuat oleh pihak yang sedang terjerat masalah hukum dan dialihkan kepada pengacara maupun lembaga hukum. Penerima Kuasa tidak dapat ditarik sebagai pihak tergugat dalam gugatan perdata apabila Penerima Kuasa tersebut dalam hal ini melaksanakan atau melakukan tindakan berdasarkan isi dari Surat kuasa atau atas persetujuan dari Pemberi Kuasa.

Surat Kuasa terbagi kepada empat macam yaitu; Kuasa Umum, Kuasa Khusus, Kuasa Istimewa dan Kuasa Perantara. Syarat Menjadi Kuasa Hukum

Warga Negara Indonesia (WNI).

Memilki izin Kuasa Hukum.

Memiliki Surat Kuasa Khusus yang asli dari pihak yang bersengketa.

Memiliki pandangan luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Memberikan Cap atau Materai. Penggunaan materai ataupun cap membuktikan bahwa surat kuasa yang dibuat sudah sah di mata hukum, oleh karena itu penggunaan langkah yang satu ini enggak kalah penting. Selain itu, harus dipastikan jika penerima dan pemberi kuasa menandatangani hal tersebut di atas materai.

Sebagai catatan, pada pasal 1793 ayat (1) KUHPerdata disebutkan bahwa kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan di bawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat atau pun dengan lisan. Sehingga pemberian kuasa tidak harus dibuat secara tertulis, tapi juga bisa secara lisan.

Dari ketentuan di atas, dapat disimpulkan secara hukum, pemberi kuasa berhak menarik kembali kuasanya, bahkan memaksa penerima kuasa untuk mengembalikan kuasa yang diberikan jika ada alasan untuk itu.

Menurut pasal 1813 KUHPer salah satu sebab berakhirnya pemberian kuasa adalah dengan meninggalnya, pengampuannya, atau pailitnya si pemberi kuasa maupun si kuasa. Jadi, berdasarkan pasal tersebut jelas bahwa surat kuasa gugur atau berakhir ketika si pemberi kuasa ataupun si (penerima) kuasa meninggal.

Surat kuasa ini dibuat ketika sesorang yang wajib melakukan sesuatu tidak dapat melakukan hal tersebut karena sesuatu hal. Sehingga suatu tindakan yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang bersangkutan secara pribadi dapat diwakilkan kepada kuasa.

Jadi, jangka waktu berlakunya suatu surat kuasa bergantung pada kesepakatan para pihak, sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam pasal 1338 KUHPer. Yang perlu diperhatikan adalah larangan surat kuasa mutlak, yaitu surat kuasa yang mengandung unsur “tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa”.

Kewajiban dari pemberi kuasa diatur dalam Pasal 1807 - 1812 BW, dimana kewajiban dari pemberi kuasa adalah sebagai berikut: * Pemberi kuasa diwajibkan untuk memenuhi perikatan-perikatan yang dibuat oleh penerima kuasa menurut kekuasaan yang telah diberikan kepadanya.

Pada prinsipnya, surat kuasa adalah sah jika ditandatangani si pemberi kuasa dan menyebutkan siapa penerima kuasa serta urusan yang dikuasakan. Sedangkan, keabsahan surat tugas, secara umum, ditentukan pada pihak yang mengeluarkannya.

Dalam surat kuasa, cantumkan identitas pemberi dan penerima kuasa, yang setidak-tidaknya meliputi nama, alamat, dan pekerjaan para pihak, serta dapat dilengkapi dengan nomor kartu identitas yang dimiliki dan masih berlaku.

*) Spiritualis, Budayawan, Penulis, Advokat, Peradi Perjuangan Jawa Timur

Komentar