Selasa, 23 April 2024 | 19:28
NEWS

Prof. Rokhmin Dahuri Dorong Kahmi Prioritaskan Ekonomi Biru Tanpa Meninggalkan Ekonomi Darat

Prof. Rokhmin Dahuri Dorong Kahmi Prioritaskan Ekonomi Biru Tanpa Meninggalkan Ekonomi Darat
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS (dok Askara)

ASKARA –  Pasca Reformasi, di bidang kehidupan di Indonesia untuk membesarkan sebuah organisasi perlu network (jaringan). Politisi idaman demokrasi sekarang ini yang punya jaringan, terutama DPR sangat power full.

Demikiann dikatakan Pakar Maritim, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS menanggapi Presidium Majelis Nasional (MN) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Masa Bakti 2022-2027 yang terpilih pada Munas ke XI di Palu, belum lama ini.

Sembilan presidium KAHMI terpilih yakni Ahmad Doli Kurnia, Ahmad Yohan, Herman Khaeron, Saan Mustopa, M. Rifqinizamy Karsayuda, Abdullah Puteh, Romo H.R. Muhammad Syafii, Zulfikar Arse Sadikin dan Sutomo.

“Kalau dari sisi itu, sangat positif,” ujar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University kepada askara, Rabu (30/11)

Tetapi, jelasnya, dilihat dari tujuan Kahmi dan HMI terciptanya insan akademis. Pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya Indonesia yang adil makmur, bedaulat yang diberkahi Allah SWT.

”Melihat tujuannya, dari sembilan anggota presidium hanya satu yang pengusaha dan akademis tidak ada, itupun ada sisi kelemahannya,” katanya.

Tapi, lanjutnya, nanti bisa ditopang dengan keberadaan dewan pakar sepanjang ada syaratnya eksektutif presidium Kahmi harus mendengarkan dan mau menjalankan saran-saran intelektual, saran-saran teknokrasi, saran-saran keilmuan, saran-saran inovasi dari dewan pakar.

“Itu yang bisa menutupi kelemahan presidium Kahmi yang terpilih hari Sabtu pada Munas Kahmi XI di Palu yang dipenuhi 8 politisi 1 pengusaha,” ujar Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.

Lebih lanjut, Prof. Rokmin Dahuri menekankan, politik bukan arah tapi sebagai landasan dalam bekerja. Seharusnya tidak hanya politik tapi juga ada aspek ekonomi, lingkungan hidup, polhukam.

“Hendaknya presidium memperbaiki Indonesia yang menurut saya tidak sedang baik-baik saja, kemiskinan masih banyak, pengangguran banyak,” tandas Guru Besar Kehormatan Mokpo National University, Korea Selatan ini.

Sementara, lanjutnya, pertumbuhan ekonomi juga relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara yang satu level tingkat pembangunannya. Seperti Malaysia, Vietnam, Myanmar, Philipina sekarang tumbuh di atas 8 persen, sedangkan Indonesia hanya 5 persen.

“Konyolnya oknum pemerintahan lucu membandingkan pertumbuhan Indonesia dengan negara-negara maju. Itu sudah hukum alam (sunatullah). Pertumbuhan ekonominya menurun, karena mereka sudah makmur sekali. Itu namanya pembodohan publik,” katanya.

“Harusnya kalau mau jujur memperbandingkan dengan Negara-negara satu level dengan tingkat pembangunannya. Contohnya Malaysia, Vietnam, Myanmar, Philipina, faktanya di atas 8 persen semua,” sambungnya.

Kahmi, kata Prof. Rokhmin Dahuri, seharusnya menjadi problem solver (pemecah permasalahan) yang utama. Karena organisasi ini terdiri minimal S1, banyak profesor, doktor, praktisi berbasis sains.

Menurutnya, Presidium Kahmi jika ingin mendayagunakan para pakar, praktisi, inovator seharusnya Kahmi bisa berkontribusi lebih baik lagi, lebih signifikan lagi di Indonesia yang adil makmur, berdaulat dan diridhoi Allah.

“Insya Allah pada kepengurusan sekarang program kelautan dan perikanan akan terealisir. Ada Pak Sutomo, lalu anggota DPR pun ada yang reaktif seperti Pak Herman Haeron dari Demokrat pernah jadi Wakil Ketua Komisi IV yang mebidangi kelautan. Ada Fadoli walaupun dia politisi Ketua Komisi II sering berinteraksi dengan Akbar Tanjung Institute, sering kali mengundang saya diskusi sebagai pembicara, Dari Nasdem Saat Mustofa juga sangat sadar bahwa kalau bicara ekonomi bicara juga sector kelautan, dst,” ungkapnya.

Prof. Rokhmin Dahuri juga menyebutkan, peran Blue Economy semakin meningkat dalam pembangunan ekonomi dan peradaban manusia. Namun, jika bicara ekonomi biru itu bukan berarti meninggalkan ekonomi darat. “Justru akan disinergikan, karena selama ini terpisah,” kata sebut Guru Besar Emiritus Shinhan University, Korea Selatan itu.

Menurutnya, fungsi dan peran Blue Economy (Ekonomi Biru), terutama Perikanan Budidaya (Aquaculture), dalam menopang keberlanjutan (sustainability) pembangunan ekonomi dan kehidupan (peradaban) umat manusia akan semakin stratgis dan meningkat,

Apakah Ekonomi Biru itu? “Ekonomi Biru adalah penggunaan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan umat manusia, dan secara simultan menjaga kesehatan serta keberlanjutan ekosistem laut,” kata Prof. Rokhmin Dahuri mengutip World Bank (2016).

Selain itu, mengutip EC (2020), Prof Rokhmin Dahuri menyebutkan, “Ekonomi Biru adalah semua kegiatan ekonomi yang terkait dengan lautan dan pesisir. Ini mencakup berbagai sektor-sektor ekonomi mapan (established sectors) dan sektor-sektor ekonomi yang baru berkembang (emerging sectors).”

“Ekonomi biru juga mencakup manfaat ekonomi kelautan yang mungkin belum bisa dinilai dengan uang, seperti Carbon Sequestrian, Coastal Protection, Biodiversity, dan Climate Regulator,” ksebut Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – Sekarang ini, mengutip Conservation International ( 2010).

Sedangkan, ekonomi digital yang berbasis pada jenis-jenis teknologi yang lahir di era Industry 4.0 (seperti IoT, AI, Blockchain, Cloud Computing, Metaverse, Big Data, Drone, Robotics, NanoTechnology, dan Biotechnology) terbukti telah meningkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, kemudahan, dan keberlanjutan (sustainability) perekonomian dunia. 

“Maka, negara-bangsa yang tidak menguasai dan menerapkan Ekonomi Digital bakal tertinggal, dan akan susah menjadi negara maju dan makmur,”

Secara fakta fisik, jelasnya, 77 persen wilayah Indonesai adalah laut, sementara yang 23 persen di darat, 28 persennya perairan juga, danau, sungai, rawa-rawa, waduk. Menurutnya, Indonesia itu Negara air.

Kedua, potensi pembangunnanya besar sekali Ketiga, fakta bahwa ruang dan sumber daya alam di darat sudah swmakin berkurang. Dan laut terlatih walau disana sini banyak yang  rusak tetapi sebagian besar masih belum optimal.

”Justru masih pada perawan, belum tersentuh oleh tangan-tangan pembangunan,’ ujar Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pemerintah Daerah Pesisir dan Kepulauan Seluruh Indonesia (ASPEKSINDO) itu

Kemudian keempat, lanjutnya, bahwa posisi Indonesia 45 persen arus barang yang diperdagankan dunia ditransportasikan melalui laut kita dengan nilan 15 Triliun USD pertahun. Sementara ekonomi seluruh Indonesia produk domestic bruto hanya 1,186 triliun USD (Bank Dunia).

“Sayang sejak zaman Pak Harto sampai sekarang posisi strategis secara geoekonomi yang terletak di jantung rantai suplai global selama ini bukan untuk investasi, produksi dan mengekspor barang ke luat negeri tapi sebaliknya mengimpir dan mengonsumsi. Itu yang membuat neraca perdagangan kita senantiasa negatif sejak tahun 2010 sampai pandemi,” ungkap jelas Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) itu.

Sedangkan, kata Prof. Rokhmin Dahuri, positifnya neraca perdagangan Indonesia di masa pandemi di tahun 2020 sampai sekarang itu bukan karena prestasi, investasi dan industry manufacturing kita. Tetapi karena ditolong harga komuditas bahan mentah, terutama batu bara, nikel, cpo dan seterusnya.

Selanjutnya, Prof. Rokhmin Dahuri berharap dengan terpilihnya Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim akan lebih meningkatkan kerjasama saling menguntungkan antara Indonesia dan Malaysia. Kedekatan Kahmi dan Anwar Ibrahim tidak ada beban psikologis menjalin kerjasama yang lebih berkembang lagi terutama di bidang kelautan dan perikanan. Malaysia belajar dari Indonesia dalam mengembangkan kelautan dan perikanan.  Sehingga tahun 90an berubah, mengalahkan Indonesia.

“Karena di sana pemimpin bangsanya lebih bagus, professional dan negarawan tidak seperti di kita mengeruk kekayaan Negara. Kedua punya konsep, ketiga punya kontunitas walau ada perbedaan antaran PM yang satu dengan yang lain tetap kebijakan dan program pemerintah yang baik dilanjutkan,” terangnya.

Menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan Indonesia sebagai negara yang kaya SDA, tetapi belum mampu keluar dari middle-income trap dan menjadi negara maju, adil-makmur, dan berdaulat.  Pada tataran praksis, penyebabnya karena kita belum punya Rencana Pembangunan Nasional yang holistik, tepat, dan benar serta diimplementasikan secara berkesinambungan.  Sejak awal era Reformasi, setiap ganti Presiden, Menteri, gubernur, Bupati, dan Walikota; kebijakan dan program nya berganti pula.

“Jadi, kita ibarat membangun ‘istana pasir’ atau ‘tarian poco-poco’. Tidak ada kemajuan pembangunan yang akumulatif dan berkelanjutan.  Etos kerja, produktivitas, daya inovasi, dan akhlak kita sebagai bangsa pun tergolong rendah.   Dan, kita mengalami defisit pemimpin bangsa yang capable (berkemampuan), kompeten, memiliki IMTAQ (Iman dan Taqwa) yang kokoh, berkahlak mulia, dan negarawan,”  katanya.

“Disi lain kita kurang dewasa, sehingga ganti pemimpin ganti kebijakan, umumnya ngeruk duit saja tidak ada yang memikirkan bangsa, dan kita berharap tahun 2024 memiliki presiden yang professional, beriman dan bertakwa, soleh dan solehah,” ujarnya.

Ketua Dewan Pakar Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) ini menegaskan, bila Indonesia mampu menjadi negara-bangsa maju, adil-makmur, dan berdaulat  serta berperan aktif dan signifikan dalam menjaga perdamaian dunia sesuai nilai-nilai Pancasila.

“Maka Indonesia akan menjadi a role model, dan Pancasila sebagai paradigma pembangunan dunia adalah sebuah keniscayaan,” pungkas Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2001 – 2004 itu.

 

 

Komentar