Minggu, 28 April 2024 | 13:33
NEWS

Dugaan Kasus Pungli Pegawai Internal Di Rutan KPK Ciderai KPK, Didik Mukrianto: Marwah Antirasuah Tercoreng

Dugaan Kasus Pungli Pegawai Internal Di Rutan KPK Ciderai KPK, Didik Mukrianto: Marwah Antirasuah Tercoreng
Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto

ASKARA - Komisi III DPR RI mendorong Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri melakukan evaluasi terhadap pengawasan internal. Hal tersebut menyusul adanya kasus pungutan liar (Pungli) dan penipuan oleh oknum internal yang mencederai dua instansi penegak hukum tersebut. Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto mengatakan, pimpinan KPK harus menindak tegas oknum anggotanya yang terlibat praktik pungli dalam rumah tahanan (Rutan) KPK.

 "Cukup mengagetkan dan sangat memprihatinkan. Sulit dinalar dengan logika sehat, jika di KPK yang bertugas untuk memberantas korupsi, ternyata ditemukan tindakan penyimpangan, pungutan liar yang dilakukan oleh pegawainya," kata Didik, dalam keterangan tertulisnya  Kamis (22/6).

Seperti diketahui, Dewan Pengawas (Dewas) KPK menemukan dugaan praktik pungli di dalam Rutan KPK yang nilainya mencapai Rp4 Miliar. Pungli tersebut diduga terjadi pada Desember 2021 sampai Maret 2022. Bahkan KPK mengungkapkan praktik pungli di Rutan terkait penyelundupan alat komunikasi dan uang, yang dilakukan tahanan dengan memberi sejumlah uang kepada oknum pegawai agar mendapati fasilitas yang dilarang selama tersangka mendekam di dalam Rutan.

Didik pun menyebut, dugaan praktik pungli di dalam Rutan KPK masuk dalam kategori petty corruption atau korupsi berskala kecil yang dilakukan oleh pejabat publik yang berinteraksi langsung dengan masyarakat. "Namun sekecil apapun, korupsi tetaplah korupsi. Meskipun petty corruption, tidak boleh ada toleransi sedikitpun apalagi dilakukan oleh penegak hukum khususnya KPK dan juga di lingkungan KPK," tutur Politisi Fraksi Partai Demokrat ini.

Peristiwa ini dinilai bukan hanya mencoreng wajah KPK saja. Tapi juga dapat berpotensi melahirkan ketidakpercayaan dari masyarakat yang selama ini telah mendukung KPK dalam memberantas korupsi. "Dalam rangka memitigasi potensi damage trust publiknya kepada KPK, KPK harus juga transparan sepenuhnya kepada publik dalam melakukan pengungkapannya. Buka dan tindak seterang-terangnya siapapun yang terlibat baik yang menyuap maupun yang disuap," ujar Didik.

Selain itu, anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan hukum ini menyatakan harus ada evaluasi dan pembenahan di dalam tubuh KPK. Khususnya, kata Didik, pengawasan dan pembinaan terhadap pegawai internal lembaga antirasuah tersebut.

"Saya menduga ada problem di bidang pengawasan dan pembinaan di internal, sehingga terbuka ruang dan kesempatan terjadinya penyimpangan. Karena pengawasan dan pembinaan SDM di lembaga superbody ini sangatlah penting dan fundamental, karena kehadiran pegawai dan SDM KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya tidak bisa digantikan oleh alat secanggih apapun," sambung Didik.

 Oleh karenanya, legislator dari Dapil Jawa Timur IX itu meminta pimpinan KPK mengusut tuntas dugaan pungli dalam lingkaran pegawainya. Bahkan menurut Didik, pengusutan dugaan praktik pungli di KPK harus melibatkan PPATK agar dapat menelusuri aliran rekening pungli sehingga penyelesaian kasus pun menjadi lebih komprehensif.

 "Jangan sampai publik menjadi apatis dan tidak percaya lagi terhadap pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK. Pertaruhannya akan terlalu besar bagi KPK jika tidak segera ditangani dengan baik," tegasnya.

Isman Yatun menambahkan IHPS II Tahun 2022 juga memuat hasil pemeriksaan atas dua prioritas nasional yakni penguatan infrastruktur serta stabilitas politik, hukum, pertahanan, keamanan, dan transformasi pelayanan publik. Pemeriksaan itu dilakukan pada 29 instansi pemerintah pusat, 90 pemerintah daerah, dan empat BUMN.

“Hasil pemeriksaan atas penguatan infrastruktur pada program penyediaan akses air minum dan sanitasi yang layak dan aman mengungkapkan ada permasalahan yaitu kebijakan dan strategi (Jakstra) atas sistem penyediaan air minum (SPAM) yang layak dan aman kepada masyarakat belum disusun secara lengkap, selaras, dan mutakhir. Alhasil sebanyak 32 pemda belum menyusun Jakstra dan SPAM,” papar Isman Yatun. (Budiman)

Komentar